Showing posts with label Kebijakan Lingkungan. Show all posts
Showing posts with label Kebijakan Lingkungan. Show all posts

Monday, November 19, 2012

Manajemen Lingkungan



Manajemen dan Perangkat Akutansi Lingkungan

Konsep 'pollution prevention' (P2) dinyatakan sebagai pola pikir lingkungan proaktif yang menjanjikan manajemen industri lebih berkelanjutan. Dengan sasaran pada penyebab, daripada akibat, aktifitas mempolusi, P2 mencari cara menghilangkan polutan disumbernya dan sekaligus menghindari kebutuhan untuk mengolah atau membuang polutan tersebut. Konsep P2 menawarkan pemecahan ‘win-win’ dimana inovasi dan cara berpikir baru akan membawa pada pengurangan limbah, dan sekaligus membuat keuntungan bagi perusahaan dengan mengurangi biaya atau merangsang produk baru. Hambatan dalam implementasi P2 antara lain :
  1. Isu-isu teknis. Proyek P2 akan menyuguhkan tantangan teknis yang kompleks yang punya implikasi penting pada analisa keuangan. Dalam operasi manufaktur kompleks, bahkan proses perubahan P2 yang kecil akan memerlukan perubahan dalam keseluruhan pola proses yang berhubungan. Jika begitu, pilihan P2 tidak dapat dianalisa secara finansial tanpa analisa teknis, finansial, dan peraturan dari perubahan-perubahan proses yang diperlukan.
  2. Implikasi ketidak pastian. Ketidak pastian apakah itu berhubungan dengan pasar, teknis, atau peraturan, pada dasarnya dapat mengalihkan secara ekonomi keputusan proyek. Sebagai contoh ketidakpastian dapat dalam beberapa kasus menciptakan insentif untuk menunda aksi. Dengan sejumlah investasi, terdapat nilai dalam penundaan keputusan proyek. Penundaan memungkinkan untuk memikirkan ketidak pastian dan menghindari kemungkinan investasi terbuang atau tidak kembali.
  3. Tekanan peraturan dan hambatan peraturan. Tekanan peraturan efektif akan sangat penting untuk membangun dan memasarkan produk P2. Standar efluen yang ada dapat bertindak sebagai motivator yang sangat kuat bagi pencegahan polusi dengan menciptakan pasarpasar bagi teknologi yang dapat mengarah pada isu-isu pemenuhan perusahaan. Dalam beberapa kasus, peraturan dapat meningkatkan biaya pemasokan dan penggunaan teknologi pencegahan polusi. Hal ini mendatangkan konsekuensi menghambat disfusi teknologi kedalam karakteristik lingkungan yang diinginkan.
  4. Pencarian yang tidak sukses bagi kejelasan studi keuangan / profitabilitas P2. Teknik-teknik akuntansi harus dievaluasi dalam rangka menentukan bilamana figur ukuran yang dilaporkan (seperti Internal Rate of Return / IRR) dilihat manajemen dalam bentuk utuh dan tidak bias. Rate of return relevan hanya jika dibandingkan pada biaya modal proyek. Biaya modal biasanya tidak mudah untuk diukur, karena sangat erat berhubungan dengan resiko proyek. Implikasi figur rate of return tertentu bagi pengambilan keputusan memerlukan pengetahuan detail faktor-faktor yang memberi sumbangan pada resiko.
P2 menjadi solusi paling langsung dari masalah lingkungan - menghilangkan polutan lewat reduksi sumber polusi atau mendaur ulang sebelum pengolahan atau pembuangan akhir (final disposal) menjadi isu. P2 menjadi tantangan bagi sektor swasta karena memerlukan bentuk inovasi berbeda. P2 dapat memerlukan rancang ulang produk, konfigurasi kembali proses manufaktur, dan penyusunan kembali hubungan pemasok dan konsumen. Karena inovasi sulit, bahkan mahal, perusahaan harus juga mencari cara lain mengintegrasi pertimbangan lingkungan ke dalam proses perencanaan perusahaan.

Kata Cleaner Production (produksi bersih / CP) dan pollution prevention (pencegahan polusi / PP) sering digunakan secara bergantian, padahal pengertiannya relatif sama. Perbedaan antara dua frasa ini hanya bersifat geografis -- frasa Pencegahan Polusi cenderung banyak digunakan di Amerika Utara, sementara Produksi Bersih (Cleaner Production) banyak digunakan di tempat lain di dunia. Baik PP maupun CP berfokus pada strategi untuk secara terus-menerus mengurangi polusi dan dampak lingkungan melalui pengurangan di sumbernya -- yaitu menghilangkan limbah dalam proses. Pengolahan limbah tidak termasuk dalam definisi CP atau P2 karena tidak mencegah terjadinya limbah.

Environment Canada mendefinisikan PP sebagai penggunaan proses2x, praktek2x, material, produk atau energi yang menghindari atau meminimalkan terjadinya polutan dan limbah, dan mengurangi resiko keseluruhan pada kesehatan manusia dan lingkungan (4). US EPA mendefinisikan PP sebagai pengurangan sumber -- mencegah atau mengurangi limbah di tempat dimana dihasilkan, pada sumbernya -- termasuk praktek mengkonservasi sumberdaya alami dengan mengurangi atau menghilangkan polutan melalui peningkatan efisiensi dalam penggunaan material mentah, energi, air, dan tanah. Dibawah undang2x Pollution Prevention Act di 1990, pencegahan polusi menjadi kebijakan lingkungan nasional di AS. Manajemen limbah (dari yang paling diinginkan ke paling tidak diinginkan) menurut saran EPA :
  1. Minimisasi limbah : dengan usaha Formulasi produk, Modifikasi proses, dan Perancangan ulang peralatan
  2. Recovery sumberdaya (seperti dengan penerapan recycle, reuse)
  3. Pengolahan (seperti dengan insinerasi, kimiawi, filtrasi fisika, biologis)
  4. Pembuangan (seperti dengan metode landfill)
Teknik alternatif minimisasi limbah (minimisasi limbah adalah pengurangan bila mungkin setiap limbah yang dihasilkan) yang umum disarankan EPA :

1. Perubahan proses produksi :
  •     penggantian material mentah berbahaya dengan non berbahaya
  •     memisahkan limbah dengan tipenya untuk daur ulang
  •     menghilangkan sumber2x kebocoran dan tumpahan
  •     memisahkan limbah berbahaya dengan non berbahaya
  •     mendisain ulang atau merumuskan kembali prodk akhir untuk mencapai lebih non berbahaya
2. Modifikasi peralatan :
  • menginstal peralatan yang memproduksi limbah sedikit atau tidak sama sekali
  • memodifikasi peratalatn untuk memungkinkkan daur ulang
  • mendisain peralatan atau jalur produksi untuk memproduksi limbah lebih sedikit
  • memperbaikai efisiensi peralatan dan
  • menjaga program perawatan pencegahan
3. Mendaur ulang dan menggunakan kembali (recycling and reuse) :
  • menginstal sistem lingkar tertutup (closed loop system)
  • mendaur ulang on atau off-site
  • menukar limbah
4. Manajemen inventory dan operasi yang diperbaiki :
  • memiliki material kurang beracun dan material produksi lebih tak beracun
  • mengimplemntasi pelatihan karyawan dan umpan balik manajemen
  • memperbaikai penyimpanan material yang diterima, dan menangani praktek penanganan (handling)
  • menyimpan dan menelusuri semua material mentah

Cleaner Production


Definisi Cleaner Production seperti yang diadopsi oleh UNEP adalah sebagai berikut : CP adalah aplikasi terus-menerus strategi terintegrasi perlindungan lingkungan pada proses, produk, dan jasa2x untuk meningkatkan efisiensi keseluruhan, dan mengurangi resiko pada manusia dan lingkungan. CP dapat diaplikasikan pada proses yang digunakan dalam setiap industri, untuk memproduksi, dan paada macam2x jasa yang disediakan dalam masyarakat. Bagi proses produksi, CP dihasilkan dari satu atau kombinasi mengkonservasi material mentah, air, energi, menghilangkan material mentah beracun dan berbahaya; dan mengurangi jumlah dan toksisitas semua emisi dan limbah di sumbernya selama proses produksi. Bagi produk, CP bertujuan untuk mengurangi dampak l ingkungan, kesehataan, dan keselamataan produk selama keseluruhan siklus hidupnya, dari ekstraksi material mentah,melalui pembuatan, penggunaan, sampai pembuangan akhir dari produk. Bagi jasa, CP mengimplikasikan penggabungan perhatian lingkungan kedalam pendisainan dan pengiriman jasa.

CP mengacu pada mentalitas seberapa baik barang2x dan jasa diproduksi dengan dampak lingkungan minimum dibawah batasan teknologis dan ekonomis sekarang. CP tidak menghalangi pertumbuhan, hanya menekankan bahwa pertumbuhan harus berkelanjutan secara ekologis. CP sebaiknya tidak dianggap hanya sebagai strategi lingkungan, karena juga berhubungan dengan pertimbangan ekonomis. Dalam konteks ini, limbah dianggap sebagai ‘produk’ dengan nilai ekonomi negatif. Setiap aksi untuk m engurangi konsumsi material mentah dan energi, dan mencegah atau mengurangi pembangkitan limbah, dapat meningkatkan produktifitas dan membawa manfaat keuangan pada perusahaan. CP adalah strategi ‘win-win’, yaitu dengan tetap melindungi lingkungan, konsumen, dan pekerja sementara juga memperbaiki efisiensi industri, profitabilitas, dan daya kompetitif. Perbedaan kunci antaa kontrol polusi dan CP adalah dari segi waktu (timing). Kontrol polusi terjadi setelah peristiwa (after-the-event), pendekatan reaktif dan mengolah (react and treat). CP adalah filosofi antisipasi dan pencegahan (anticipate and prevent) dengan melihat kedepan (forward looking).

Pendapat lain mengenai CP, alat ini adalah alat terdekat konsepnya dengan konsep eko - efisiensi. Diperkenalkan oleh UNEP tahun 1989, CP adalah aplikasi berkelanjutan dari strategi lingkungan preventif terintegrasi yang diaplikasikan pada proses, produk, dan jasa untuk meningkatkan eko-efisiensi dan mengurangi resiko bagi manusia dan lingkungan (WBCSD 1996:4).

Tujuan utama CP ini adalah implementasi perubahan dalam disain produk, proses manufakturing, dan teknik2x manajemen untuk meningkatkan efisiensi, mencegah polusi dan mengurangi limbah (Dames and Moore, 1998:1). Berdasarkan pada definisi dan tujuan objektif mereka, perbedaan antara eko-efisiensi dan CP adalah eko-efisiensi bermula dari isu2x efisiensi ekonomi yang mempunyai manfaat positif pada lingkungan, sementara CP bermula dari isu2x efisiensi lingkungan yang mempunyai manfaat ekonomi positif (WBCSD, 1996:4).

Keuntungan implementasi CP antara lain (Environment Australia 2000a:1):
  1. Mengurangi biaya2x produksi melalui peningkatan efisiensi, penurunan limbah dari input material
  2. Meningkatkan produktifitas dan memperbaiki produk
  3. Mengurangi konsumsi energi
  4. Mengembalikan nilai produk sekunder (by-product)
  5. Meminimalkan masalah pembuangan limbah termasuk biaya pengolahan limbah
Potensi kerugian dalam implementasi CP antara lain : Kesulitan dalam merubah sistem dan teknologi yang ada. Perubahan dalam sistem dan teknologi akan memerlukan investasi yang relatif besar, tingkatan sumber daya manusia yang baik, dan dukungan investor (OECD, 1995:18).

Eko-efisiensi

Istilah Eko-efisiensi sebenarnya resmi dipopulerkan oleh World Business Council for Sustainable Development (WBCSD) di tahun 1992, yang didefinisikan sebagai pengiriman secara kompetitif barang2x atau jasa yang memuaskan kebutuhan manusia dan meningkatkan kualitas hidup, dimana juga secara progresif mengurangi dampak ekologis dan intensitas penggunaan sumberdaya di seluruh siklus hidup, ke tingkat yang relatif sama dengan estimasi kapasitas dukung bumi.

Namun ditilik dari metoda outputnya, penerapan konsep eko -efisiensi dan CP hampir serupa. Perbedaan yang jelas diantara keduanya adalah eko -efisiensi bermula dari isu efisiensi ekonomi yang punya manfaat lingkungan positif, sedangkan CP bermula dari isu2x efisiensi lingkungan yang punya manfaat ekonomi positif. Definisi yang lain adalah kombinasi ekonomi dan efisiensi ekologi, dan pada dasarnya ‘doing more with less’, artinya memproduksi lebih banyak barang dan jasa dengan lebih sedikit energi dan sumber daya alam (Environment Australia, 1999). Hasilnya adalah polusi dan limbah yang lebih sedikit.

Eko-efisiensi dapat dicapai dengan cara pengiriman barang -barang yang berharga cukup kompetitif dan jasa yang memuaskan kebutuhan manusia, dan membawa hidup menjadi lebih berkualitas, sementara secara progresif mengurangi dampak ekologi dan intensitas sumberdaya di seluruh siklus hidup pada tingkatan dimana paling tidak sama dengan kapasitas daya dukung bumi (WBCSD, 2000). Konsep ini menginginkan bisnis mendapat nilai lebih dari input material dan energi yang lebih rendah dan dengan mengurangi limbah. Untuk itu perusahaan perlu bertindak kreatif dan inovatif . Produksi bersih (cleaner production) dan eko-efisiensi berhubungan erat. Produksi bersih dipandang sebagai suatu mekanisme memperbaiki keluaran lingkungan, yang mana juga berakibat pada manfaat finansial. Eko-efisiensi berfokus lebih dekat pada perbaikan keluaran bisnis, melalui penggunaan manajemen lingkungan yang diperbaiki dan efisiensi sumberdaya.

Kemajuan dalam eko-efisiensi dapat dicapai dengan menyediakan nilai lebih per unit pengaruh lingkungan atau unit sumberdaya yang dikonsumsi.

Menurut WBCSD (2000) indikator yang umum digunakan untuk menilai nilai produk / jasa adalah :
  •     Jumlah barang-barang atau jasa yang diproduksi atau disediakan pada konsumen
  •     Penjualan bersih
Yang berkaitan dengan pengaruh lingkungan dalam produk / jasa antara lain :
  •     Konsumsi energi, material, air.
  •     Emisi gas Greenhouse effect.
  •     Emisi substansi perusak ozon.

Dasar konsep eco-efficiency adalah asumsi bahwa pelanggan membeli produk karena :
  • Nilai produk menurut persepsi konsumen = manfaat / biaya dikeluarkan) > dari produk sejenis atau kompetitor.
  • Nilai produk bisa ditingkatkan dengan cara meningkatkan manfaat produk menurut persepsi konsumen atau menurunkan harga, bila dirasa kualitas produk atau manfaat pr oduk kita setara dengan kompetitor.
Manfaat produk dari segi lingkungan bisa digali dari bermacam segi : - keamanan, - kemudahan penggunaan, - mudah diuraikan dialam / memakai bahan organik, - pemeliharaan, - mudah diperoleh, dan lainnya.

Kemajuan di sisi eco-efficiency dapat dicapai dengan menyediakan nilai lebih per unit dampak lingkungan atau sumberdaya dikonsumsi. Indikator yang umum digunakan (van Berkel, 2001), seperti - nilai produk atau jasa, - pengaruh pada lingkungan dalam penciptaan produk / jasa, dan - pengaruh pada lingkungan dalam pen ggunaan produk / jasa

World Business Council for Sustainable Development mengusulkan 7 langkah generik perbaikan sesuai eko-efisiensi (WBCSD, 2000) :
  1. Mengurangi intensitas material
  2. Mengurangi intensitas energi
  3. Mengurangi penyebaran substansi beracun
  4. Meningkatkan kemampu daur-ulangan
  5. Memaksimalkan penggunaan bahan terbaharui
  6. Meningkatkan masa hidup produk
  7. Meningkatkan intensitas jasa
Pengkajian Siklus Hidup (Life Cycle Assessment)

Life-cycle assessment (LCA) adalah proses mengevaluasi dampak yang dipunyai produk terhadap lingkungan di seluruh perioda hidupnya yang karena itu meningkatkan efisiensi penggunaan sumberdaya dan menurunkan pertanggungan (liabilities). Dapat digunakan untuk mempelajari dampak lingkungan pada produk atau fungsi produk yang didisain untuk bek erja. LCA umumnya dipandang sebagai analisa ‘cradle -to-grave’. LCA adalah proses terus-menerus, perusahaan2x dapat memulai LCA pada setiap titik dalam siklus produk / fungsi. LCA dapat digunakan bagi pengembangan keputusan2x pemilikan strategi bisnis, bagi produk, dan disain proses, dan perbaikan, untuk menata kriteria eko-labeling dan untuk berkomunikasi tentang aspek lingkungan dari produk Siklus hidup produk bermula ketika material mentah diekstraksi dari dalam bumi, diikuti oleh pembuatan, transportasi, dan penggunaan, dan berakhir dengaan manajemen limbah termasuk pendaur ulangan dan pembuangan akhir. Pada setiap tahapan siklus hidup terjadi emisi dan konsumsi sumberdaya. Dampak lingkungan dari keseluruhan siklus hidup produk dan jasa perlu diketahui. Untuk melakukan ini, pemikiran siklus hidup diperlukan.

LCA adalah alat (tool) bagi evaluasi sistematis aspek lingkungan dari produk dan sistem jasa diseluruh tahapan siklus hidup. LCA menyediakan instrument yang cukup untuk mendukung keputusan lingkungan. Kinerja LCA yang tersedia penting untuk mencapai ekonomi siklus hidup. Masyarakat Toksikologi Lingkungan dan Kimia (Society for Environmental Toxicology and Chemistry (SETAC)) telah berperan penting dalam mengembangkan kerangka kerja LCA yang umum kita kenal sekarang. ISO, telah menstandarisasi kerangka kerja ini dengan seri ISO 14040 khusus mengenai LCA.

Minimal terdapat tiga alasan mengapa perusahaan perlu menggunakan LCA : berorientasi produk dan jasa; integratif; ilmiah dan kuantitatif, selengkapnya sebagai berikut:
  1. Beroritentasi produk dan jasa, sangat penting dalam setiap masyarakat. Semua aktifitas - aktivitas ekonomi tergantung pada penggunaan dan konsumsi produk dan jasa - jasanya. Produk dan jasa - jasanya adalah sumbu dimana aktifitas ekonomi berjalan. Kebijakan - kebijakan pada produk dan jasa - jasanya dalam bisnis dan pemerintahan merupakan alat yang penting untuk membuat aktifitas ekonomi lebih berkelanjutan.
  2. Pendekatan integratif, dengan pendekatan ini LCA dapat di gunakan untuk mencegah 4 bentuk umum terjadinya masalah polusi : antara lain Dari satu tahap siklus hidup ke tahap lainnya, Dari satu media lingkungan ke lainnya, Dari satu lokasi ke lainnya, dan Dari saat ini ke masa depan
  3. LCA dirancang untuk menyediakan informasi paling ilmiah dan kuantitatif yang mungkin untuk mendukung pengambilan keputusan. Tipe kriteria lain --ekonomi, sosial, dan politik-- memasuki diskusi ketika pengambil keputusan menggunakan keseluruhan informasi yang disediakan LCA untuk menganalisa informasi secara lengkap.
Pendapat lain, LCA digunakan untuk menangani dampak lingkungaan dari produk, proses, atau aktifitas diseluruh siklus hidupnya dari mulai ekstraksi material mentah ke pemrosesan, transportasi, penggunaaan, dan pembuangan akhir (Environment Australia 1999:14).

Keuntungan menerapkan LCA antara lain :
  1. Membantu perusahaan untuk lebih mengerti dampak lingkungaan dari keseluruhan operasinya, barang dan jasa, dan kemudian digunakan untuk mengidentifikasi peluang bagi perbaikan (Lewis and Demmers 1996:110 and Environment Australia 1999:14).
  2. LCA membawa pada efisiensi dalam proses perusahaan dan perbaikan dari produknya, dimana dapat membuat produk lebih komparatif dan menarik di pasaran (1996:113-4). Potensi kerugian dalam implementasi LCA antara lain : LCA sering dianggap terlalu kompleks, menyita waktu, dan relatif mahal dibandingkan penggunanan praktisnya dalam memperbaiki kinerja lingku ngan perusahaan (Lewis and Demmers 1996:110). Menurut Environment Australia (1999) adalah alat bagi penanganan dampak -dampak lingkungan dari produk, proses, atau aktifitas diseluruh tahapan siklus hidup dari mulai ekstraksi bahan mentah melalui memrosesan, transportasi, penggunaan, dan pembuangan akhir (disposal). Frasa yang umum digunakan untuk menggambarkan LCA adalah pengujian semua aspek ‘from cradle to grave’. LCA dapat menolong bisnis mengerti secara lebih baik dampak lingkungan dari operasi mereka, barang dan jasa,, dan untuk mengidentifikasi perbaikan paling efektif yang dapat dicapai dalam kinerja lingkungan dan penggunaan sumberdaya.
Proses penanganan termasuk mengidentifikasi setiap tahap dalam produksi atau sistem jasa, yang termasuk ekstraksi dan memrosesan semua material mentah yang berkontribusi pada produk, transportasi bahan mentah pada lokasi perakitan, tiap tahap proses perakitan, produksi limbah dan pengolahannnya, pengemasan,, distribusi, penggunaan oleh konsumen, dan pembuangan akhir termasuk potensi mendaur ulang atau menggunakan kembali produk tersebut.

Manfaat LCA antara lain :
  1. Perbaikan produk : LCA dapat mengidentifikasi pilihan biaya paling efisien dan efektif bagi pengurangan dampak lingkungan dari produk atau jasa. Perbaikan sema cam itu dapat
  2. membuat produk lebih diinginkan oleh konsumen.
  3. Perbaikan proses. LCA dapat digunakan untuk menangani operasi dan proses produksi perusahaan. Ini adalah cara yang berguna untuk menghitung sumberdaya dan penggunaan energi. Ini dapat menawarkan pilihan bagi perbaikan efisiensi seperti menghindari pengolahan limbah, penggunaan sumberdaya lebih sedikit, dan memperbaiki kualitas perakitan.
  4. Perencanaan strategis. LCA dapat digunakan sebagai perencanaan strategis. Begitu peraturan lingkungan dan hara pan lingkungan meningkat, terdapat kecenderungan peningkatan tekanan bagi perusahaan untuk memperbaiki operasi lingkungan mereka. Kinerja lingkungan juga cenderung menjadi lebih kritis bagi daya kompetisi internasional.
Perancangan bagi Lingkungan

Adalah pendekatan sistematik untuk mengevaluasi konsekuensi dampak lingkungan dari produk dan proses - prosesnya, dan dampaknya pada kesehatan manusia dan lingkungan (Fiksel, 1996). Didasarkan pada pengertian apa yang pelanggan butuhkan, menganalisa pilihan, dan mengambil sumberdaya tersedia untuk dengan cepat mencapai hasil produk baru yang diinginkan. Berdasarkan penanganan produk dan proses produksi cradle -to-grave. Fokus utama adalah identifikasi kandungan dan implikasi lingkungannya, menentukan dampak yang dipunyai produk dan proses pada lingkungan selama siklus hidupnya, dan pengembangan produk dan proses yang cocok secara lingkungan.

DfE (Design for Environment) menurut Environment Australia (1999) adalah proses untuk mengurangi dampak lingkungan dari produk yang dirakit perusahaan dengan menerapkan perbaikan pada tahap disain. Memiliki hubungan erat dengan Life Cycle Assessment / LCA. Tujuan program DfE adalah untuk menciptakan lingkungan yang lebih sehat bagi pekerja, masyarakat, dan ekosistem. Program DfE memenuhi tujuan ini dengan mempromosikan perubahan sistem dalam cara perusahaan mengelola perhatian lingkungannya. Pendekatan dan prinsip - prinsipnya program DfE berguna dalam memenuhi kebutuhan peraturan dan memperbesar perlindungan lingkungan setelah pemenuhan.

Program DfE dari EPA menyediakan bimbingan dan alat - alatnya untuk menolong perusahaan - perusahaanya mencapai perbaikan lingkungan berkelanjutannya. Pendekatan DfE mendorong perusahaan untuk mempertimbangkan lingkungan dan resiko kesehatan manusia dalam semua keputusan bisnisnya. Sebagai tambahan, DfE juga mendorong perusahaaan untuk mengevaluasi proses bersih, teknologi, dan praktek tempat kerja. Tujuan DfE menurut EPA adalah menyediakan i nformasi untuk menolong industri merancang operasi yang lebih bersifat lingkungan, aman bagi pekerja dan biaya lebih efektif.

Prinsip - prinsip utama DfE termasuk :
  1. Memperbaiki keselamatan pekerja, kesehatan masyarakat, dan kesehatan lingkungan sementara juga menjaga atau memperbaiki kinerja dan kualitas produk. Cara lain meletakkan hal ini adalah mengurangi resiko pada pekerja, masyarakat, dan lingkungan.
  2. Menggunakan sumberdaya secara bijaksana .
  3. Menggabungkan pertimbangan lingkungan kedalam disain dan redisain produk, proses,, dan teknis sistem manajemen.
DfE dimulai dengan mempelajari dan menguji semua aspek produksi dari komoditas tertentu, termasuk didalamnya sumber bahan mentah, perakitan, distribusi, penggunaan, dan pembuangan akhir. Pada setiap tahapan t ersebut, dampak pada lingkungan dan kesehatan manusia ditangani. Tahap selanjutnya adalah mempertimbangkan pilihan untuk mengurangi dampak lingkungan tersebut dengan memperbaiki disain produk. Contoh -contoh pilihan tersebut antara lain :
  1. Penggunaan material yang lebih tidak berbahaya pada lingkungan, seperti kandungan energi lebih rendah, dapat didaur ulang, tidak beracun, tidak merusak ozon, merupakan limbah hasil sampingan dari proses manufaktur yang lain.
  2. Menggunakan sumberdaya dapat diperbaharui, sepert i material dari tumbuhan atau sumber hewan yang diambil dengan cara memperhatikan konservasi, dan memperbaharui sumber - sumber energi bagi produksi
  3. Menggunakan material dengan sedikit input termasuk energi dan air.
  4. Meminimalkan dampak distribusi melalui mengurangi berat produk
  5. Meminimalkan sumberdaya, seperti air dan energi, yang akan digunakan produk tersebut selama hidupnya.
  6. Memaksimalkan daya tahan dan masa pakai produk
  7. Memperbaiki pilihan pembuangan akhir bagi produk final, seperti disain bagi produk ata u komponennya yang dapat didaur ulang, memastikan bahwa setiap bagian tidak dapat didaur ulang dapat secara aman dibuang.
Manfaat DfE

Hasil akhir dari proses ini seringkali berupa produk yang tidak hanya mempunyai dampak rendah pada lingkungan namun juga mempunyai kualitas yang lebih baik dan menguntungkan dari segi pemasaran. Proses DfE menyediakan data dan hal-hal penting untuk memasarkan produk yang diinginkan secara lingkungan. Produk ‘green’ dapat nampak di benak konsumen karena juga mereka lebih tahan lama, kualitas lebih tinggi, dan murah pengoperasiannya. Biaya bagi pihak perakit dapat juga direduksi. Pengurangan jumlah material dan sumberdaya yang digunakan untuk merakit produk dapat mengurangi limbah dan polusi yang diciptakan, dan selanjutnya biaya pembuangan limbah. Pilihan lain bagi penghematan termasuk mengurangi pengemasan, dan mengurangi biaya transportasi dengan mengurangi berat produk atau meningkatkan efisiensi dalam pengemasan atau penyimpanan. Beberapa negara mulai mengundangkan pihak produsen menarik kembali produk mereka di akhir masa pakai. Ini dikenal sebagai ‘extendend producer responsibility’ (EPR). DfE dapat mengatasi masalah ini, sebagai contoh dengan meningkatkan umur pakai produk, mengurangi biaya pembuangan, membuat lebih mudah diperbaiki, dan meningkatkan kemampu daur-ulangan keseluruhan produk atau beberapa komponennya. Program-program Design for the Environment (DfE) dapat memberi contoh tipe manajemen lingkungan interaktif yang meruntuhkan atau menghindari Green Wall. Pa da dasarnya DfE adalah teknik aktifitas manajemen yang bertujuan untuk mengarahkan aktifitas pengembangan produk dalam rangka menangkap pertimbangan lingkungan eksternal dan internal.

Perusahaan yang ingin mengimplementasi DfE sebaiknya mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut (Fiksel, 1996) :
  1. Motivasi bisnis. Harus dijawab pertanyaan mengenai adakah unit bisnis dimana DfE terlihat sebagai faktor kompetitif, sudahkah konsumen memperlihatkan perhatian yang kuat pada kinerja lingkungan dari produk atau operasi pabrik kita, apakah sudah melihat tren perubahan peraturan yang akan mempengaruhi profitabilitas produk kita ?
  2. Postur lingkungan. Harus dijawab pertanyaan mengenai kebijakan lingkungan dan pernyataan misi yang mendukung praktek DfE, kesiapan berpindah dari strategi pemenuhan menjadi manajemen lingkungan proaktif, sudahkah membuat tujuan2x perbaikan lingkungan perusahaan, apa dampak keseluruhan keberhasilan lingkungan pada perusahaan atau imej industri kita.
  3. Karakteristik organisasi. Harus dijawab pertanyaan mengenai perencanaan pada implementasi sistem manajemen lingkungan yang terintegrasi dengan baik dengan sistem manajemen yang ada, apakah kita sudah menerapkan sistem teknik dalam pengembangan produk menggunakan tim lintas fungsional, punyakah sistem bagi menganalisa produk dan kualitas proses yang dapat dikembangkan pada atribut lingkungan perusahaan, apakah kita sudah punya sumberdaya organisasional yang benar untuk mendukung pengurusan lingkungan dan produk, apakah sudah punya akuntabilitas sistem d an penghargaan untuk menyediakan insentif untuk memenuhi tujuan perbaikan lingkungan.
  4. Pengalaman yang ada. Harus dijawab pertanyaan mengenai pencapaian perusahaan yang telah dibuat mengenai disain green dan isu praktis dan hambatan yang telah dilewati, sudahkah melakukan tindakan penanganan siklus hidup bagi fasilitas dan atau produk, sudah adakah program dan keahlian dalam daur ulang material, konservasi sumber daya, pengurangan limbah, atau asset recovery, sudahkan diimplementasi inisiatif pencegahan polusi dan pabrik memperhatikan lingkungan, sudahkah dicoba untuk mengenalkan pengukuran kualitas lingkungan dan sistem manajemen ke dalam proses operasi, sudahkah mengembangkan teknologi yang berguna bagi DfE seperti pemodelan berbasis komputer, atau perangkat pendukung keputusan.
  5. Tujuan strategis. Harus dijawab pertanyaan mengenai kasus bisnis yang mengindikasikan DfE akan menyumbangkan keuntungan bagi perusahaan atau pengembangan bisnis, dapatkah mengidentifikasi perbaikan lingkungan yang diinginkan dalam pr oduk atau proses tertentu, apakah sudah mengenali kemitraan kunci dengan pemasok atau pelanggan yang diperlukan dalam menerapkan DfE, apakah berharga untuk meningkatkan kepedulian lingkungan diantara pegawai kita, pelanggan, pemasok, masyarakat, atau pemeg ang saham lainnya, apakah kita siap untuk bergerak menuju sistem akuntansi lingkungan siklus hidup yang menggunakan struktur berbasis aktifitas untuk mengungkap biaya dan manfaat sebenarnya.
Mengelola Rantai Pasokan (Supply Chain Management)

Menurut Environment Australia (1999), rantai pasokan adalah grup organisasi yang memberi sumbangan pada penyelesaian final produk atau jasa. Ini dapat terentang dari pasokan bahan mentah dan komponen yang digunakan dalam proses manufaktur, sampai grosir dan distribusi retail dan jasa. Manajemen rantai pasokan termasuk memperbaiki proses dan hubungan yang terjadi untuk mendukung penyelesaian barang -barang dan jasa sepanjang rantai pasokan. Perusahaan besar biasanya tergantung pada pemasok luar dan mengembangkan pendekatan baru untuk mengelola kinerja rantai pasokan mereka. Manajemen rantai pasokan dapat membawa beragam manfaat, termasuk komunikasi yang lebih baik, pengiriman dan distribusi barang lebih efisien, respon pasar lebih cepat dan proses operasi lebih efisien. Ini juga dapat mengurangi biaya dan membantu pengembangan saling pengertian diantara pemasok dan konsumen mereka.

Manfaat lingkungan juga dapat diperoleh dari manajemen rantai pasokan yang lebih baik. Sebagai contoh, efisiensi yang lebih besar dalam distribusi dapat berakibat dampak lingkungan yang lebih rendah dari segi transportasi. Pengalaman juga menunjukkan bahwa rantai pasokan dapat berperan sebagai mekanisme efektif untuk mempromosikan praktek manajemen lingkungan yang lebih baik. Mereka menawarkan peluang-peluang kerjasama untuk memperbaiki produktifitas dan mengurangi dampak lingkungan. Sebagai contoh perusahaan dapat mendorong pemasok mereka untuk mengurangi biaya dan memperbaiki kualitas input mereka pada rantai pasokan. Ini kemudian mendorong pemasok untuk mengurangi limbah dan penggunaan sumber daya mereka.




Manfaat lain dari manajemen rantai pasokan, menurut Environment Australia (1999), antara lain :
  1. Keamanan pasokan : manajemen rantai pasokan mengurangi resiko pemasok gagal menyediakan barang atau jasa yang vital, contohnya, tidak memenuhi peraturan atau standar kualitas tertentu. Kegagalan dalam pasokan dapat menghentikan operasi bisnis dan mengurangi daya kompetitif.
  2. Peluang pasar : terdapat peningkatan pasar bagi barang -barang ramah lingkungan. Seringkali faktor kunci dalam integritas lingkungan dari barang tersebut adalah sumber bahan mentah atau komponen yang didapat dari rantai pasokan. Menjaga batasan kompetitif : perusahaan perlu tetap didepan dari tren lingkungan dalam arti keperluan peraturan dan harapan konsumen. Hal ini memerlukan mengelola pemasok mereka seperti juga bisnis mereka sendiri.
Akuntansi Lingkungan (Environment Accounting / EA)

Praktek-praktek akuntansi tradisional seringkali melihat biaya lingkungan sebagai b iaya mengoperasikan bisnis, meskipun biaya-biaya tersebut signifikan, meliputi : biaya sumberdaya, yaitu mereka yang secara langsung berhubungan dengan produksi dan mereka yang terlibat dalam operasi bisnis umum, pengolahan limbah, dan biaya pembuangan. Biaya reputasi lingkungan, dan biaya membayar premi asuransi resiko lingkungan. Dalam banyak kasus, biaya-biaya lingkungan seperti yang berkaitan dengan sumberdaya alam (energi, udara, air) dimasukkan ke dalam satu jalur ‘biaya operasi’ atau ‘biaya administ rasi’ yang diperlakukan independen dengan proses produksi. Juga biaya lingkungan sering didefinisikan secara sempit sebagai biaya yang terjadi dalam upaya pemenuhan dengan atau kaitan dengan hukum atau peraturan lingkungan. Hal ini karena sistem akunting cenderung berfokus pada biaya bisnis yang teridentifikasi secara jelas, bukan pada biaya dan manfaat pilihan alternatif. Akuntansi Lingkungan adalah mengenai secara spesifik mendefinisikan dan menggabungkan semua biaya lingkungan ke dalam laporan keuangan perusahaan. Bila biayabiaya tersebut secara jelas teridentifikasi, perusahaan akan cenderung mengambil keuntungan dari peluang-peluang untuk mengurangi dampak lingkungan. Manfaat -manfaat dari mengadopsi akuntansi lingkungan dapat meliputi :
  1. Perkiraan yang lebih baik dari biaya sebenarnya pada perusahaan untuk memproduksi produk atau jasa. Ini bermuara memperbaiki harga dan profitabilitas
  2. Mengidentifikasi biaya-biaya sebenarnya dari produk, proses, sistem, atau fasilitas dan menjabarkan biaya-biaya tersebut pada tanggungjawab manajer
  3. Membantu manajer untuk menargetkan area operasi bagi pengurangan biaya dan perbaikan dalam ukuran lingkungan dan kualitas
  4. Membantu dengan penanganan keefektifan biaya lingkungan atau ukuran perbaikan kualitas
  5. Memotivasi staf untuk mencari cara yang kreatif untuk mengurangi biaya -biaya lingkungan.
  6. Mendorong perubahan dalam proses untuk mengurangi penggunaan sumberdaya dan mengurangi, mendaur ulang, atau mengidentifikasi pasar bagi limbah
  7. Meningkatkan kepedulian staf terhadap isu -isu lingkungan, kesehatan dan keselamatan kerja
  8. Meningkatkan penerimaan konsumen pada produk atau jasa perusahaan dan sekaligus meningkatkan daya kompetitif.
Definisi Environmental Accounting antara lain :
  1. Penggabungan informasi manfaat dan biaya lingkungan kedalam macam2x praktek2x akuntansi (Shapiro et.al., 2000).
  2. Identifikasi, prioritisasi, kuantifikasi, atau kualifikasi, dan penggabungan biaya lingkungan kedalam keputusan2x bisnis (EPA742-R-97-003, 1997).
Biaya lingkungan adalah dampak, baik moneter atau non -moneter terjadi oleh hasil aktifitas perusahaan yang berpengaruh pada kualitas lingkungan. Bagaimana perusahaan menjelaskan biaya lingkungan tergantung pada bagaimana perusahaan menggunakan informasi biaya tersebut (alokasi biaya, penganggaran modal, disain proses/produk, keputusan manajemen lain), dan skala atau cakupan aplikasinya. Tidak selalu jelas apakah biaya itu masuk lingkungan atau tidak, beberapa masuk zona abu -abu atau mungkin diklasifikasikan sebagian lingkungan sebagian lagi tidak. Terminologi akuntansi lingkungan menggunakan ungkapan seperti full, total, true, dan life cycle untuk menegaskan bahwa pendekatan tradisional adalah tidak lengkap cakupannya karena mereka mengabaikan biaya lingkungan penting (serta pendapatan dan penghematan biaya).

Sistem akuntansi konvensional biasanya mengklasifikasi biaya sebagai :
  1. Biaya langsung material dan buruh
  2. Biaya pabrik manufaktur atau factory overhead atau termasuk biaya taklangsung (biaya operasi selain biaya langsung buruh dan material, seperti depresiasi modal, sewa, pajak bangunan, asuransi, pasokan, utilitas, pemeliharaan dan perbaikan, dan biaya operasi pabrik)
  3. Penjualan
  4. Biaya umum dan administratif (General & Administrative)Biaya riset dan pengembangan (R&D)
Panduan GEMI dan EPA menjelaskan klasifikasi biaya lingkungan :
  1. Biaya konvensional --> biaya penggunaan material, utilitas, benda modal, dan pasokan.
  2. Biaya berpotensi tersembunyi, sepertiBiaya ‘upfront’ : yang terjadi karena operasi proses, sistem, atau fasilitas, dan Biaya ‘backend’ : biaya prospektif, yang akan terjadi tidak tentu dimasa depan.Biaya pemenuhan peraturan atau setelah pemenuhan (voluntary, beyond compliance), yaitu biaya yang terjadi dalam operasi proses, sistem, fasilitas, umumnya dianggap biaya overhead
  3. Biaya tergantung (contingent) --> biaya yang mungkin terjadi di masa depan dijelaskan dalam bentuk probabilistik
  4. Biaya imej dan hubungan (image and relationship) --> seperti biaya pelaporan dan aktifitas hubungan masyarakat.
EA dapat mendukung pembuatan keputusan di perusahaan dalam hal :
  1. Penganggaran modal - Capital budgeting adalah proses menganalisa alternatif investasi dan memutuhkan investasi mana untuk digunakan menggunakan standar keuangan standar (seperti ROI, periode pengembalian, dan IRR) yang mana mempertimbangkan aliran pendapatan dan biaya - biaya dihasilkan dari sepanjang waktu investasi.
  2. Pemilihan produk - Perusahaan secara rutin membuat keputusan mengenai produk mana untuk didapatkan didasarkan pada pertimbangan biaya mereka. Biaya - biaya termasuk tidak hanya biaya pembelian, namun biaya yang terjadi kare na menggunakan dan membuang produk pada akhir masa penggunaannya. Mengidentifikasi biaya - biayanya lingkungan diasosiasikan dengan siklus hidup produk - pemilikan, penggunaan, dan pembuangan - dapat membantu manajer material dalam meilih mproduk dengan biaya siklus hidup terendah.
  3. Manajemen limbah - Perusahaan menghasilkan sejumlah besar limbah yang pilihan pengolahan dan pembuangannya ditentukan oleh komposisi aliran limbah. Karena biaya - biaya pembuangan adalah biaya - biaya lingkungan, mencoba untuk meminimalkan biaya - biaya ini akan mendapat manfaat dari akuntansi lingkungan.
Hambatan dalam penerapan EA :
  1. Informasi yang kurang / tidak cukup sistem pendukung akuntansi. Informasi mengenai biaya lingkungan sangat kurang. Sistem akuntansi - idealnya informasi sumber biaya - umumnya tidak cukup untuk kebutuhan EA, dimana manfaat - manfaatnya dari memisahkan biaya - biayanya lingkungan dari pos overhead dalam rangka untuk menelusuri biaya ke produk atau aktifitas yang menyebabkan biaya tersebut. Dalam kelangkaan tekanan untuk mengontrol biaya - biayanya, informasi yang kurang mengenai biaya - biayanya lingkungan mengarah pada fokus yang sempit pada reduksi harga pembelian unit, atau  fokus pada perubahan - perunahannya tersebut - biasanya tidak berhubungan dengan biaya - biayanya lingkungan - dimana informasi tersedia, dan dimana penghematan dipersepsikan tinggi. Contoh meliputi perubahan dalam staffing atau alokasi tugas, seperti peningkatan penggunaan perawat, daripada ahli fisik, atau pengurangan staf perawat.
  2. Hubungan yang kurang antara bidang pembelian dan EHS. Hubungan institusional antara pembelian atau usaha mendapatkan dan fungsi - fungsinya EHS sangat lemah. Ketika penggunaan tim pendapatan produk antar fungsi terlihat meningkat, hal ini cenderung difokuskan pada mengintegrasi secara efektif kriteria klinis kedalam keputusan pembelian, terutama usaha - usahanya standarisasi. Input EHS cenderung secara spesifik diminta hanya bagi keputusan dengan aspek lingkungan yang jelas - seperti kontrak manajemen limbah.
  3. Halangan pembelian. Seperti fasilitas di banyak sektor lain, fasilitas penjagaan kesehatan sering kali merupakan subyek pada halangan pembelian yang cenderung mengurangi alternatif - altenatifnya produk dari mana mereka mungkin dipilih secara efektif. Fasilitas atau jaringan yang dimiliki melalui GPO adalah subyek pada halangan produk pilihan yang timbul dari praktek paket GPO. Perusahaan terkadang mencerminkan kekuatan pasar terbatas dan seringkali tidak mampu menegaskan keinginan lingkungan secara efektif ke pihak pabrik atau organisasi pembelian.
Industrial Ecology / Industrial Metabolism
Satu pendekatan bagi penerapan manajemen lingkungan adalah dengan Industrial Ecology (IE). IE adalah konsep menyeimbangkan pembangunan industri dan penggunaan berkelanjutan sumberdaya alami, dengan cara meneliti peluang dan hambatan bagi aktor -aktor yang berbeda dalam masyarakat industri dalam merubah aliran material dan produk dalam arah selaras lingkungan (environmentally compatible). Pendekatan ini dikenal sebagai pendekatan menurut aktor (actor specific approach). Tentunya ada perbedaan antara industri (jasa dan barang), konsumen, dan pemerintah. ‘Industrial Ecology is an emerging concept for the promotion of environmentally sound manufacturing and consumption. It aims to balance industrial development with the sustainable use of natural resources’ (van Berkel et.al., 1997). Pendorong (drivers) bagi penerapan IE di perusahaan terbagi 2 yaitu pendorong internal dan external. Pendorong internal perusahaan yaitu :
  1. Komitmen manajemen, komitmen senior manajemen untuk mempertimbangkan dampak lingkungan diakibatkan oleh produk dan proses perusahaan sebagai bagian integral dari operasi dan manajemen sehari-hari perusahaan.
  2. Keterlibatan karyawan, komunikasi efektif antara manajer, staf dan departemen produksi sangat kritis bagi memulai dan menjaga kesuksesan aktifitas IE.
  3. Kepedulian pada biaya, kepedulian sewajarnya terhadap biaya -biaya lingkungan akan meningkatkan minat perusahaan pada IE, karena IE akan menolong mengurangi biaya lingkungan dan meminimalkan bahkan menghindarkan biaya lingkungan di masa depan. Biasanya informasi biaya harus didasarkan pada metoda Total Cost Accounting. Hal ini untuk mengenali biaya lingkungan nyata (obvious), seperti biaya pembuangan dan pengolahan, dan nilai produk aliran limbah; dengan biaya lingkungan kurang jelas (less -obvious) seperti pertanggungan (liability), biaya asuransi, resiko kesehatan dan keselamatan kerja, pada produk atau unit produksi.
  4. Program-program kesehatan dan keselamatan kerja.
Pendorong eksternal bagi perusahaan untuk menerapkan IE antara lain :
  1. Peraturan lingkungan (environmental legislation), bersifat koersif, karena dapat memaksa perusahaan mengurangi limbah, emisi dan/atau penggunaan material beracun (B3). Sayangnya peraturan lingkungan cenderung fokus pada hasil akhir (end -of-pipe), dan tidak berlaku sebagai pendukung aksi pencegahan pencemaran seperti IE.
  2. Tekanan pasar,
  3. Tekanan publik, berasal dari tetangga yang menaruh perhatian, organisasi lingkungan sekitar.
  4. Pertanggungan produk (product liability), inisiatif peraturan baru, seperti peraturan pengembalian produk, spesifikasi kandungan material beracun, pengunaan energi, dsb, juga dapat memaksa perusahaan. Pendorong internal bersifat jangka panjang bagi perusahaan, sedangkan pendorong eksternal lebih bersifat jangka pendek.
Perangkat berikut memungkinkan industri untuk merencanakan dan mengorganisasi aktifitas IE, untuk mengidentifikasi, mengevaluasi, dan mengimplementasi perbaikan lingkungan, dan untuk mengevaluasi kemajuan dalam mereduksi dampak lingkungan pada produk dan proses:
  1. Perangkat inventory: memungkinkan identifikasi, kuantifikasi, dan alokasi intervensi lingkungan pada proses produksi, produk, atau daur ulang. Seperti : Life Cycle Inventory, Materials Energy Toxic emission Matrix, Eco-balance, Material balance, Process Flow Chart, dsb.
  2. Perangkat perbaikan: untuk memfasilitasi pembangkitan pilihan -pilihan perbaikan bagi produk, proses produksi, dan daur ulang dalam berbagai tahapan rantai nilai. Seperti : prinsip ekology, Pollution Prevention Techniques, PP Strategy, dsb.
  3. Perangkat penentu prioritas: menyediakan pendekatan struktural dengan kriteria tertentu bagi evaluasi,dan prioritas penyetelan, diantara pilihan perbaikan lingkungan. Seperti : Life Cycle Cost Calculation, Life Cycle Evaluation, Total Cost Calculation (kriteria tunggal), Eco Portofolio, Eco Opportunity, Product Summary Matrix (kriteria jamak), dsb.
  4. Perangkat manajemen: menjelaskan prosedur rutin bagi pengembangan proyek IE. Seperti : Design for Environment, Clean Production Guide, Audit Proses, dsb.
Contoh penerapan konsep IE di Lovink Terborg, menggunakan Cleaner Production Indicator dan Cleaner Production Guide. Lovink Terborg adalah industri pengecoran logam di Belanda. Cleaner Production Indicator Adalah nilai - nilai referensi dimana pengusaha dapat menggunakannya dalam rangka membandingkan kinerja perusahaannya dengan kinerja perusahaan pembanding yang telah mengimplementasi perbaikan lingkungan. Cleaner Production Guide

Adalah alat manajemen, bertujuan pada implementasi pilihan - pilihan perbaikan lingkungan dan inisiasi aktifitas - aktifitas IE yang telah dikerjakan dalam suatu perusahaan. Prosedurnya sebagai berikut :
  1. Persiapan. Komitment umum pihak manajemen dan membentuk tim proyek.
  2. Pra-penanganan. Identifikasi peluang - peluang dan hambatan perbaikan lingkungan dari proses - proses produksi.
  3. Investigasi dan implementasi. Rangkaian aktifitas yang dilakukan paralel, seperti implementasi pilihan - pilihan fisibel saat pra-penanganan.
  4. Kelanjutan. Kelanjutan implementasi pilihan - pilihan fisibel dan perulangan siklus perbaikan lingkungan bagi daerah prioritas tersisa dan pembangunan EMS preventif.
Activity Based Costing / Management (ABC/M)

ABC adalah metode pengukuran biaya dari kinerja aktifitas, sumberdaya, dan obyek biaya. Sumberdaya ditelusuri ke aktifitas sumbernya, kemudian aktifitas tersebut dimasukkan ke obyek - obyek biaya berdasarkan penggunaannya. ABC menjelaskan hubungan kausal penyebab biaya dan aktifitas penyebabnya. ABM adalah disiplin yang memfokuskan pada manajemen aktifitas sebagai jalan memperbaiki nilai yang diterima konsumen dan keuntungan yang dicapai dengan menyediakan nilai tersebut. Disiplin meliputi analisa penyebab biaya, analisa aktifitas, dan pengukuran kinerja. ABM berhubungan dengan ABC karena ABC sebagai sumber utama informasi. Jadi : ABC --> menangkap elemen - elemen biaya dalam proses - proses, ABM --> menggunakan data untuk membuat keputusan “ABC mengarahkan biaya - biaya ke penyebab biaya - biaya atau akar - akar masalah. Banyak biaya - biaya lingkungan tetap dimasukkan dalam pos overhead bagi fasilitas dan dialokasikan menggunakan metoda - metode yang mungkin hanya cocok dengan operasi buruh intensif. Namun hal tersebut tidak akan terjadi di industri elektronik teknologi tinggi sekarang ini dimana buruh akan secara kontinyu berkurang menjadi porsi yang kecil dari biaya produk total” (Dambach & Allenby, AT&T Research Vice President for Technology and Environment). Faktor yang menunjang kesuksesan implementasi ABC (EPA 742-R-00-002) :
  1. Bekerja dengan grup perusahaan untuk mengerti pendekatan mereka saat i ni sehingga pertimbangan EH&S dapat dialamatkan dengan perubahan minimal pada proses yang ada
  2. Pelibatan konsultan eksternal untuk secara cepat mengembangkan kemampuan akuntansi biaya EH.
  3. Menggunakan seri interview dengan individual dari baik fasilitas pab rik dan grup EH&S perusahaan untuk mengidentifikasi isu2x biaya utama
  4. Menegaskan pola isu2x biaya dengan mewawancarai berbagai rekaman, termasuk rekaman pelatihan, pengiriman barang, dan pelaporan produksi
  5. Memulai fase implementasi dengan cara mendapatkan persetujuan senior manajemen
Terdapat banyak cara dan perangkat untuk meningkatkan kinerja lingkungan dalam bentuk pengurangan dampak lingkungan. Bisa didekati dengan paradigma Pencegahan Polusi atau Cleaner Production yang berfokus pada p roses dan produk atau jasa, atau bisa lewat paradigma Eco-efisiensi yang berfokus pada usaha bisnis menuju efisiensi yang secara langsung dan tak langsung akan mengurangi dampak pada lingkungan dan efisiensi sumberdaya pula. Disini jelas keterkaitan disiplin ilmu lingkungan dan disiplin ilmu lain seperti teknik produksi, teknologi proses, dan lain-lain. Bisa ditarik kesimpulan sementara bahwa permasalahan limbah dan lingkungan umumnya harus dan mau tidak mau melibatkan semua disiplin ilmu yang ada, dari semua elemen perusahaan.



Sunday, November 18, 2012

PERMASALAHAN ATAS KEBIJAKAN YANG BERLAKU MENGENAI LINGKUNGAN HIDUP DI KABUPATEN

Dinamika pertumbuhan kota yang berjalan dengan cepat dan tidak terencana dengan baik dapat menimbulkan kondisi-kondisi yang merugikan lingkungan dan manusia di kemudian hari. Selain itu, hirarki pusat pelayanan yang belum mendukung terwujudnya keadilan pada semua orang untuk mendapatkan akses yang sama terhadap infrastruktur, tidak adanya koordinasi antar wilayah, ketersediaan prasarana dan sarana publik yang kurang memadai serta ancaman terhadap keberlanjutan kelestarian hayati merupakan sedikit gambaran dari kondisi penyelenggaraan penataan ruang kota saat ini. Perencanaan pembangunan dalam suatu wilayah mempunyai tujuan untuk mensejahterakan masyarakat tidak hanya berfokus pada pembangunan sumber daya manusia dan pembangunan ekonomi saja, namun juga perlu diiringi dengan perencanaan pembangunan fisik atau infrastruktur yang mampu memenuhi kebutuhan pelayanan masyarakat suatu daerah. Pembangunan fisik suatu wilayah perkotaan perlu direncanakan dengan seksama, untuk menjaga keseimbangan dalam pola pembangunan tata ruang suatu wilayah. Dengan demikian hasil pembangunan tersebut tidak akan merugikan bagi masyarakat, terutama yang berhubungan dengan dampak terhadap lingkungan hidup yang akhir-akhir ini

marak dikampanyekan tentang penanggulangan masalah pemanasan global. Kota tidak saja sebagai biang keladi meningkatnya pemanasan global yang menyebabkan perubahan iklim tetapi juga sebagai korban akibat segala aktivitas yang terjadi di kota.

Pembangunan kota menjadi memiliki peranan penting dalam mempengaruhi pembangunan dalam skala nasional. Perencanaan pembangunan kota yang mempunyai pola tata ruang optimal dan dengan memperhatikan potensi dan kemampuan untuk menampung kebutuhan masyarakat yang tinggal di wilayah tersebut, menyebabkan kota tersebut akan dapat tumbuh dan berkembang dengan pesat serta dapat mengurangi dampak-dampak buruk pembangunan seperti sampah, polusi udara, pencemaran air, kemacetan, kebisingan dan dampak sosial lingkungan lainnya.

Salah satu faktor penyebab menurunnya kualitas lingkungan di bumi adalah semakin besarnya jumlah manusia yang menghuni. Pada tahun 2000 bumi ini telah dihuni lebih dari 5 milyar manusia dan dalam hitungan 3 detik telah bertambah satu manusia baru di muka bumi ini. Berkembangnya berbagai permasalahan kawasan perkotaan, seperti semakin meningkatnya bencana banjir, kemacetan lalu lintas, perumahan kumuh, semakin berkurangnya ruang publik dan ruang terbuka hijau, kurang memadainya kapasitas kawasan perkotaan terhadap tekanan jumlah penduduk, sebenarnya lebih disebabkan oleh lemahnya kesadaran masyarakat untuk mematuhi peraturan yang ada daripada kurangnya peraturan dalam penataan kota. Banyak ketentuan hukum di bidang penataan ruang dan lingkungan hidup dengan sengaja dilanggar. Pemanfaatan lahanl - ahan di sepanjang sungai, trotoar jalan, taman dan lahan-lahan yang seharusnya dibiarkan bebas dari kegiatan untuk perumahan, perdagangan dan sebagainya merupakan pemandangan yang biasa di kawasan-kawasan perkotaan.

Peraturan perundangan yang ada saat ini yaitu UU No. 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang serta peraturan pelaksanaannya pada dasarnya hanya mengatur tentang bagaimana tata ruang kawasan perkotaan direncanakan, sedangkan bagaimana tata ruang suatu kota tersebut diwujudkan dalam suatu pembangunan tidak diatur dalam peraturan tersebut. Undang-undang No. 4 Tahun 1992 tentang perumahan dan pemukiman berikut peraturan pelaksanaanya sebenarnya sudah mengatur bagaimana suatu kota diwujudkan, baik mulai metode penyiapan lahan maupun pembangunan prasarana dan sarananya.

Namun dalam undang-undang ini hanya sebatas mengatur pembangunan perumahan dan pemukiman. Padahal, dalam pembangunan tata ruang kota tidak hanya sebatas mewujudkan pembangunan perumahan dan pemukiman saja, tetapi juga pembangunan di sektor-sektor yang lain seperti kawasan bisnis dan perdagangan, industri, dan kegiatankegiatan lainnya yang notabene belum diatur secara lengkap dalam peraturan ini. Dengan demikian peraturan perundang-undangan yang ada belum cukup mengatur secara menyeluruh dan memberikan kepastian hukum yang memadai dalam pembangunan kawasan perkotaan secara efisien dan efektif guna menjamin kepentingan masyarakat pada kawasan perkotaan.

Suatu Kabupaten merupakan salah satu wilayah kabupaten yang ada di bagian suatu Propinsi yang saat ini yang sedang berkembang dengan pesat, baik dalam bidang industri, jasa, permukiman, pendidikan, perdagangan, pariwisata maupun transportasi. Sebagai salah satu pusat wilayah pengembangan Suatu  Propinsi  mempunyai tingkat pertumbuhan kota dan pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat serta sistem aktivitas kota sentra pertumbuhan fisik kota.

Seiring dengan perkembangan Kabupaten tersebut, terjadi alih fungsi lahan yang dulunya merupakan lahan pertanian yang tidak terbangun menjadi daerah terbangun (built up area), yang pada gilirannya akan meningkatkan kepadatan, baik kepadatan penduduk maupun kepadatan permukiman. Perluasan lahan terbangun tersebut, baik yang difungsikan sebagai permukiman, perdagangan maupun industri, secara otomatis akan memicu permasalahan penurunan kualitas lingkungan yang diakibatkan oleh limbah yang dihasilkannya. Masalah sampah, polusi udara, pencemaran air dan kemiskinan merupakan masalah pelik yang sering terjadi di wilayah perkotaan, sehingga masalah - masalah tersebut perlu segera ditanggulangi secara terencana dan terpadu.

Masalah lingkungan hidup merupakan masalah yang sangat serius, yang menyangkut kelangsungan hajat hidup orang banyak di bumi ini. Sehingga tidak mengherankan apabila semua lapisan masyarakat membicarakan tentang lingkungan hidup. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat sangat antusias sekali dalam masalah lingkungan yang menyangkut kehidupan mereka dan anak cucunya. Lembaga pemerintahan maupun non pemerintah terus melakukan kegiatankegiatan yang berkaitan masalah masalah perbaikan lingkungan hidup. Namun dalam kenyataannya masalah lingkungan sampai saat ini belum dapat tertangani secara baik bahkan dapat dikatakan terdegradasi. Hal ini dapat disadari karena masalah lingkungan menyangkut berbagai aspek dan masalahnya terus berkembang sehingga dalam penanganannya tidak dapat dipecahkan secara partial atau sektoral tetapi diperlukan keterpaduan dan kesadaran seluruh lapisan masyarakat.

Salah satu agenda pemerintah Kabupaten dalam mengatasi degradasi lingkungan yang saat ini sudah melampaui ambang batas, adalah untuk mewujudkan blue sky city dan millenium city, yaitu dengan jalan pengelolaan lingkungan secara terpadu antar berbagai kepentingan baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Sejalan dengan pemikiran dalam agenda pemerintah tersebut pada bulan September 2007 dilakukan konferensi PBB tentang perubahan Iklim di Bali yang melahirkan suatu kesepakatan bersama antar negara tentang perdagangan karbon guna mengurangi konsumsi karbon yang merupakan penyebab efek gas rumah kaca.

Untuk mewujudkan cita-cita tersebut dan guna mengantisipasi dampak perubahan iklim secara global harus dilaksanakan komitmen bersama yang telah dibangun, termasuk di Kabupaten. Dengan demikian penanganan yang dilakukan selanjutnya dapat berdaya guna dan berhasil guna.

Beberapa kegiatan awal yang merupakan fondasi bagi kegiatan pengelolaan lingkungan secara terpadu telah dilaksanakan di Wilayah Kabupaten. Kegiatan ini meliputi berbagai kegiatan yang terdapat pada instansi lingkungan hidup maupun instansi terkait sesuai dengan bidang tugas pokok dan fungsinya. Selain itu juga melakukan evaluasi atau penilaian kualitas lingkungan yang didasarkan pada hasil pemantauan komponen lingkungan secara terpadu dan standar baku mutu lingkungan yang berlaku.

Hasil evaluasi kualitas lingkungan tersebut nantinya dijadikan sebagai pedoman dalam kegiatan pengelolaan kualitas lingkungan secara terpadu, dan menjadi pedoman dalam pengelolaan serta pengembangan pembangunan kawasan perkotaan berbasis kelestarian lingkungan.

Dengan adanya kebijakan pembangunan kawasan perkotaan yang berbasis kelestarian lingkungan, diharapkan Pemerintah Kabupaten dapat menentukan suatu kebijakan dengan mengoptimalkan pembangunan kawasan-kawasan yang di wilayah Kabupaten. Pengembangan kawasan pemukiman, perdagangan, industri, budaya, fasilitas pelayanan publik dan kawasan hijau dapat dibangun dengan meminimalisasi dampak terhadap lingkungan, namun tetap dapat memenuhi fungsi pelayanan masyarakat.

Berkaitan dengan perencanaan dan pelaksanaan dalam pembangunan tata ruang suatu wilayah, Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI) selaku lembaga independen yang selama ini melakukan fungsi pengawasan dalam pelaksanaan keuangan negara, telah mulai melakukan pemeriksaan berperspektif lingkungan yang dikategorikan sebagai pemeriksaan dengan tujuan tertentu sejak tiga tahun yang lalu. Pemeriksaan ini mulai dilakukan karena adanya kesadaran bahwa lingkungan memegang peranan penting dalam kelangsungan hidup masyarakat terutama setelah terjadinya bencana alam yang melanda Indonesia seperti tsunami, lumpur Lapindo yang pada akhirnya sangat merugikan masyarakat dan bangsa.

BPK-RI mulai melakukan sosialisasi ke daerah-daerah yang bertujuan untuk memberikan gambaran kepada publik mengenai kebijakan BPK-RI untuk melaksanakan pemeriksaan terkait audit lingkungan. Pemeriksaan berperspektif lingkungan (audit lingkungan) salah satunya bertujuan untuk menghitung kerugian keuangan Negara atas kerusakan lingkungan, namun masih dalam taraf metode yang sangat sederhana yaitu dengan menghitung dampak pencemaran yang dihasilkan dari suatu kegiatan atau proyek di suatu daerah.

Dengan adanya kebijakan audit lingkungan ini, akan lebih mendorong pemerintah daerah untuk melaksanakan perencanaan pembangunan tata ruang dengan memperhatikan kaidah-kaidah lingkungan dalam sistem penyelenggaraan dan pemanfaatan penataan ruang di suatu daerah.

TERIMA KASIH




Prosedur Analisis Lingkungan

Prosedur dan Komponen Mekanisme Analisis Lingkungan Pada Pembangunan

Rencana Pembangunan  Jangka Menengah Daerah  (RPJMD) pada  dasarnya  disusun  dengan  menerjemahkan  suatu  proses  pemikiran  strategik  terhadap  kondisi  lingkungan  internal  dan  eksternal  organisasi  yang  disesuaikan  dengan  arahan  kebijakan  pembangunan  nasional  dan  regional,    sehingga  kualitasnya  sangat  ditentukan  oleh  seberapa  jauh  dokumen  RPJMD  dapat mengemukakan  secara  sistematis  proses  pemikiran  strategik  tersebut.  perencanaan  strategik  erat  kaitannya  dengan  proses  penetapan  kemana  arah  daerah  atau  organisasi  akan  diarahkan  pengembangannya  dan  apa  yang  hendak  dicapai  dalam  lima  tahun  ke  depan,  bagaimana  mencapainya dan langkah-langkah strategis apa yang perlu dilakukan untuk mencapai tujuan.

Sebagai  sebuah  proses  perencanaan  strategik maka  salah  satu  tahapan  proses  yang  sangat  penting  adalah  tahap  melakukan  analisis  situasi  dan  identifikasi  isu  strategik  dan  kecenderungan  perkembangannya  serta  melakukan  analisis  atas  kekuatan,  kelemahan,  peluang dan ancaman yang dihadapi dalam pembangunan daerah sehingga dengan demikian   melahirkan  pemahaman  terhadap  subtansi  permasalahan  yang  dihadapi,  dan  kesadaran  terhadap  kemampuan  dan  kelemahan  yang  dimiliki.  Kebijakan  atau  keputusan  yang  tepat   ditentukan  oleh  kualitas  informasi  dan    kedalaman  analisis  terhadap  lingkungan  strategik  yang dilakukan oleh para pengambil keputusan

Dalam  pembangunan  daerah,    perencanaan  strategik  dapat  dipandang  sebagai  suatu  proses  untuk  menentukan  tindakan  masa  depan  yang  tepat,  melalui  urutan  pilihan,  dengan  memperhitungkan  sumber daya  yang  tersedia. Pemikiran  strategiknya  terletak pada  strategi  untuk memanfaatkan sumber daya yang dimiliki untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat  yang  nyata,  baik  dalam  aspek  pendapatan,  kesempatan  kerja,  lapangan  berusaha,  akses  terhadap  pengambilan kebijakan, berdaya  saing, maupun  peningkatan  indeks pembangunan  manusia.,  untuk  menyelesaikan  masalah-masalah  atau  isu-isu  strategik  yang  berkembang.  Hal-hal  tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :

Analisis Lingkungan Internal

Lingkungan  strategis  internal  adalah  faktor-faktor  internal  yang  dimiliki  berupa  kekuatan (strongs) atau potensi dan modal dasar dalam pembangunan sehingga perlu  dipahami  kekuatan  dan  kelemahannya.  Adapun  faktor-faktor  tersebut  diantaranya  adalah :

a)  Kekuatan

Kekuatan  yang  dimiliki  dalam  pengelolaan  pembangunan  daerah  sebagai berikut :

1)  Dimensi  spiritual,  dan  kultural  sebagai  basis  nilai  dalam  pembangunan.

Pada  dasarnya  masyarakat Indonesia adalah masyarakat  yang  religius  dimana  nilai-nilai  keagamaan masih  menjadi  basis  nilai  yang  dianut  pada  segala aktivitas kehidupan masyarakat. Agama memiliki nilai-nilai religi yang  bersifat  universal  antara  lain  kewajiban  manusia  untuk  berupaya  hidup  sejahtera.

Disamping    itu,  masyarakat  Indonesia  juga  memiliki  nilai-nilai  budaya  luhur  yang  mengakar  kuat,  manusia  yang  berbudaya  identik  dengan  sikap  yang  memelihara  keseimbangan  antara    daya  cipta,  karya  dan  karsa,   menghargai  nilai-nilai  kemanusiaan,  memiliki  apresiasi  terhadap  seni,  menghargai  kemajemukan  dan  perbedaan,    hal  ini   menjadi  pula  salah  satu  basis nilai dalam pembangunan daerah.

2)  Letak strategis suatu wilayah.

Letak  geografis sebagai  salah satu wilayah  yang  berada  pada  titik pusat lintasan menuju daerah Sulawesi Tengah dan Tenggara dengan daya  dukung wilayah hinterland, menjadi nilai tersendiri bagi  masyarakatnya terhadap  akses  dengan  wilayah  lainnya. Secara geografis posisi  suatu wilayah sangat  memungkinkan  untuk menjadi daerah transito bagi pelaku ekonomi, dengan demikian suatu wilayah dapat menjadi cadangan distribusi bagi daerah-daerah hinterland yang ada disekitarnya yang memiliki potensi pertanian yang sangat  besar

3)  Perekonomian daerah yang berkembang

Perekonomian telah cukup  maju dengan struktur  ekonomi yang  tidak  lagi  didominasi  oleh  sektor  agraris.  Struktur  ekonomi  suatu wilayah dapat ditopang  oleh  tiga  sektor  utama  yakni  pertanian,  Perdagangan  hotel  dan  restourant,  dan  sektor  jasa-jasa  sehingga  dengan  demikian  struktur  ekonomi  telah menunjukkan perkembangan struktur ekonomi moderen dengan rata-rata  pertumbuhan  sekitar  7,14 %  per  tahun  dengan  income  perkapita  penduduk  telah mencapai Rp. 7,4  juta perkapita.

4)  Kondisi keamanan daerah  yang harus kondusif

Salah  satu  syarat  mutlak  bagi  berlangsungnya  pembangunan  daerah  adalah  terciptanya kondisi keamanan yang kondusif.   Kondisi aman dan damai  telah  tercipta di suatu wilayah sebagaimana telah dibuktikan dengan berlangsungnya  tahapan pesta demokrasi pada Pilkada yang berlangsung dengan baik. Kondisi  seperti ini akan menunjang pergerakan  perekonomian lebih cepat.

5)  Tersedianya Sarana dan Prasarana

Sarana  dan  prasarana  dasar  yang  memadai  menjadi  slah  satu  modal  dasar dalam pembangunan.   Tersedianya sarana dan prasarana perhubungan berupa jalan  dan  transportasi,  listrik,  air  bersih,  telepon,  bank,  sarana  pendidikan,  rumah  ibadah dan rumah sakit, merupakan salah satu bentuk “insentif”, yang  memberikan  kemudahan  bagi  pelaku  ekonomi  untuk  berinvestasi. 

6)  Dukungan partisipasi masyarakat yang tinggi dalam pembangunan

Salah  satu  kunci  sukses  pembangunan  adalah  partisipasi  masyarakat  dalam  pembangunan.  Masyarakat  harus memiliki  tingkat  partisipasi  yang tinggi  dalam  pembangunan  daerah,  antara  lain  terlihat  dari  partisipasi  penggunaan  hak  pilih  pada  Pilkada  kepala  daerah,  partisipasi  yang  tinggi  dalam gerakan bangun praja, partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan  dan pelaksanaan suatu kebijakan publik.

7)  Kualitas sumber daya manusia yang telah berkembang

Kualitas  sumber  daya  manusia  dapat  diukur  dari  Indeks  Pembangunan  Manusia (IPM), yakni nilai rata-rata dari tiga komponen utama pembangunan  manusia yakni pendidikan dengan indikator rata-rata lama sekolah, kesehatan  dengan  indikator usia harapan hidup, dan  ekonomi dengan varitas daya beli.

Analisa Lingkungan Eksternal

Peluang : Peluang  yang  dapat  diraih  dalam  pengembangan suatu wilayah  di masa  yang  akan datang sebagai berikut:

1)  Pelaksanaan Otonomi Daerah

Pelaksanaan  otonomi  daerah  sebagai mana  diatur  dalam Undang-undang  Nomor  32  tahun  2004  pada  prinsipnya memberikan  keleluasaan  kepada  daerah  untuk  mengatur  dan  mengurus  kepentingan  masyarakat  menurut  prakarsa  sendiri  sesuai  aspirasi  masyarakat  serta    kondisi  obyektif  daerahnya.  Otonomi  daerah  akan  dapat  meningkatkan  keberpihakan  pembangunan  kepada  masyarakat,meningkatkan  kualitas  pelayanan  kepada  masyarakat,  meningkatkan  partisipasi  masyarakat  dalam  pembangunan,  serta  mendorong  proses  demokratisasi  di  daerah  ke  arah  yang lebih berkembang.

2)  Dukungan Pemerintah Pusat dan  lembaga pendanaan lainnya

Sebagai  sebuah  kota  yang  telah  mengalami  perkembangan  secara  signifikan,  maka  Pemerintah  Pusat  dan  Pemerintah  Propinsi  harus memberikan  perhatian  khusus  sesuai  dengan  karateristik  daerah.  sebagai  contoh  adalah  apresiasi  yang  diberikan  oleh  pemerintah  pusat  kepada Pemerintah Kota Palopo atas kemajuan pendidikan, pemeliharaan  lingkungan hidup,  pelayanan publik,  dan  proses  demokratisasi. Apresiasi  dari  beberapa  lembaga  internasional  terhadap  kemajuan  tersebut  melahirkan  kepercayaan  dari  beberapa  lembaga-lembaga  donor  seperti  Bank  Dunia  untuk  mengikutsertakan  suatu wilayah dalam  berbagai  program  seperti  Urban  Sector  Development  Reform  Project  (USDRP)  dan  dari  Asian  Developmen  Bank  berupa  program  Neighbourhood  Upgrading  Shelter  Sector  Project,  serta  hibah  bank  Dunia  untuk  pembangunan beberapa  inprastruktur,  yang  tentunya  akan  menjadi  salah  satu  peluang  bagi bergeraknya lokomotif perekonomian suatu wilayah.

3)  Suatu Wiayah sebagai Kota Budaya

Secara  historis  ada wilayah yang merupakan  kerajaan  dan juga ada yang bukan suatu kerajaan.

4)  Kerjasama antar daerah

Suatu Wilayah harus mampu menunjukkan  berbagai  performa  pembangunan  yang  sangat  baik. Hal  ini merupakan  salah  satu  asset dari segi pencitraan sehingga suatu wilayah bisa dikenal dari  luar. Peluang  yang  bisa  diraih  dari  adanya  pencitraan  yang  baik  adalah  terbukanya  peluang kerjasama antar daerah, baik pada skala regional, nasional bahkan  internasional.  Beberapa  infrastruktur  pendukung  dari  kemungkinan  lahirnya  kerjasama  antar wilayah/daerah  telah  siap  untuk  digunakan  dan  dimanfaatkan  antara  lain  adanya  Pelabuhan  tanjung  ringgit,  berkembangnya sarana perhotelan yang rata-rata dari segi pelayanan mulai  meningkatkan  mutunya.  Peluang  ini  tentunya  akan  berpengaruh  pada  meningkatnya  perekonomian  daerah  salah  satunya  adalah  akan  meningkatnya occupancy dan perdagangan antar pulau.

5)  Pemanfaatan Teknologi dan Informasi

Perkembangan dan pemanfaatan Ilmu Pengetahuan dan Teknolgi (IPTEK)  termasuk  telekomunikasi,  media  dan  informatika  (Telematika)  pada  era  globalisasi membuka peluang dan membawa dampak pada perubahan pola pikir  dan  cara  pandang  masyarakat  dalam  melakukan  berbagi  kegiatan  yang berorientasi pada aspek kemudahan akan kecepatan dalam pertukaran  akses  informasi  dan  pelayanan.  Teknolgi  informasi  merupakan  faktor  pendukung bagi pembangunan suatu wilayah yang mencakup aspek politik,  ekonomi,  sosial  budaya  dan  aspek  hukum  yang  mampu  meningkatkan  daya saing dalam menghadapi tantangan globalisasi.

6)  Potensi sumber pembiayaan

Bertumbuhnya lembaga keuangan dan BUMN/BUMD yang ada di  suatu wilayah  akan  menjadi  peluang  bagi  bergeraknya  investasi  pembangunan  daerah.  Hadirnya  berbagai  lembaga  keuangan  yang  memiliki  kredibilitas  tinggi  menjadi indikator pertumbuhan ekonomi dan iklim investasi yang semakin  baik dan menguntungkan.

Berdasarkan  analisis  faktor-faktor  lingkungan  internal  dan  eksternal  tersebut  di  atas, maka dirumuskan beberapa strategi untuk memaksimalkan kekuatan dan meminimalkan  kelemahan  dalam  meraih  dan  memanfaatkan  peluang  yang  dimiliki,  strategi  tersebut  adalah :

a)   Memantapkan  peran  suatu wilayah sebagai  sebagai  pusat  wilayah  pengembangan,  pusat  pelayanan  dan  kawasan  andalan dengan  daya  dukung  hinterland  yang  sangat  potensial,  terutama  produksi  sektor  pertanian,  jasa,  industri, perdagangan

b)   Memaksimalkan peran suatu wilayah sebagai wilayah yang sangat mudah berintegrasi  dengan  pusat wilayah  pengembangan  lainnya.

c)   Mengoptimalkan peluang pengembangan suatu wilayah sebagai salah satu titik  sentral  wilayah dan  memegang  fungsi sebagai pintu gerbang keluar masuknya penunpang, barang dan jasa ke Kota- Kota di wilayah.

d)   Menata pemanfaatan sumber daya yang dimiliki  sebagai modal dasar pembangunan  daerah dengan prinsip pembangunan berwawasan lingkungan yang berkelanjutan.






Saturday, November 17, 2012

Agroforestry Hutan

Sistem Agroforestry Untuk Konservasi Hutan

Program konservasi kawasan hutan yang memiliki keanekaragaman jenis flora fauna tinggi, sebagai habitat satwa langka, pelestarian potensi sumber air dan daerah aliran sungai serta sumber ekonomi masyarakat desa hutan di antaranya menambah dan memperluas kawasan konservasi. Dengan makin meningkatnya pengembangan wilayah di luar kawasan konservasi maka perlu penataan fungsi kawasan untuk meningkatkan nilai dan peluang pemanfaatan kawasan untuk menunjang pembangunan. Di sisi lain adanya kepentingan masyarakat dalam meningkatkan kemampuan ekonominya memberi peluang pula terjadinya peningkatan pemanfaatan sumberdaya tumbuhan dan fisik kawasan secara illegal. Guna memadukan kepentingan ekonomi masyarakat tersebut dengan kepentingan pelestarian keanekaragaman tumbuhan dan ekosistemnya, di antaranya adalah membangun daerah penyangga di luar Kawasan Pelesatarian Alam.

Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, kawasan pelestarian alam adalah kawasan yang mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Selanjutnya dinyatakan bahwa daerah penyangga merupakan wilayah yang berada di luar kawasan suaka alam  maupun kawasan pelestarian alam, baik sebagai kawasan hutan lain, tanah negara maupun tanah yang dibebani hak, yang diperlukan dan mampu menjaga keutuhan suaka alam dan kawasan pelestarian alam. Dengan demikian, daerah penyangga ini mempunyai fungsi yang sangat penting, yaitu untuk mengurangi tekanan penduduk ke dalam kawasan pelestarian dan suaka alam, memberikan kegiatan ekonomi masyarakat dan merupakan kawasan yang memungkinkan adanya interaksi manfaat secara berkelanjutan bagi masyarakat dengan kawasan konservasi.

Tekanan terhadap kawasan yang berupa perambahan, pembukaan lahan hutan memerlukan upaya intensifikasi pengelolaan lahan masyarakat di daerah penyangga. Tujuan pengelolaan daerah penyangga adalah untuk meningkatkan potensi manfaat jasa lingkungan dan nilai ekonomi lahan masyarakat, termasuk upaya merehabilitasi lahan keritis dengan sistem hutan kemasyarakat (Hkm), hutan rakyat (HR) atau agroforestry.

Secara umum manfaat dari sistem pengelolaan hutan bersama masyarakat dengan model agroforestry ini adalah (Michon dan Deforestra, 1995 dalam Michon dan Deforesta, 2000) :

Pelestarian Sumberdaya Genetik Tanaman Hutan

Kekayan jenis dalam areal agroforestry sangat tinggi. Agroforestry yang terletak dekat hutan alam terdapat komponen jenis tumbuhan hutan yang beragam. Agroforestry di Krui Lampung dan di Maninjau Sumatera Barat terdapat 300 spesies tumbuhan. Pada agroforestry banyak ditemukan tumbuhan yang membutuhkan sinar matahari lebih banyak, seperti nangka, sukun, pulai, dan bayur.

Masyarakat desa di Gn Halimun, Jawa Barat banyak memanfaatkan flora hutan untuk kepentingan bangunan, sumber pakan, obat tradisional, kayu bakar, pakan ternak, dan upacara adat sejumlah 464 jenis (Harada at al., 2001), tetapi jenis yang umum dibudidayakan di ladang dalam tiga desa didominasi oleh 20 jenis pohon utama yang bernilai ekonomis tinggi dan cepat tumbuh (Bismark, 2004). Jenis pohon yang dikembangkan di antaranya adalah Maesopsis eminii, Agathis alba, Swietenia macrophylla, Durio zibethinus, Melia azedarah, Paraserianthes falcataria, dan Peronema canescens.

Sumber Buah-buahan

Pulau Jawa, Sumatera, dan Kalimantan yang memiliki keragaman tanaman sekitar 300 jenis di mana 200 jenis termasuk ke dalam tanaman budidaya, dan 50 jenis di antaranya mempunyai nilai ekonomis tinggi. Agroforestry di Sumatera telah melestarikan pohon buah-buahan lebih dari 30 jenis dan di sekitar Bogor lebih 60 jenis. Jenis yang paling dominan adalah mangga, duku, langsat, nangka, manggis, dan jambu-jambuan. Selain itu melestarikan tumbuhan sayuran yang berprotein tinggi seperti melinjo, petai, dan jengkol (Michon dan Mary, 2000). Agroforestry di Sumatera dan Kalimantan merupakan tempat pengembangan pohon buah hutan yang terancam punah. Dengan demikian agroforestry tidak hanya memberikan nilai ekonomi, tetapi juga memberikan nilai pelestarian biodiversitas dan genetik, seperti kelengkeng, rambutan, dan sekitar 20 jenis mangga (Michon dan Deforesta, 1995).

Sumber Sayuran dan Obat-obatan

Tanaman sayuran tumbuh pada stratifikasi bawah dari agroforestry di antara tanaman pohon. Konsumsi sayuran masyarakat desa sehari-hari umumnya berasal dari agroforestry. Di Gunung Ciremai telah dibudidayakan sayuran seperti kubis dan wortel. Selain itu tanaman obat-obatan juga menjadi target penanaman di daerah agroforestry. Sebagai contoh, salah satu desa kecamatan di batas TNGC menghasilkan 28 ton jahe dan 15 ton kunir per tahun sebagai bahan rempah dan obat-obatan (Badan Pusat Statistik Kabupaten Kuningan, 2004).

Sumber Kayu

Di daerah penyangga Taman Nasional Gunung Halimun, masyarakat menanam sengon dan mahoni, dalam 1 keluarga ada yang memiliki 700 batang pohon sengon (Bismark, 2004). Agroforestry di Sumatera Barat telah membudidayakan 40 jenis pohon yang bernilai ekonomis (Michon dan Deforestra, 1995).

Habitat Satwaliar

Agroforestry yang sudah tertata dengan keanekaragaman jenis tinggi dan komposisi tajuk yang baik dapat menjadi habitat dari beberapa jenis satwa, seperti primata, beruang, dan mamalia teresterial. Peran satwa tersebut dapat sebagai penyebar biji-bijian yang membantu proses regenerasi dan peningkatan keanekaragaman tumbuhan.

Dengan demikian, pengembangan hutan rakyat dengan sistem agroforestry memiliki manfaat sebagai rehabilitasi kawasan di daerah penyangga sekitar kawasan taman nasional sekaligus manfaat ekonomis dan ekologis untuk konservasi jenis satwa di luar dan di dalam taman nasional (Bismark, 2002). Hal ini karena hutan rakyat yang memiliki struktur vegetasi menyerupai hutan alam merupakan habitat satwaliar untuk burung dan mamalia mencari pakan burung berupa biji-bijian dan serangga. Hutan tanaman pinus di jalur interaksi daerah penyangga TNGC dapat menjadi habitat elang jawa yang langka. Kondisi lantai hutan yang banyak ditumbuhi tumbuhan bawah sangat potensial untuk habitat mamalia kecil teresterial, sebagai sumber pakan burung predator, dan habitat serangga sebagai pakan burung pemakan serangga.

Konservasi Lahan dan Air


Masalah lingkungan yang umum berkaitan dengan lahan adalah meluasnya lahan kritis dan tingginya tingkat erosi tanah. Di Sulawesi, ladang yang berkembang seluas 10.680 ha dengan topografi 8-35% akan kehilangan unsur hara akibat erosi senilai 4,8 milyar rupiah per tahun (Tjakra Warsa dan hadi Nugroho, 2003) dan biaya penanggulangan erosi di Jawa berkisar 347-415 juta US$ per tahun (Suripin, 2002). Sistem stratifikasi tajuk yang menyerupai hutan dari segi konservasi tanah dan air akan lebih berdampak pada pengaturan tata air dan hujan tidak langsung ke tanah yang dapat mencegah erosi permukaan. Hal ini terlihat dari komposisi jenis dan pola tanam, jenis pohon di ladang, dan hutan rakyat. Sebagai contoh peran pohon dalam peresapan air seperti Calliandra callothyrsus 56%, Parkia javanica 63,9%, dan Dalbergia latifolia 73,3% (Pudjiharta, 1990).

Manfaat lain dari adanya pohon terhadap lingkungan adalah terjadinya siklus hara yang efisien sehingga akan mendukung produktivitas lahan melalui penyuburan oleh berkembangnya mikroba tanah. Tersedianya konsentrasi bahan organik, C, dan N tanah dari serasah akan berpengaruh pada biomasa mikroba tanah, termasuk mikoriza yang aktif menyerap dan menyediakan unsur mikro P, N, Zn, Cu, dan S kepada tumbuhan inang, sehingga siklus hara pada agroforestry bersifat efisien dan tertutup (Riswan et al., 1995).

Kawasan Gunung Ciremai adalah Daerah Aliran Sungai (DAS) dari 43 sungai untuk sumber air irigasi, perikanan, sumber air baku bagi Perusahaan Air Minum (PAM). Dalam kawasan juga terdapat 147 mata air yang mengalirkan air sepanjang tahun antara 50-2.000 l/dt, serta air terjun yang menjadi obyek wisata. Penelitian sebelumnya mencatat bahwa nilai hidrologis dari Gunung Ciremai untuk sektor rumah tangga mencapai 33,5 triyun rupiah per tahun. Suplai air untuk PDAM kota Cirebon dari kawasan Gunung Ciremai adalah 800 l/dt, dan suplai air terbesar adalah 2.500 l/dt untuk pertanian dan perkebunan (Universitas Kuningan, 2004). Nilai tambah dari pelestarian sumber air dan mata air di daerah penyangga TNGC adalah berkembangnya wisata dengan obyek wisata di waduk, sungai atau mata air. Dengan berkembangnya tempat wisata ini masyarakat mendapat tambahan pendapatan rata-rata Rp 100.000 per bulan per keluarga bagi keluarga yang berusaha di bidang jasa.

Agroforestry telah menunjukkan hasil yang positif. Dalam kegiatan ini masyarakat dapat memanfaatkan lahan hutan untuk kegiatan yang menghasilkan tanaman pangan di antara tanaman hutan dan pohon jenis serbaguna. Selain itu masyarakat dapat mengembangkan teknologi budidaya mereka melalui teknik (kearifan) lokal. Seperti pengembangan tanaman pekarangan, kebun, pemeliharaan hutan sekunder, dan kawasan lindung sekitar desa untuk perlindungan tata air dan mengelola hasil hutan dengan cara pemanfaatan hasil hutan non-kayu (getah, madu, gaharu).

Masyarakat desa Sungai Telang, Kabupaten Bungotebo, Jambi secara tidak langsung telah melakukan konservasi keanekaragaman ekosistem melalui kegiatan agroforesty. Penggunaan lahan seperti sawah, ladang, kebun (hutan sekunder muda), belukar (hutan sekunder tua) di desa tersebut diolah dan dimanfaatkan melalui pembuatan agroforestry campuran, sedangkan hutan hanya dimanfaatkan hasil hutan non kayunya saja. Demikian pula, masyarakat Krui yang tinggal di daerah pesisir Kabupaten Lampung Barat telah melakukan konservasi keanekaragaman hayati (biodiversity) sejak lebih 100 tahun lalu melalui pembangunan hutan damar mata kucing dengan pola agroforestry. Pengembangan agroforestry tumbuhan obat di daerah penyangga Taman Nasional Meru Betiri di Kabupaten Jember, Propinsi Jawa Timur telah memberikan kontribusi pendapatan sebesar 23% dari hasil pendapatan, dan frekuensi petani masuk hutan menurun 48%. Disamping itu terjadi peningkatan partisipasi masyarakat dalam kegiatan konservasi, baik konservasi tumbuhan secara eks-situ maupun in-situ. Dari segi ekologi, program agroforestry telah mengubah semak belukar dan lahan kritis menjadi hutan tanaman yang didominasi Parkia roxburghii, Pythecelobium saman, Pangium edule, dan Aleurites moluccana. Agroforestry yang dikembangkan dalam hutan kemasyarakatan di Propinsi Sulawesi Selatan melalui program pendampingan, pelatihan masyarakat, dan program rehabilitasi lahan dengan mengkombinasikan tanaman hutan dan tanaman serbaguna yang biasa dikelola masyarakat, ternyata dari hasil tanaman sela telah memberikan peningkatan pendapatan masyarakat 100% sampai 300%, dan memberikan mata pencaharian baru dalam pengembangan hutan kemasyarakatan di areal 2.000 ha adalah sejumlah 53.000 HOK (Dephut, 2001).

Namun agroforestry yang dilakukan bersifat komersialisasi pada pertanian lahan kering di samping memberikan hasil positif, juga memberikan dampak negatif. Contohnya beberapa sistem agroforestry seperti "talun" di daerah Jawa Barat dengan cara menebang pohon lalu digarap menjadi kebun sayuran komersial ternyata mengeluarkan biaya yang tinggi dan menimbulkan ketergantungan terhadap ketersediaan bahan-bahan yang ada di pasar seperti pupuk kimia, obat-obatan, benih sayur, dan sebagainya. Perubahan sistem agroforestry ini juga mengakibatkan berbagai kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh timbulnya erosi tanah dan degradasi lahan. Hal ini menyebabkan punahnya komponen-komponen penting agroforestry seperti fungsi tata air, penghasil serasah dan humus, habitat satwa liar, perlindungan varietas dan jenis tumbuhan lokal sehingga banyak tumbuhan lokal sebagai sumber pangan buahbuahan, bahan bangunan, kayu bakar, dan bahan baku obat-obatan sudah sangat langka. Di lain pihak, usaha budidaya jenis-jenis yang terancam punah tersebut sangat minim (Setyawati dan Bismark, 2002).