Showing posts with label Sanitasi Lingkungan. Show all posts
Showing posts with label Sanitasi Lingkungan. Show all posts

Tuesday, April 2, 2013

Pencemaran Tanah

Bahan dan Proses Terjadinya Pencemaran Tanah

Tanah merupakan sumberdaya alam yang mengandung benda organik dan anorganik yang mampu mendukung pertumbuhan tanaman. Sebagai faktor produksi pertanian tanah mengandung hara dan air, yang perlu ditambah untuk pengganti yang habis dipakai. Erosi tanah dapat terjadi karena curah hujan yang tinggi yang mempengaruh fisik, kimia, dan biologi tanah. Erosi perlu dikendalikan dengan memperbaiki yang hancur, menutup permukaannya, dan mengatur aliran permukaan sehingga tidak merusak. Komposisi tanah bergantung kepada proses pembentukaannya, kepada iklim, kepada jenis tumbuhan yang ada, kepada suhu, dan kepada air yang ada disana. Pencemaran menyebabkan susu - tanah mengalami perubahan susunanya, sehingga mengganggu kehidupan jasad yang hidup di dalam tanah maupun di permukaan.

Pencemaran tanah dapat terjadi karena hal - hal di bawah ini : Pertama ialah pencemaran secara langsung. Misalnya karena menggunakan pupuk secara berlebihan, pemberian pestisida atau insektisida, dan pembuangan limbah yang tidak dapat dicernakan seperti plastik. Pencemaran dapat juga melalui air. Air yang mengandung bahan pencemar (polutan) akan mengubah susunan kimia tanah sehingga menggangu jasad yang hidup di dalam atau di permukaan tanah. Pencemaran dapat juga melalui udara. Udara yang tercemar akan menurunkan hujan yang mengandung bahan pencemar ini akibatnya tanah akan tercemar juga.

Insektisida ialah obat pembasmi insekta (serangga) yang biasa menggangu tanaman. Pestisida ialah obat pembasmi hama tanaman. Herbisida ialah pembasmi tanaman yang tidak diharapkan tumbuh. Fungisida ialah pembasmi jamur yang tidak diharapkan tumbuh. Robentisida iaah pemusnah binatang mengerat seperti tikus. Akarisida (mitesida) ialah pembunuh kutu. Algisida ialah pembunuh ganggang. Avisida ialah pembunuh burung. Bakterisida ialah pembunuh bakteri. Larvisida ialah pembunuh ulat. Moluksisida ialah pembunuh siput. Nematisida ialah pembunuh nematoda. Ovisida ialah perusak telur. Pedukulisida ialah pembunuh tuma. Piscisida ialah pembunuh ikan. Predisida ialah pembunuh predator (pemangsa). Silvisida ialah pembunuh pohon (hutan) atau pembersih pohon. Termisida ialah pembunuh rayap atau hewan yang suka melubangi kayu.

Di samping itu banyak bahan kimia yang termasuk perstisida juga. namanya tidak berakhiran sida akan tetapi kebanyakan berakhiran an. Atraktan baunya akan menarik serangga. Kemosterilan berfungsi mensterilkan serangga atau vertebrata. Defoliant ialah penggugur daun supaya memudahkan panen. Desikan ialah pembasmi mikroorganisme. Repellan ialah penolak atau penghalau hama. Sterilan ialah mensterilkan tanah dari jasad renik atau dari biji gulma. Stiker ialah perekat pestisida supaya tahan angin dan hujan. Surfaktan ialah zat untuk meratakan pestisida pada permukaan daun inhibitor ialah zat yang dapat menekan pertumbuhan batang dan tunas. Stimulan ialah zat yang dapat mendorong pertumbuhan tetapi mematikan terjadinya buah. Belum semua macam pestisida ini disebut. Karena itu banyak sekali bahan yang mengandung kimia dan dapat membahayakan makhluk hidup, termasuk manusia.




Thursday, March 28, 2013

Aspek Sanitasi Lingkungan

Aspek dan Komponen Sanitasi Lingkungan

Pengertian sanitasi menurut Ehler dan Steel (1958) adalah sebagai usaha untuk mencegah penyakit dengan cara menghilangkan atau mengatur faktor-faktor lingkungan yang berkaitan dengan rantai penularan penyakit tersebut. Menurut Riyadi (1984), sanitasi lingkungan adalah prinsip-prinsip untuk meniadakan atau setidak-tidaknya menguasai faktor-faktor lingkungan yang dapat menimbulkan penyakit. WHO (cit. Sasimartoyo, 2002) memberikan batasan sanitasi yaitu pengawasan penyediaan air minum masyarakat, pembuangan tinja dan air limbah, pembuangan sampah, vektor penyakit, kondisi perumahan, penyediaan dan penanganan makanan, kondisi atmosfer dan keselamatan kerja.

Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa sanitasi lingkungan mempunyai peranan penting dalam usaha untuk memutuskan mata rantai penularan penyakit DBD dengan cara memodifikasi lingkungan yang dapat menjadi tempat perkembangbiakan vektor penular penyakit DBD. Hasil penelitian Sumengen (1989) di Kodya Sukabumi, Propinsi Jawa Barat, didapat hasil bahwa pengawasan sanitasi lingkungan secara konsisten lebih efektif menurunkan indeks jentik daripada intervensi lain dengan penurunan house index mencapai 13,3, container index 1,0 dan breteau index 13,4.

Ruang lingkup usaha sanitasi lingkungan

Ruang lingkup kegiatan sanitasi lingkungan menurut Riyadi (1984) antara lain mencakup sanitasi perumahan, sanitasi makanan, penyediaan air bersih, pengelolaan sampah, pembuangan air limbah dan kotoran manusia serta pemberantasan vektor. Menurut Depkes RI (1985), usaha perbaikan sanitasi lingkungan merupakan salah satu cara untuk menjaga populasi vektor dan binatang pengganggu tetap pada suatu tingkatan tertentu yang tidak menimbulkan masalah kesehatan.

Pada prinsipnya, usaha sanitasi bertujuan untuk menghilangkan sumber- sumber makanan (food preferences), tempat perkembangbiakan (breeding place) dan tempat tinggal (resting place) yang sangat dibutuhkan vektor dan binatang pengganggu. WHO (2001) menyatakan bahwa aspek penyediaan air bersih, pengelolaan sampah dan perbaikan disain rumah sangat penting kaitannya dengan upaya pengendalian vektor Demam Berdarah Dengue (DBD).

Aspek sanitasi lingkungan

a. Penyediaan air bersih

Sistem penyediaan air untuk keperluan rumah tangga memegang peran penting dalam membangun kehidupan yang sehat. Apabila penduduk memiliki sistem penyediaan air yang aman, seperti sistem perpipaan yang mampu melayani kuantitas dan kualitas air yang cukup, maka penduduk tidak perlu lagi menyediakan Tempat Penampungan Air (TPA) yang menjadi tempat kehidupan telur, larva, pupa Aedes dan menjadi nyamuk Aedes dewasa, dengan demikian kontainer yang dapat menjadi tempat perkembangbiakan jentik berkurang. Sebagai contoh, kota-kota di Spanyol yang letaknya dekat dengan pelabuhan laut yang persediaan airnya terjamin, kontainer yang terinfeksi jentik Aedes berkurang sehingga nyamuk Ae.aegypti sedikit (Focks, 1997).

Kebiasaan penyimpanan air untuk keperluan rumah tangga yang mencakup gentong, baik yang terbuat dari tanah liat, semen maupun keramik serta drum penampungan air. Wadah atau tempat penyimpanan air harus ditutup rapat-rapat setelah diisi penuh dengan air. Jika habitat jentik juga mencakup tangki di atas atau bangunan pelindung jaringan pipa air, bangunan atau benda tersebut harus dibuat rapat. Bangunan pelindung pintu air dan meteran air harus dilengkapi dengan perembesan sebagai bagian dari tindakan pencegahan. Tumpah bocornya dalam bangunan pelindung, dari pipa distribusi, katup air, meteran air dan sebagainya, menyebabkan air tergenang dan dapat menjadi habitat yang penting untuk Ae. aegypti (WHO, 2001).

Sutomo (2005) mengatakan bahwa adanya tempat penampungan air baik di dalam maupun di luar rumah menjadi tempat kehidupan dan perkembangan telur menjadi jentik, pupa, dan akhirnya nyamuk Aedes dewasa yang menularkan DBD.

b. Pengelolaan sampah

Sampah adalah limbah yang berbentuk padat atau setengah padat yang berasal dari hasil kegiatan manusia pada suatu lingkungan pemukiman. Sampah terdiri dari bahan organik dan anorganik, logam atau non logam, dapat terbakar atau tidak mudah terbakar tidak termasuk buangan biologis (kotoran) manusia (Depkes, 1989). Upaya pengelolaan sampah rumah tangga yang dapat diterapkan keluarga untuk mengendalikan tempat berkembangbiaknya Ae. aegypti menurut WHO (2001), antara lain; sampah anorganik seperti kaleng, botol, ember atau benda tidak terpakai lainnya dibuang dan dikubur dalam tanah; peralatan rumah tangga (ember, mangkuk dan alat penyimpan tanaman) harus disimpan dalam kondisi terbalik; pengisian pasir/tanah pada rongga pagar di sekeliling rumah, botol kaca, kaleng dan wadah lainnya ditimbun, dihancurkan atau didaur ulang untuk industri; sampah tanaman (batok kelapa, pelepah kakao) harus dibuang dengan benar; ban-ban bekas yang tidak digunakan harus dikumpulkan dan diletakkan dalam keadaan kering serta terlindung dari air hujan.

Pengelolaan sampah yang tidak efektif mengakibatkan adanya tempat-tempat yang dapat menampung air, termasuk pecahan botol, kaleng, plastik, ban bekas, pot bunga, pelepah daun, dan lain sebagainya, di sekitar perumahan, tempat-tempat umum (TTU) dan sekolah. Pada waktu hujan tempat-tempat tersebut menjadi tempat penampungan air hujan dan menjadi tempat kehidupan jentik Aedes (breeding habitats). Hasil penelitian Tan BT dan BT Teo (cit. Hasyimi. M dan Soekirno M, 2004) di Singapura pada tahun 1996 menemukan adanya jentik (18,7%) pada tempat air bekas. Riyadi (2005) di Lubuk Linggau menemukan adanya jentik Aedes pada ban bekas (57,89%), tempurung (40%), ember bekas (33,33%) dan kaleng bekas (19,67%).



Tuesday, January 22, 2013

Sanitasi Air Bersih

Akses dan Sanitasi Air Bersih 

Lemahnya pengelolaan lingkungan di Indonesia, memberikan dampak negatif terhadap sektor air bersih dan sanitasi. Terbatasnya ketersediaan air baku menjadi salah satu masalah yang dihadapi dalam penyediaan layanan air bersih di Indonesia. Berdasarkan laporan MDGs 2010 yang diterbitkan oleh Bappenas, jumlah rumah tangga yang memiliki akses terhadap air bersih yang layak sebanyak 47,71% dan rumah tangga yang memiliki akses sanitasi sebanyak 51,19%. Target yang ingin dicapai Indonesia pada tahun 2015 sebesar 68,87% untuk air bersih dan 62,41% untuk sanitasi.

Berita acara yang disusun oleh Unicef dan WHO baik pada tahun 2008 maupun 2010 menunjukkan bahwa 80% penduduk Indonesia telah memliki akses terhadap air bersih. Sedangkan laporan ADB meskipun tidak menyebutkan angka, menunjukkan bahwa Indonesia berada pada off track untuk tercapainya MDGs air bersih dan sanitasi. Jika dilihat lebih dalam lagi, semua laporan tersebut menunjukkan rendahnya akses masyarakat Indonesia terhadap air perpipaan, padahal air perpipaan dipandang sebagai air yang memiliki kualitas yang dapat diandalkan dan lebih sehat dibandingkan dengan sumber air lainnya. Apabila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN, bisa dikatakan Indonesia masih tertinggal, kecuali jika dibandingkan dengan Kamboja Malaysia misalnya, akses masyarakat terhadap air bersih telah mencapai 100%, dimana 97% berasal dari air perpipaan. Demikian pula dengan Thailand yang akses air bersihnya telah mencapai 98%.

Pembiayaan air bersih dan sanitasi menjadi salah satu penyebab rendah tingkat keterkasesan masyarakat terhadap air bersih. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Water and Sanitation Program (WSP) Bank Dunia, terkait dengan pembiayaan publik untuk sektor air bersih dan sanitasi pada tahun 2006, menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara peningkatan PDB di daerah dengan peningkatan alokasi pembiayaan untuk sektor air bersih dan sanitasi. Studi tersebut juga menyatakan bahwa pengeluaran pemerintah (nasional, provinsi dan kabupaten/ kota) pada tahun 2002 untuk pembangunan di sektor air bersih dan sanitasi, rata-rata hanya 0,64 % dari PDB.

Salah Kelola Air di Indonesia

Secara umum, Indonesia menjadi satu dari sedikit negara yang “ditakdirkan” memiliki sumber daya air berlimpah. Berbagai laporan mengenai kondisi neraca air Indonesia menunjukkan bahwa Indonesia masih mengalami surplus air. Meskipun demikian, terdapat beberapa pulau di Indonesia yang telah mengalami defisit air. pada dasarnya bahwa persoalan sumber daya air di Indonesia tidaklah disebabkan kelangkaan ketersediaan air, tetapi lebih kepada ketidakmampuan negara untuk mengelola sumber daya air. Kebijakan pembangunan yang terlalu bertumpu di Jawa, menyebabkan 65 % penduduk Indonesia saat ini bermukim di pulau Jawa dengan daya dukung air yang semakin terbatas. Bukan sesuatu yang mengherankan jika Jawa mengalami defisit air.

Menurut Widianarko (2009), banyaknya permasalahan dalam pengelolaan sumber daya air akibat kurang memperhatikan relasi kompleks antara air, ekosistem dan manusia. Hal ini dapat terjadi karena paradigma dominan dalam pengelolaan sumber daya air adalah pendekatan manajemen dan ekonomi. Dominasi epistemologi yang ekonomistik cenderung menafikan kenyataan bahwa air adalah entitas sarat makna – bukan sekedar komoditi. Lebih lanjut Widianarko berdasarkan Clough-Riquelme (2003) menyatakan bahwa, perdebatan di seputar sumber daya air yang tampaknya masih akan berlangsung terus setidaknya menegaskan tiga hal, yaitu: (1) keterbatasan kapitalisme dalam menangani sumber daya air, (2) peran esensial negara dalam distribusi sumber daya air, dan (3) perlunya kepatuhan terhadap prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dalam pengelolaan sumber daya air.

Di tengah perdebatan tersebut, sebenarnya keberlanjutan sumber daya air di dunia saat ini, sedang menghadapi tiga (3) tantangan berat, yaitu: (1) kebutuhan yang terus meningkat (rising demand), (2) distribusi yang air tawar yang tidak merata (unequal distribution) dan (3) pencemaran air yang semakin meningkat (increasing pollution) (Davis and Cornwell, 1998). Rejim pengelolaan sumberdaya air di suatu kawasan atau negara akan gagal total jika tidak memperhitungkan ketiga tantangan tersebut dalam agenda programnya.

Kondisi Layanan Air Perpipaan di Indonesia

Rendahnya tingkat keterkasesan penduduk Indonesia terhadap air bersih bukan hanya akibat buruknya pengelolaan lingkungan, tetapi juga persoalan-persoalan lain termasuk soal pembiayaan infrastruktur air bersih dan lemahnya kapasitas penyedia layanan air bersih di Indonesia. Secara total terdapat 392 PDAM di Indonesia yang tersebar di 77 kota dan 315 kabupaten, dengan 31 diantaranya merupakan PDAM besar yang memiliki jumlah pelanggan lebih dari 50.000. Cakupan layanan PDAM secara nasional hanya mencapai 24% (8.006.814 jiwa). Berdasarkan data yang dimiliki BPKP tahun 2009, lebih dari 62,65% PDAM di Indonesia berada dalam kondisi tidak sehat, sedangkan sisanya berada berada dalam kondisi sehat . Namun PDAM yang mendapatkan kategori sehat, bukan berarti memiliki cakupan layanan yang besar, karena kategori sehat diukur melalui beberapa indikator yaitu kinerja manajemen, keuangan, dan teknis. Dengan demikian, PDAM yang sehat pun belum tentu memiliki cakupan layanan yang besar.

Air sebagai Sumber Daya yang Unik

Tiada satupun manusia di dunia yang tidak mengakui air sebagai barang yang paling penting bagi kehidupan. Kedudukan yang vital dan sangat khas telah menjadikan air sebagai barang yang pengaturannya sangat kompleks dan menimbulkan penafsiran yang beragam. Beberapa kalangan meyakini bahwa air merupakan public goods, yaitu barang yang non-rival dimana apabila barang tersebut dikonsumsi oleh seseorang maka tidak akan mengurangi kesempatan orang lain untuk ikut mengkonsumsinya. Selain itu dalam public goods juga melekat sifat nonexcludable yang berarti hampir tidak mungkin (mustahil) meniadakan hak seseorang untuk mengkonsumsinya. Dalam konteks ini, pemahaman air sebagai public goods bisa dikatakan benar jika air masih berada dalam kondisi tidak terbatas, persoalannya saat ini adalah air ditengarai dalam kondisi terbatas. Konsepsi air sebagai public goods saat ini lebih menekankan pada kepemilikan publik daripada menunjukkan ketidakterbatasan air. Sehingga public goods dalam hal ini lebih merupakan konsepsi hukum ketimbang ekonomi. Pandangan lain adalah air merupakan common pool resources, yang bersifat terbatas namun tidak tergantikan. Common pool resources dianggap sebagai konsepsi yang paling pantas diterapkan dalam air.

Menurut Hadipuro (2009), sebagai common pool resources air memiliki banyak wajah terkait dengan hak kepemilikan. Pertama air bisa menjadi open access yang bercirikan tidak adanya hak kepemilikan yang dapat diklaim untuk ditegakkan, kedua air sebagai hak milik komunitas atau kelompok dimana hak milik ada pada anggota komunitas, selain anggota komunitas dilarang untuk ikut menggunakannya, ketiga air sebagai hak milik pribadi atau individu, yang tentunya mengeksklusi semua pihak lain untuk menggunakannya, dan terakhir air sebagai hak milik negara dimana pemerintah sebagai wakil negara dapat mengeluarkan regulasi atau memberikan subsidi dalam penggunaannya. Lebih lanjut Hadipuro mengatakan perbedaan rezim pemilikan akan menghasilkan outcomes yang berbeda pula, karena institusi yang melekat pada satu rezim hak milik menentukan akses, penggunaan, eksklusi, manajemen, monitoring, pemberian sanksi dan arbitrasi jika terjadi masalah.

Terkait dengan hak kepemilikan tersebut, persoalan selanjutnya adalah bagaimana sebaiknya air sebagai barang yang terbatas harus dikelola. Pendukung mekanisme pasar bersikukuh bahwa pendekatan pasar lah yang paling baik untuk mengelola air yang terbatas tersebut. Konsekuensi logis dari pendekatan ini tentu saja pemberian nilai ekonomi untuk air, memperlakukan air sebagai barang ekonomi, dan hak milik pribadi. Penganut paham pasar percaya bahwa keterbatasan air, salah satunya terjadi akibat penggunaan yang tidak efisien, dengan kata lain boros air. Hal ini terjadi karena air tidak diberi harga dan kalaupun diberikan harganya terlalu murah dan tidak mencerminkan nilai ekonomi air.

Oleh karenanya air harus diberi harga, dan kemudian harga inilah yang akan mengontrol permintaan, yang pada akhirnya akan membuat air yang terbatas dapat teralokasi dengan baik. Pertanyaannya kemudian, harga yang ditetapkan pada air merupakan cerminan dari nilai kegunaan air atau nilai pertukaran air. Jika air dipahami dan diyakini sebagai benda yang sangat vital dan tidak tergantikan, maka harga yang melekat pada air sebenarnya merupakan nilai pertukaran air. Nilai ini biasanya muncul atas pertimbangan supply dan demand, Pada titik inilah sebenarnya banyak pihak meragukan penetapan nilai ekonomi air. Sebagai kebutuhan dasar, permintaan akan air tidak mungkin dibatasi hanya karena persoalan daya beli. Seseorang tidak akan pernah berhenti untuk dapat memperoleh air sebagai kebutuhan dasar, meskipun harus mengorbankan kebutuhan yang lainnya. Banyak pihak semakin ragu dengan pendekatan pasar yang diterapkan di air, ketika air harus diperlakukan sebagai barang ekonomi. Menurut Gleick (2002), mengelola air sebagai barang ekonomi adalah air akan dialokasikan kepada pengguna yang saling bersaing satu dengan yang lain sedemikian rupa sehingga memberikan nilai maksimal pada pemanfaat. Nilai maksimal yang dimaksud disini tentu saja nilai pertukaran.

Hal ini diyakini akan menempatkan kelompok masyarakat miskin menjadi kalah bersaing, karena tidak mampu mencapai nilai maksimal yang diinginkan. Keraguan bahwa mekanisme pasar dapat bekerja dengan baik, mendorong munculnya pendekatan baru terhadap air, yakni pendekatan air sebagai hak asasi manusia. Pendekatan ini pada dasarnya telah diupayakan cukup lama, namun baru terlihat hasilnya pada tahun 2002 ketika Komite Ekonomi Sosial dan Budaya (Ekosob) PBB, membuat komentar umum tentang hak atas air. Selain itu seperti yang diungkapkan di awal, pertengahan tahun 2010 Majelis Umum PBB telah mendeklarasikan air bersih dan sanitasi sebagai hak asasi manusia. Menariknya, pendekatan air sebagai hak asasi ini belakangan juga digunakan oleh kelompok yang mendukung air sebagai barang ekonomi. Kelompok ini percaya bahwa dengan kemampuan finansial dan kapasitas manajerial yang dimiliki, mampu membantu terwujudnya pemenuhan hak atas air.

Pendekatan hak asasi manusia, meyakini bahwa negara menjadi pihak yang paling bertanggung jawab untuk menghormati, melindungi dan memenuhi hak atas air. Menurut Benny D. Setianto (2009), penghormatan akan hak atas air dapat dilakukan dengan usaha-usaha untuk menjamin aksesabilitas individu maupun kelompok, termasuk pengelolaannya. Bentuk pemajuan hak atas air dapat diwujudkan dengan adanya rencana yang cukup tegas akan ketersediaan segi kuantitas maupun kualitas. Sementara itu pemenuhan hak atas air, disamping memperhatikan kedua hal tersebut juga memberikan jaminan bahwa ketersediaan dan aksesabilitasnya dapat menjangkau rakyat yang lebih membutuhkan sekaligus juga dapat dijangkau oleh penghasilan kebanyakan masyarakat

Meskipun banyak pendekatan dan cara pandang terhadap air, faktanya saat ini pendekatan pasar dengan menempatkan air sebagai barang ekonomi berada pada posisi terdepan. Hal ini disebabkan air sebagai barang ekonomi sejalan dengan paradigma pembangunan yang berkembang saat ini, dimana peran negara dalam pembangunan sebisa mungkin diminimalkan. sebagai barang ekonomi, menjadi usulan utama dalam kerangka melakukan reformasi pengelolaan sumber daya air hampir di seluruh negara termasuk Indonesia.

Air Bersih dan Sanitasi; Antara Hak dan Komoditas

Kurang lebih enam tahun yang lalu, pemerintah Indonesia mengesahkan UU No.7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air yang merupakan salah hasil dari reformasi kebijakan pengelolaan sumber daya air di Indonesia. Reformasi ini sejatinya telah dimulai sejak tahun 1997 bersamaan dengan krisis ekonomi yang menimpa Indonesia saat itu. Hadirnya UU No.7 Tahun 2004, menimbulkan pro-kontra di masyarakat pada saat itu. Aktivis hak asasi dan lingkungan berpendapat bahwa UU Sumber Daya Air didasarkan terutama oleh cara pandang air sebagai barang ekonomi bukan air sebagai public goods, sehingga dikhawatirkan akan membuat kelompok masyarakat miskin akan semakin jauh untuk mendapatkan akses terhadap air. Sebagai bentuk penolakan terhadap UU Sumber Daya Air, beberapa kelompok masyarakat sipil kemudian mengajukan Judicial Review terhadap UU tersebut ke Mahkamah Konstitusi pada tahun 2004. Setelah melalui proses persidangan selama kurang lebih satu tahun, Mahkamah Konstitusi akhir memutuskan untuk menolak gugatan yang diajukan kelompok masyarakat sipil terhadap UU Sumber Daya Air. Salah satu hal yang menarik dari persidangan Judicial Review UU Sumber Daya Air adalah bagaimana Mahkamah Konstitusi melihat dan memahami air serta bagaimana sebaiknya air dikelola sehingga mereka memutuskan bahwa tidak ada pelanggaran konstitusional dalam materi UU Sumber Daya Air.

Mahkamah Konstitusi mencoba menyelaraskan UU Sumber Daya Air dalam semangat konstitusi Indonesia dengan perkembangan yang terjadi dalam konteks air sekarang ini. Hal ini terlihat dimana Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa selain negara memiliki kewajiban untuk menghormati, melindungi dan memenuhi hak atas air, negara juga berkewajiban untuk mengatur pemanfaatan sumber daya air, karena pengaturan ini sangat penting agar manusia tetap hidup. Hal lain bisa dilihat dari cara pandang Mahkamah Konstitusi dalam perdebatan mengenai Hak Guna Air, yang menurut Mahkamah Konstitusi merupakan cerminan dari keselarasan antara hak asasi manusia dan fungsi-fungsi ekonomi yang melekat pada air. Hak Guna Pakai Air merupakan cerminan hak asasi manusia, sedangkan Hak Guna Usaha Air merupakan cerminan dari fungsi ekonomi air. Hak Guna Usaha Air adalah instrumen sistem perizinan yang digunakan oleh pemerintah untuk membatasi jumlah atau volume air yang dapat diperoleh atau diusahakan oleh yang berhak.

Begitupun dalam memahami mengenai siapa yang memiliki air, meskipun Mahkamah Konstitusi secara tegas menyatakan air merupakan public goods, namun hak milik pribadi yang juga merupakan hak asasi manusia juga menjadi salah satu pertimbangan. Berdasarkan itu, menurut Hamid Chalid (2009), negara memiliki kekuatan hukum “menguasai” air dan sumber-sumbernya untuk memungkinkan tegaknya hak asasi manusia atas air itu tanpa ada kemungkinan pelanggaran atas hak atas milik pribadi yang juga merupakan hak asasi manusia. Lebih lanjut Chalid menyatakan bahwa secara umum putusan Mahkamah Konstitusi telah mengembalikan UU Sumber Daya Air ke jalur yang sesuai dengan UUD 1945. Namun dalam prakteknya, tafsir Mahkamah Konstitusi yang ingin menyelaraskan fungsi sosial dan fungsi ekonomi sangat berbeda dengan apa yang dipikirkan oleh pemerintah sebagai pembuat UU Sumber Daya Air. Satu bulan sebelum Mahkamah Konstitusi memberikan putusan terhadap uji materiil UU Sumber Daya Air, pemerintah telah membuat Peraturan Pemerintah (PP) No.16 Tahun 2005 tentang Sistem Penyediaaan Air Minum (SPAM) yang isinya bertentangan dengan tafsir Mahkamah Konstitusi soal UU Sumber Daya Air. Dalam menyelenggarakan layanan air minum (bersih) menurut PP No.16/2005, tarif yang dibuat harus didasarkan prinsip “full cost recovery” yang sering disebut harga keekonomian.

Prinsip ini merupakan dasar bagi terlibatnya sektor swasta dalam penyediaan layanan air. Hak penguasaan yang di dalam tafsir Mahkamah Konstitusi meliputi perumusan kebijakan, pengurusan dan pengaturan, pengelolaan, dan pengawasan, sebagian menjadi hilang dengan hadirnya PP No.16/2005, dimana pengurusan dan pengelolaan bisa diserahkan kepada swasta dengan mengedepankan prinsip full cost recovery. Lebih esktrem lagi, PP No.16 tahun 2005, menyatakan bahwa penyedia layanan air minum (bersih), bisa memutus sambungan air jika pemakai atau pelanggan tidak memenuhi kewajibannya sebagai pelanggan atau pemakai. Aturan ini semakin memperjelas apa yang diinginkan oleh pemerintah dalam penyediaan layanan air di Indonesia.

Air Bersih dan Kebijakan Sosial

Berdasarkan uraian sebelumnya, sebenarnya terlihat bahwa terdapat kebingungan dalam memahami bagaiamana seharusnya air di kelola dan kemudian didistribusikan bagai sebesarbesar kemakmuran rakyat. Kebingungan ini berimplikasi kepada kebijakan dan aturan terkait dengan penyediaan layanan air bersih dan sanitasi. Pada satu sisi konstitusi Indonesia mengakui bahwa air merupakan “public goods” dengan pendekatan hak asasi menjadi pendekatan utama, pada sisi yang lain terdapat kebimbangan bagaimana harus mengelola layanan air bersih sebagai kegiatan ekonomi tanpa harus meninggalkan cara pandang air yang sesuai dengan konstitusi yang berlaku di negara ini.

Apabila melihat sejarah penyediaan layanan air bersih di Indonesia, bisa jadi kebimbangan yang terjadi pada saat ini salah satunya dipicu oleh sejarah kelam penyediaan layanan air bersih di Indonesia, sehingga pada saat air bersih dan sanitasi mulai menjadi diskusi global, Indonesia masih belum memiliki kerangka dasar yang bisa dijadikan pijakan dalam penyediaan layanan air bersih ataupun sanitasi.

Sebagai negara berkembang, sejarah layanan air bersih di Indonesia memiliki kesamaan dengan negara-negara berkembang lainnya dimana layanan air bersih merupakan warisan kolonial. Pada saat itu layanan air bersih memang hanya diperuntukkan bagi kepentingan elit kolonial belaka dan bagi masyarakat biasa yang ingin mendapatkan layanan air bersih harus membayar dengan harga yang mahal. Kondisi ini kemudian meninggalkan warisan fisik berupa jaringan infrastruktur yang tidak utuh. Dengan alasan ketiadaan dana, memang sangat sedikit sekali atau bahkan tidak ada investasi publik yang dialokasikan bagi infrastruktur air bersih. Kesadaran akan pentingnya layanan air bersih juga belum muncul pada saat itu.

Pada awal orde baru, ketika Indonesia mulai banyak melakukan pembangunan termasuk air bersih, pembiayaannya diperoleh melalui hutang luar negeri. Sejak saat itu, pembangunan air bersih memang sangat bergantung pada mekanisme dan kebijakan yang dianut oleh Lembaga Keuangan Internasional seperti Bank Dunia atau ADB. Orde baru yang kemudian berkembang menjadi rezim otoriter ditambah dengan dominasi pemerintah pusat, hutang luar negeri dan ketiadaan cara pandang yang baik bagaimana seharusnya layanan dasar seperti air harus dikelola, menjadikan pembangunan di sektor air bersih tidak bisa berjalan dengan baik.

Persoalan “public health” tidak pernah atau setidaknya terlambat menjadi salah satu basis pembangunan di sektor air bersih dan sanitasi. Kesadaran yang nyata akan pentingnya air bersih dan sanitasi di Indonesia baru muncul pada akhir 90-an, dan menjadi terasa sangat terlambat. Kebingungan ini sangat terlihat ketika pada tahun 2008, pemerintah mencanangkan program 10 juta sambungan air bersih yang harus dicapai pada tahun 2013. Program yang ditujukan untuk mempercepat pencapaian Indonesia dalam MDGs dengan kebutuhan dana mencapai kurang lebih Rp. 70 triliun, menjadi sangat tidak mungkin untuk tercapai.Pada satu sisi sangat tidak memungkinkan menyerahkan program tersebut kepada PDAM yang sebagian besar berada dalam kondisi tidak sehat ditambah dengan rendahnya investasi pemerintah, pada sisi yang lain juga tidak mungkin menyerahkan sepenuhnya program tersebut kepada sektor swasta.

Bentuk kebingungan lain adalah, adanya dualisme kebijakan dalam penyediaan layanan air bersih di Indonesia, yaitu tetap mempertahankan PDAM sebagai satu-satunya utilitas penyedia layanan air bersih dan memperkenalkan pendekatan pasar dalam tata kelola PDAM, termasuk dengan memperkenalkan swastanisasi atau Public Private Partnerships (PSP). Parahnya, ketika sektor swasta diizinkan untuk terlibat, tidak disertai dengan kebijakan ataupun regulasi yang baik. Posisi pemerintah dan sektor swasta dibiarkan berada dalam kondisi setara dan kerjasama dengan pihak swasta dibuat melalui mekanisme hukum private (kontrak), yang sebenarnya bertentangan dengan cara pandang yang dimiliki oleh Mahkamah Konstitusi. Dengan demikian, sebenarnya apa yang bisa dilakukan dalam kondisi penyediaan layanan air bersih dan sanitasi yang telah terlanjur berantakan seperti ini ? Bisa jadi jawabannya sangat tidak mudah, tetapi bisa dimulai kembali. Setidaknya, cara pandang air sebagai “public goods” yang selaras dengan mandat konstitusi di negara ini harus dijadikan pijakan awal. Berdasarkan pijakan awal tersebut, kemudian diurutkan kembali bagaimana seharusnya peran negara dalam kerangka hak penguasaan atas air dan bisa mengatasi berbagai tantangan yang dihadapi dalam kerangka penyediaan layanan air bersih dan sanitasi di Indonesia, yaitu pembiayaan infrastuktur, sosial politik, dan lingkungan.

Dalam kerangka menjawab tantangan tersebut di atas dan memastikan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat, kebijakan sosial yang baik harus dibuat. Pada sektor air bersih dan sanitasi, hadirnya kebijakan sosial memiliki sejarah yang panjang dan telah diterapkan di negara-negara seperti Inggris, Perancis, Brazil dan Wales. Terlepas dari mana pembiayaan dan kebijakan sosial apa yang digunakan, yang harus diperhatikan adalah kebutuhan investasi. Seringkali kebutuhan investasi untuk layanan air bersih dan sanitasi menjadi sangat besar karena didasarkan oleh usulan-usulan dari luar. Seharusnya kebutuhan investasi harus berdasarkan pada analisa lokal melalui proses yang demokratis. Penyedia layanan air bersih seperti PDAM, seharusnya memanfaatkan desentralisasi untuk melakukan analisa kebutuhan investasi, bukan hanya menunggu atau menerima usulan-usulan investasi dari luar.

Pelayanan air bersih dan sanitasi merupakan kegiatan padat modal, sehingga untuk memelihara jaringan yang ada atau memperluas jaringan dibutuhkan biaya yang besar. Sumber-sumber pendapatan publik, harus mampu mengcover kebutuhan akan layanan air bersih dan sanitasi. Di Indonesia, pembiayaan layanan air biasanya bersumber dari pajak dan retribusi. Yang perlu diingat adalah, retribusi hanya bisa di dapat dari masyarakat yang memiliki koneksi terhadap sistem air bersih. Persoalan menjadi lebih rumit jika retribusi air harus menutup seluruh biaya (full cost recovery), karena meskipun terdapat mekanisme subsidi silang, retribusi tidak berkaitan dengan kekayaan atau pendapatan seseorang. Retribusi hanya terkait dengan tingkat konsumsi seseorang terhadap air. Tidak ada jaminan, bahwa orang yang berpendapatan lebih tinggi mengkonsumsi air lebih banyak dibandingkan orang yang berpendapatan lebih rendah. Apalagi jika upaya untuk mencari pelanggan baru dengan tingkat pendapatan yang tinggi juga mulai jenuh (akibat pasar yang tidak ada maupun keterbatasan air baku), bisa dipastikan upaya perluasan jaringan akan terhambat, meskipun sudah ditetapkan pengelompokkan pelanggan.

Dengan kata lain, subsidi silang melalui retribusi jarang sekali dapat membantu pembiayaan layanan air bersih atau sanitasi. Selain itu, solidaritas antar warga menjadi kurang terbangun karena keseluruhan pembiayaan dibebankan hanya kepada masyarakat yang memiliki koneksi terhadap sitem layanan air. Oleh karenanya, pajak menjadi menjadi alternatif pembiayaan. Pada beberapa negara di Inggris misalnya, pembiayaan layanan air diperoleh melalui pajak properti bukan melalui konsumsi air. Sedangkan di Jerman dan Italia, pembiayaan layanan air bersih di danai melalui subsidi silang antar layanan publik yang mendasar, misalnya melalui laba yang diperoleh layanan listrik. Lebih jauh, sebagai sebuah layanan publik maka pajak merupakan instrumen yang paling baik dalam pembiayaan layanan air bersih. Perluasan basis pajak menjadi sangat penting dilakukan. Dalam konteks ini, pendapatan pajak nasional menjadi lebih bermanfaat ketimbang pajak daerah, dimana mekanisme subsidi silang melalui pajak bisa lebih terjamin keberlanjutannya. Dengan demikian, pemerintah pusat berperan penting dalam pembiayaan air bersih dan sanitasi, karena pemerintah pusat yang memiliki basis pajak paling besar. Mekanisme seperti ini, dilakukan di banyak negara baik negara maju ataupun berkembang.



Tuesday, January 15, 2013

Sanitasi Rumah


Standar dan Syarat Sanitasi Rumah Rumah Sehat

Sanitasi lingkungan adalah Status kesehatan suatu lingkungan yang mencakup perumahan, pembuangan kotoran, penyediaan air bersih dan sebaginya (Notoadmojo, 2003). Sementara pengertian rumah merupakan salah satu persyaratan pokok bagi kehidupan manusia. Rumah atau tempat tinggal manusia, dari zaman ke zaman mengalami perubahan. Pada zaman purba manusia bertempat tinggal digua-gua, kemudian berkembang, dengan mendirikan rumah tempat tinggal di hutan-hutan dan dibawah pohon. Sampai pada abad modern ini manusia sudah membangun rumah (tempat tinggalnya) bertingkat dan diperlengkapi dengan peralatan yang serba modern.sejak zaman dahulu pula manusia telah mencoba mendesain rumahnya, dengan ide mereka masing-masing yang dengan sendirinya berdasarkan kebudayaan masyarakat setempat dan membangun rumah mereka dengan bahan yang ada setempat (lokal material) pula. Setelah manusia memasuki abad modern ini meskipun rumah mereka dibangun dengan bukan bahan-bahan setempat tetapi kadang-kadang desainya masih mewarisi kebudayaan generasi sebelumnya (Notoadmojo, 2003).

Syarat-syarat rumah yang sehat :

1. Bahan bangunan
  • a. lantai : Ubin atau semen adalah baik, namun tidak cocok untuk kondisi ekonomi pedesaan. Lantai kayu sering terdapat pada rumah-rumah orang yang mampu di pedesaan, dan inipun mahal. Oleh karena itu, untuk lantai rumah pedesaan cukuplah tanah biasa yang dipadatkan. Syarat yang penting disini adalah tdak berdebu pada musim kemarau dan tidak basah pada musim hujan. Untuk memperoleh lantai tanah yang padat (tidak berdebu) dapat ditempuh dengan menyiram air kemudian dipadatkan dengan benda-benda yang berat, dan dilakukan berkali-kali. Lantai yang basah dan berdebu merupakan sarang penyakit.
  • b. Dinding : Tembok adalah baik, namun disamping mahal tembok sebenarnya kurang cocok untuk daerah tropis, lebih-lebih bila ventilasinya tidak cukup. Dinding rumah di daerah tropis khususnya di pedesaan lebih baik dinding atau papan. Sebab meskipun jendela tidak cukup, maka lubang-lubang pada dinding atau papan tersebut dapat merupakan ventilasi, dan dapat menambah penerangan alamiah.
  • c. Atap Genteng : Atap genteng adalah umum dipakai baik di daerah perkotaan maupun pedesaan. Disamping atap genteng cocok untuk daerah tropis, juga dapat terjangkau oleh masyarakat dan bahkan masyarakat dapat membuatnya sendiri. Namun demikian, banyak masyarakat pedesaan yang tidak mampu untuk itu, maka atap daun rumbai atau daun kelapa pun dapat dipertahankan. Atap seng ataupun asbes tidak cocok untuk rumah pedesaan, di samping mahal juga menimbulkan suhu panas didalam rumah.
  • d. Lain-lain (tiang, kaso dan reng) : Katu untuk tiang, bambu untuk kaso dan reng adalah umum di pedesaan. Menurut pengalaman bahan-bahan ini tahan lama. Tapi perlu diperhatikan bahwa lubang-lubang bambu merupakan sarang tikus yang baik. Untuk menghindari ini cara memotongnya barus menurut ruas-ruas bambu tersebut, maka lubang pada ujung-ujung bambu yang digunakan untuk kaso tersebut ditutup dengan kayu.

2. Ventilasi

Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah untuk menjaga agar aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan O2 yang diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan O2 didalam rumah yang berarti kadar CO2 yang bersifat racun bagi penghuninya menjadi meningkat.disamping itu tidak cukupnya ventilasi akan menyebabkan kelembaban udara didalam ruangan naik karena terjadinya proses penguapan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ini akan merupakan media yang baik untuk bakteri-bakteri, patogen (bakteri-bakteri penyebab penyakit.)

Funsi kedua daripada ventilasi adalah untuk membebaskan udara ruanganruangan dari bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen, karena disitu selalu terjadi aliran udara yang terus-menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu mengalir. Fungsi lainya adalah untuk menjaga agar ruangan selalu tetap didalam kelembaban (humuduty) yang optium. Ada 2 macam ventilasi, yakni :
  • a) Fungsi kedua dari pada ventaliasi adalah untuk membebaskan udara ruangan dari bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen, karena disitu selalu terjadi aliran udara dan sebagainya. Di pihak lain ventilasi alamiah ini tidak menguntungkan, karena merupakan jalan masuknya nyamuk dan serangga lainya ke dalam rumah. Untuk itu harus ada usaha-usaha lain untuk melindung kita dari gigitan-gigitan nyamuk tersebut.
  • b) Ventilasi buatan, yaitu dengan mempergunakan alat-alat khusus untuk mengalirkan udara tersebut, misalnya kipas angin, dan mesin penghisap udara. Tetapi jelas alat ini tidak cocok dengan kondisi rumah di pedesaan.
Perlu diperhatika disinni bahwa sistem pembuatan ventilasi harus dijaga agar udara tidak berhenti atau membalik lagi, harus mengalir. Artinya di dalam ruangan rumah harus ada jalan masuk dan keluarnya udara.

3. Cahaya

Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup, tidak kurang dan tidak terlalu banyak. Kurangnya cahaya yang masuk kedalam ruangan rumah, terutama cahaya matahari di samping kurang nyaman, juga merupakan media atau tempat yang baik untuk hidup dan berkembangnya bibit-bibit penyakit. Sebaliknya terlalu banyak cahaya didalam rumah akan menyebabkan silau, dam akhirnya dapat merusakan mata. Cahaya dapat dibedakan menjadi 2, yakni :

a) Cahaya alamiah, yakni matahari. Cahaya matahari ini sangat penting, karena dapat membunuh bakteri-bakteri patogen di dalam rumah, misalnya baksil TBC. Oleh karena itu, rumah yang sehat harus mempunyai jalan masuk cahaya yang cukup. Seyogyanya jalan masuk cahaya (jendela) luasnya sekurang-kurangnya 15% sampai 20% dari luas lantai yang terdapat didalam ruangan rumah. Perlu diperhatikan di dalam membuat jendela diusahakan agar sinar matahari dapat langsung masuk ke dalam ruangan, tidak terhalang oleh bangunan lain. Fungsi jendela disini, disamping sebagai ventilasi, juga sebagai jalan masuk cahaya.

Lokasi penempatan jendela pun harus diperhatikan dan dusahakan agar sinar matahari lama menyinari lantai (bukan menyinari dinding). Maka sebaiknya jendela itu harus di tengah-tenan tinggi dinding (tembok). Jalan masuknya cahaya ilmiah juga diusahakan dengan geneng kaca. Genteng kaca pun dapat dibuat secra sederhana, yakni dengan melubangi genteng biasa waktu pembuatanya kemudian menutupnya dengan pecahan kaca.

b) Cahaya buatan, yaitu menggunakan sumber cahaya yang bukan alamiah, seperti lampu minyak tanah, listrik, api dan sebagainya.

4. Luas bangunan rumah

Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di dalamnya, artinya luas lanai bangunan tersebut harus disesuaikan dengan jumlah penghuninya. Luas bangunan yang tidak sebanding dengan jumlah penghuninya akan menyebabkan perjubelan (overcrowded). Hal ini tidak sehat, sebab di samping menyebabkan kurangnya konsumsi O2 juga bila salah satu anggota keluarga terkene penyakit infeksi, akan mudah menular kepada anggota keluarga yang lain. Luas bangunan yang optimum adalah apabila dapat menyediakan 2,5 – 3 m2 untuk tiap orang (tiap anggota keluarga).

5. Fasilitas-fasilitas didalam rumah sehat

Rumah yang sehat harus mempunyai fasilitas-fasilitas sebagai berikut:
  • a. Penyediaan air bersih yang cukup
  • b. Pembuangan Tinja
  • c. Pembuangan air limbah (air bekas)
  • d. Pembuangan sampah
  • e. Fasilitas dapur ruang berkumpul keluarga
Untuk rumah di pedesaan lebih cocok adanya serambi (serambi muka atau belakang).
Disamping fasilitas-fasilitas tersebut, ada fasilitas lain yang perlu diadakan tersendiri untuk rumah pedesaan, yakni:
  • a) Gudang, tempat menyimpan hasil panen. Gudang ini dapat merupakan bagian dari rumah tempat tinggal tersebut, atau bangunan tersendiri.
  • b) Kandang ternak. Oleh karena kandang ternak adalah merupakan bagian hidup dari petani, maka kadang-kadang ternak tersebut ditaruh di dalam rumah. Hal ini tidak sehat, karena ternak kadang-kadang merupakan sumber penyakit pula. Maka sebaiknya demi kesehatan, ternak harus terpisah dari rumah tinggal, atau dibikinkan kandang sendiri (Notoadmojo, 2003).

Sistem Pembuangan

Air limbah atau air buangan adalah sisa air yang dibuang yang berasal dari rumah tangga, industri maupun tempat-tempat umum lainya, dan pada umumnya mengandung bahan-bahan atau zat-zat yang dapat membahayakan bagi kesehatan manusia serta mengganggu lingkungan hidup. Batasan lain mengatakan bahwa air limbah adalah kombinasi dari cairan dan sampah cair yang berasal dari daerah pemukiman, perdagangan, perkantoran dan industri, bersama-sama dengan air tanah, air permukaan dan air hujan yang mungkin ada (Haryoto Kusnoputranto, 1985).

Dari batasan tersebut dapat disimpulkan bahwa air buangan adalah air yang tersisa dari kegiatan manusia, baik kegiatan rumah tangga maupun kegiatan lain seperti industri, perhotelan, dan sebagainya. Meskipun merupakan air sisa, namun volumenya besar, karena lebih kurang 80% dari air yang digunakan bagi kegiatan-kegiatan manusia sehari-hari tersebut dibuang lagi dalam bentuk yang sudah kotor (tercemar). Selanjutnya air limbah ini akhirnya akan mengalir ke sungai dan laut dan akan digunakan oleh manusia lagi. Oleh sebab itu, air buangan ini harus dikelola atau diolah secara baik. Air limbah ini berasal dari berbagai sumber, secara garis besar dapat dikelompokan sebagai berikut :
  1. Air buangan yang bersumber dari rumah tangga (domestic wastes water), yaitu air limbah yang berasal dari pemukiman penduduk. Pada umumnya air limbah ini terdiri dari ekskreta (tinja dan air seni), air bekas cucian dapur dan kamar mandi, dan umumnya terdiri dari bahan-bahan organic.
  2. Air buangan industri (industrial wastes water), yang berasal dari berbagai jenis industri akibat proses produksi. Zat-zat yang tergantung di dalamnya sangat bervariasi sesuai dengan bahan baku yang dipakai oleh masing-masing industri, antara lain : nitrogen, logam berat, zat pelarut dan sebagainya. Oleh sebab itu pengolahan jenis air limbah ini, agar tidak menimbulkan polusi lingkungan memnjadi rumit.
  3. Air buangan kotapraja (municipal wastes water), yaitu air buangan yang berasal dari daerah : perkantoran, perdagangan, hotel, restoran, tempat-tempat ibadah, dan sebagainya. Pada umumnya zat-zat yang terkandung dalam jenis air limbah ini sama dengan air limbah rumah tangga. Karakteristik air limbah perlu dikenal, karena hal ini akan menentukan cara pengolahan yang tepat, sehingga tidak mencemari lingkungan hidup. Secara garis besar karakteristik air limbah ini digolongkan menjadi sebagai berikut:

  • Karakteristik fisik: sebagian besar terdiri dari air dan sebagian kecil terdiri dari bahan-bahan padat dan suspensi. Terutama air limbah rumah tangga, biasanya berwarna suram seperti larutan sabun, sedikit berbau. Kadang-kadang mengandung sisa-sisa kertas, berwarna bekas cucian beras dan sayur, bagian-bagian tinja, dan sebagainya.
  • Karakter kimiawi: Biasanya air buangan ini mengandung campuran zat-zat kimia anorganik yang berasal dari air bersih serta bermacam-macam zat organik berasal dari penguraian tinja, urine dan sampah-sampah lainya. Oleh sebab itu, pada umumnya bersifat basah pada waktu masih baru, dan cenderung ke asam apabila sudah memulai membusuk. Substansi organic dalam air buangan terdiri dari dua gabungan, yakni :a. Gabungan yang mengandung nitrogen, misalnya: urea, protein, amine, dan asam amino. b. Gabungan yang tak mengandung nitrogen, misalnya: lemak, sabun, dan karbuhidrat, termasuk selulosa.
  • Karakteristik bakteriologis: Kandungan bakteri pathogen serta organisme golongan coli terdapat juga dalam air limbah tergantung darimana sumbernya, namun keduanya tidak berperan dalam proses pengolahan air buangan. Sesuai dengan zat-zat yang terkandung di dalam air limbah ini, maka air limbah yang tidak diolah terlebih dahulu akan menyebabkan berbagai gangguan kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup antara lain : a. menjadi transmisi atau media penyebaran berbagai penyakit, terutama: kholera, typhus abdominalis, desentri baciler. b. Menjadi media berkembang biaknya mikroorganisme pathogen. c. Menjadi temoat-tempat berkembang biaknya nyamuk atau tempat hidup larva nyamuk. d. Menimbulkan bau yang tidak enak serta pandangan yang tidak sedap.e. Merupakan sumber pencemaran air permukaan, tanah, dan lingkungan hidup lainya. f. Mengurangi produktivitas manusia, karena orang bekerja dengan tidak nyaman, dan sebagainya.
Pegolahan air limbah dimaksudkan untuk melindungi lingkungan hidup terhadap pencemaran air limbah tersebut. Secara ilmiah sebenarnya lingkungan mempunyai daya dukung yang cukup besar terhadap gangguan yang timbul karena pencemaraan air limbah tersebut. Namun demikian, alam tersebut mempunyai kemampuan yang terbatas dalam daya dukungnya, sehingga air limbah perlu dibuang.

Beberapa cara sederhana pengolahan air buangan antara lain sebagai berikut :
  1. Pengeceran (dilution): Air limbah diencerkan sampai mencapai konsentrasi yang cukup rendah, kemudian baru dibuang ke badan-badan air. Tetapi, dengan makin bertambahnya penduduk, yang berarti makin meningkatnya kegiatan manusia, maka jumlah air limbah yang harus dibuang terlalu banyak, dan diperluka air pengenceran terlalu banyak pula, maka cara ini tidak dapat dipertahankan lagi. Disamping itu, cara ini menimbulkan kerugian lain, diantaranya : bahaya kontaminasi terhadap badan-badan air masih tetap ada, pengendapan yang akhirnya menimbulkan pendangkalan terhadap badan-badan air, seperti selokan, sungai, danau, dan sebagainya. Selanjutnnya dapat menimbulkan banjir.
  2. Kolam Oksidasi (Oxidation ponds): Pada prinsipnya cara pengolahan ini adalah pemanfaatan sinar matahari, ganggang (algae), bakteri dan oksigen dalam proses pembersihan alamiah. Air limbah dialirkan kedalam kolam berbentuk segi empat dengan kedalaman antara 1-2 meter. Dinding dan dasar kolam tidak perlu diberi lapisan apapun. Lokasi kolam harus jauh dari daerah pemukiman, dan didaerah yang terbuka, sehingga memungkinkan memungkinkan sirkulasi angin dengan baik.
  3. Irigasi: Air limbah dialirkan ke parit-parit terbuka yang digali, dan air akan merembes masuk kedalam tanah melalui dasar dan dindindg parit tersebut. Dalam keadaan tertentu air buangan dapat digunakan untuk pengairan ladang pertanian atau perkebunan dan sekaligus berfungsi untuk pemupukan. Hal ini terutama dapat dilakukan untuk air limbah dari rumah tangga, perusahaan susu sapi, rumah potong hewan, damn lain-lainya dimana kandungan zat-zat organik dan protein cukup tinggi yang diperlukan oleh tanam-tanaman.



Saturday, January 5, 2013

Saringan Pasir lambat

Spesifikasi dan Daya Kerja Saringan Pasir Lambat

Saringan pasir lambat dibuat pertama kali oleh John Gibb di Paisley Skotlandia tahun 1804 dalam skala yang kecil. Kemudian pada tahun 1829 James Simpson membuat saringan pasir lambat dalam skala yang besar untuk perusahaan air Chilsea di Inggris (Birdi, 1979). Saringan pasir lambat merupakan instalasi pengolahan air yang mudah, murah, dan efisien. Saringan pasir lambat mempunyai derajad keefisiennan yang tinggi untuk menghilangkan kekeruhan, rasa, dan bau pada air, bahkan mampu menghilangkan bakteri dengan sangat baik. Untuk menghilangkan rasa dan bau pada air kadang-kadang perlu dilengkapi dengan karbon altif, dan untuk menghilangkan bakteri sering dipergunakan kaporit (Reynold, 1982).

Kelebihan saringan pasir lambat telah dibuktikan secara meyakinkan dalam kaitannya dengan kualitas air minum yang aman untuk dikonsumsi dari segi bakterologis pada tahun 1892 di kota Hamburg dan Altona, yang air minumya tercemar sehingga mengakibatkan epidemi penyakit kolera. Di kota Altona yang menggunakan instalasi pengolahan air dengan saringan pasir lambat terhindar dari epidemi penyakit itu, sedangkan kota Hamburg yang tidak menggunakan instalasi pengolahan air dengan saringan pasir lambat, terjangkit wabah dengan kematian warganya sebanyak 7582 orang (Huisman, 1975). Kelemahan dari saringan pasir lambat adalah daya penyaringannya yang rendah, sehingga dalam konstruksinya memerlukan area yang luas. Rendahnya daya penyaringan ini disebabkan karena kecepatan air mengalir melalui saringan pasir lambat sangat kecil. Saringan pasir lambat sangat cocok digunakan dalam skala kecil (Birdi, 1979).

Spesifikasi saringan pasir lambat

Beberapa kriteria desain saringan pasir lambat :
  1. Kecepatan filtrasi 0,1 meter/jam – 0,4 meter/jam
  2. Tinggi permukaan air yang diukur dari media saringan pasir 1 meter – 1,5 meter, ini untuk menciptakan head penyaringan yang cukup
  3. Tebal filter yang baik antara 1 meter – 1,4 meter, tapi masih diizinkan antara 0,5 meter – 0,8 meter
  4. Diameter efektif pasir antara 0,15 mm – 0,36 mm dengan koefisien keseragaman yang dianjurkan adalah 2, tapi masih diizinkan antara 1,5 – 3,0.
  5. Kerikil penyaring dipilih dengan bahan batu kerikil yang mampu menghalangi masuknya pasir ke dalam rongga penampung air. Diameter kerikil (dari alas bawah) untuk lapisan pertama, kedua, ketiga, dan keempat masing-masing adalah: 0,4 mm – 0,6 mm, 1,5 mm – 2,0 mm, 5 mm – 8 mm, 15 mm – 25 mm. Ketebalan untuk masing-masing lapisan = 10 cm (Tjokrokusumo, 1998)
Sedangkan Birdi (1979) menyebutkan spesifikasi saringan pasir lambat adalah sebagai berikut:
  1. Ketinggian instalasi 2,5 m hingga 4 m
  2. Luas 100 m2 hingga 200 m2
  3. Tebal pasir 60 cm – 90 cm
  4. Diameter butir kerikil 0,3mm – 3,5 mm
  5. Koefisien keseragaman pasir 1,75
  6. Kecepatan filtrasi 34 liter per m2 per hari



Saturday, December 15, 2012

Pengolahan Limbah Rumah Sakit

Proses Pengolahan Limbah Cari Rumah Sakit dengan Sistem Biofilter AnAerob dan Aerob

Air limbah rumah sakit merupakan salah satu sumber pencemaran lingkungan yang sangat potensial. Oleh karena itu air limbah tersebut perlu diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke saluran umum. Masalah yang sering muncul dalam hal pengelolaan limbah rumah sakit adalah terbatasnya dana yang ada untuk membangun fasilitas pengolahan limbah serta operasinya, khususnya untuk rumah sakit tipe kecil dan menengah. Untuk mengatasi hal tersebut maka perlu dikembangkan teknologi pengolahan air limbah rumah sakit yang murah, mudah operasinya serta harganya terjangkau, khususnya untuk rumah sakit dengan kapasitas kecil sampai sedang. Selain itu perlu menyebar-luaskan informasi teknologi khususnya untuk pengolahan air limbah rumah sakit, sehingga dalam memilih teknologi pihak pengelola rumah sakit mendapatkan hasil yang optimal.

Rumah sakit adalah merupakan fasilitas sosial yang tak mungkin dapat dipisahkan dengan masyarakat, dan keberadaannya sangat diharapkan oleh masyarakat, karena sebagai manusia atau masyarakat tentu menginginkan agar keseahatan tetap terjaga. Oleh karena itu rumah sakit mempunyai kaitan yang erat dengan keberadaan kumpulan manusia atau masyarakat tersebut. Di masa lalu, suatu rumah sakit dibangun di suatu wilayah yang jaraknya cukup jauh dari dareah pemukiman, dan biasanya dekat dengan sungai dengan pertimbangan agar pengelolaan limbah baik padat maupun cair tidak berdampak negatip terhadap penduduk, atau bila ada dampak negatip maka dampak tersebut dapat diperkecil.

Sejalan dengan perkembangan penduduk yang sangat pesat, lokasi rumah sakit yang dulunya jauh dari daerah pemukiman penduduk tersebut sekarang umumnya telah berubah dan berada di tengah pemukiman penduduk yang cukup padat, sehingga masalah pencemaran akibat limbah rumah sakit baik limbah padat atau limbah cair sering menjadi pencetus konflik antara pihak rumah sakit dengan masyarakat yang ada di sekitarnya.

Dengan pertimbangan alasan tersebut, maka rumah sakit yang dibangun setelah tahun 1980 an telah diwajibkan menyediakan sarana limbah padat maupun limbah cair. Namun dengan semakin mahalnya harga tanah, serta besarnya tuntutan masyarakat akan kebutuhan peningkatan sarana penunjang pelayanan kesehatan yang baik, dan di lain pihak peraturan pemerintah tentang pelestarian lingkungan juga semakin ketat, maka pihak rumah sakit umumnya menempatkan sarana pengolah limbah pada skala prioritas yang rendah. Akibatnya, sering terjadi benturan perbedaan kepentingan antar pihak rumah sakit dengan masyarakat atau pemerintah. Dengan adanya kebijakan legal yang mengharuskan pihak rumah sakit agar menyediakan fasilitas pengolahan limbah yang dihasilkan, mengakibatkan biaya investasi maupun biaya operasional menjadi lebih besar.

Air limbah yang berasal dari limbah rumah sakit merupakan salah satu sumber pencemaran air yang sangat potensial. Hal ini disebabkan karena air limbah rumah sakit mengandung senyawa organik yang cukup tinggi juga kemungkinan mengandung senyawa-senyawa kimia lain serta mikro-organisme patogen yang dapat menyebabkan penyakit terhadap masyarakat di sekitarnya. Oleh karena potensi dampak air limbah rumah sakit terhadap kesehatan masyarakat sangat besar, maka setiap rumah sakit diharuskan mengolah air limbahnya sampai memenuhi persyaratan standar yang berlaku.

Dengan adanya peraturan yang mengharuskan bahwa setiap rumah sakit harus mengolah air limbah sampai standar yang diijinkan, maka kebutuhan akan teknologi pengolahan air limbah rumah sakit khususnya yang murah dan hasilnya baik perlu dikembangkan. Hal ini mengingat bahwa kendala yang paling banyak dijumpai yakni teknologi yang ada saat ini masih cukup mahal, sedangkan di lain pihak dana yang tersedia untuk membangun unit alat pengolah air limbah tersebut sangat terbatas sekali. Untuk rumah sakit dengan kapasitas yang besar umumnya dapat membangun unit alat pengolah air limbahnya sendiri karena mereka mempunyai dana yang cukup. Tetapi untuk rumah sakit tipe kecil sampai dengan tipe sedang umumnya sampai saat ini masih membuang air limbahnya ke saluran umum tanpa pengolahan sama sekali.

Untuk mengatasi hal tersebut maka perlu dikembangkan teknologi pengolahan air limbah rumah sakit yang murah, mudah operasinya serta harganya terjangkau, khususnya untuk rumah sakit dengan kapasitas kecil sampai sedang. Untuk mencapai tujuan tersebut, terdapat kedala yang cukup besar yakni kurangnya tersedianya teknologi pengolahan yang baik dan harganya murah. Masalah ini menjadi kendala yang cukup besar terutama untuk rumah sakit kecil, yang mana pihak rumah sakit tidak/belum mampu untuk membangun unit alat pengilahan air limbah sendiri, sehingga sampai saat ini masih banyak sekali rumah sakit yang membuang air limbahnya ke saluran umum.

PENGELOLAAN AIR LIMBAH RUMAH SAKIT
Air limbah rumah sakit adalah seluruh buangan cair yang berasal dari hasil proses seluruh kegiatan rumah sakit yang meliputi: limbah domistik cair yakni buangan kamar mandi, dapur, air bekas pencucian pakaian; limbah cair klinis yakni air limbah yang berasal dari kegiatan klinis rumah sakit misalnya air bekas cucian luka, cucian darah dll.; air limbah laboratorium; dan lainya. Air limbah rumah sakit yang berasal dari buangan domistik maupun buangan limbah cair klinis umumnya mengadung senaywa pulutan organik yang cukup tinggi, dan dapat diolah dengan proses pengolahan secara biologis, sedangkan untuk air limbah rumah sakit yang berasal dari laboratorium biasanya banyak mengandung logam berat yang mana bila air limbah tersebut dialirkan ke dalam proses pengolahan secara biologis, logam berat tersebut dapat menggagu proses pengolahannya.Oleh karena itu untuk pengelolaan air limbah rumah sakit, maka air limbah yang berasal dari laboratorium dipisahkan dan ditampung, kemudian diolah secara kimia-fisika, Selanjutnya air olahannya dialirkan bersama-sama dengan air limbah yang lain, dan selanjutnya diolah dengan proses pengolahan secara biologis. Diagram proses pengelolaan air limbah rumah sakit secara umum dapat dilihat seperti pada gambar dibawah ini.


Di dalam pengelolaan air limbah rumah sakit, maka yang perlu diperhatikan adalah sistem saluran pembuangan air. Saluran air limbah dan saluran air hujan harus dibuat secara terpisah. Air limbah rumah sakit baik yang berasal dari buangan kamar mandi, air bekas ccucian, air buangan dapur serta air limbah klinis dikumpulkan ke bak kontrol dengan saluran atau pipa tertutup, selanjutnya dialirkan ke unit pengolahan air limbah. Setelah dilakukan pengolahan, air hasil olahannya dibuang ke saluran umum. Untuk air hujan dapat langsung dibuang kesaluran umum melalui saluran terbuka.  

 

Teknologi Pengolahan Air Limbah
Untuk mengolah air yang mengandung senyawa organik umumnya menggunakan teknologi pengolahan air limbah secara biologis atau gabungan antara proses biologis dengan proses kimia-fisika. Proses secara biologis tersebut dapat dilakukan pada kondisi aerobik (dengan udara), kondisi anaerobik (tanpa udara) atau kombinasi anaerobik dan aerobik.
 
Proses biologis aeorobik biasanya digunakan untuk pengolahan air limbah dengan beban BOD yang tidak terlalu besar, sedangkan proses biologis anaerobik digunakan untuk pengolahan air limbah dengan beban BOD yang sangat tinggi. Dalam makalah ini uraian dititik beratkan pada proses pengolahan air limbah secara aerobik.

Pengolahan air limbah secara biologis aerobik secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga yakni proses biologis dengan biakan tersuspensi (suspended culture), proses biologis dengan biakan melekat (attached culture) dan proses pengolahan dengan sistem lagoon atau kolam. Proses biologis dengan biakan tersuspensi adalah sistem pengolahan dengan menggunakan aktifitas mikro-organisme untuk menguraikan senyawa polutan yang ada dalam air dan mikro-organime yang digunakan dibiakkan secara tersuspesi di dalam suatu reaktor. Beberapa contoh proses pengolahan dengan sistem ini antara lain : proses lumpur aktif standar/konvesional (standard activated sludge), step aeration, contact stabilization, extended aeration, oxidation ditch (kolam oksidasi sistem parit) dan lainya.
 
Proses biologis dengan biakan melekat yakni proses pengolahan limbah dimana mikro-organisme yang digunakan dibiakkan pada suatu media sehingga mikroorganisme tersebut melekat pada permukaan media. Beberapa contoh teknologi pengolahan air limbah dengan cara ini antara lain : trickling filter atau biofilter, rotating biological contactor (RBC), contact aeration/oxidation (aerasi kontak) dan lainnnya. Proses pengolahan air limbah secara biologis dengan lagoon atau kolam adalah dengan menampung air limbah pada suatu kolam yang luas dengan waktu tinggal yang cukup lama sehingga dengan aktifitas mikro-organisme yang tumbuh secara alami, senyawa polutan yang ada dalam air akan terurai.  Untuk mempercepat proses penguraian senyawa polutan atau memperpendek waktu tinggal dapat juga dilakukam proses aerasi. Salah satu contoh proses pengolahan air limbah dengan cara ini adalah kolam aerasi atau kolam stabilisasi (stabilization pond). Proses dengan sistem lagoon tersebut kadang-kadang dikategorikan sebagai proses biologis dengan biakan tersuspensi.

Teknologi Proses Pengoalahan Air Limbah Rumah Sakit
Teknologi proses pengolagan air limbah yang digunakan untuk mengolah air limbah rumah sakit pada dasarnya hampir sama dengan teknologi proses pengolahan untuk air limbah yang mengandung polutan organik lainnya. Pemilihan jenis proses yang digunakan harus memperhatikan bebrapa faktor antara lain yakni kualitas limbah dan kualitas air hasil olahan yang diharapkan, jumlah air limbah, lahan yang tersedia dan yang tak kalah penting yakni sumber energi yang tersedia.

Berapa teknologi proses pengolahan air limbah rumah sakit yang sering digunakan yakni antara lain: proses lumpur aktif (activated sludge process), reaktor putar biologis (rotating biological contactor, RBC), proses aerasi kontak (contact aeration process), proses pengolahan dengan biofilter "Up Flow", serta proses pengolahan dengan sistem "biofilter anaerob-aerob".


 Pengolahan Air Limbah Dengan Proses Lumpur AktifPengolahan air limbah dengan proses lumpur aktif secara umum terdiri dari bak pengendap awal, bak aerasi dan bak pengendap akhir, serta bak khlorinasi untuk membunuh bakteri patogen. Secara umum proses pengolahannya adalah sebagai berikut. Air limbah yang berasal dari rumah sakit ditampung ke dalam bak penampung air limbah. Bak penampung ini berfungsi sebagai bak pengatur debit air limbah serta dilengkapi dengan saringan kasar untuk memisahkan kotoran yang besar. Kemudian, air limbah dalam bak penampung di pompa ke bak pengendap awal. Bak pengendap awal berfungsi untuk menurunkan padatan tersuspensi (Suspended Solids) sekitar 30 - 40 %, serta BOD sekitar 25 % . 

Air limpasan dari bak pengendap awal dialirkan ke bak aerasi secara gravitasi. Di dalam bak aerasi ini air limbah dihembus dengan udara sehingga mikro organisme yang ada akan menguraikan zat organik yang ada dalam air limbah. Energi yang didapatkan dari hasil penguraian zat organik tersebut digunakan oleh mikrorganisme untuk proses pertumbuhannya. Dengan demikian didalam bak aerasi tersebut akan tumbuh dan berkembang biomasa dalam jumlah yang besar. Biomasa atau mikroorganisme inilah yang akan menguaraikan senyawa polutan yang ada di dalam air limbah.

Dari bak aerasi, air dialirkan ke bak pengendap akhir. Di dalam bak ini lumpur aktif yang mengandung massa mikro-organisme diendapkan dan dipompa kembali ke bagian inlet bak aerasi dengan pompa sirkulasi lumpur. Air limpasan(over flow) dari bak pengendap akhir dialirkan ke bak khlorinasi. Di dalam bak kontaktor khlor ini air limbah dikontakkan dengan senyawa khlor untuk membunuh micro-organisme patogen. Air olahan, yakni air yang keluar setelah proses khlorinasi dapat langsung dibuang ke sungai atau saluran umum. 


Dengan proses ini air limbah rumah sakit dengan konsentrasi BOD 250 -300 mg/lt dapat di turunkan kadar BOD nya menjadi 20 -30 mg/lt. Skema proses pengolahan air limbah rumah sakit dengan sistem aerasi kontak dapat dilihat pada gambar diatas. Surplus lumpur dari bak pengendap awal maupun akhir ditampung ke dalam bak pengering lumpur, sedangkan air resapannya ditampung kembali di bak penampung air limbah. Keunggulan proses lumpur aktif ini adalah dapat mengolah air limbah dengan beban BOD yang besar, sehingga tidak memerlukan tempat yang besar. Proses ini cocok digunakan untuk mengolah air limbah dalam jumlah yang besar. Sedangkan beberapa kelemahannya antara lain yakni kemungkinan dapat terjadi bulking pada lumpur aktifnya, terjadi buih, serta jumlah lumpur yang dihasilkan cukup besar.



Pengolahan Air Limbah Dengan Proses Reaktor Biologis Putar (Rotating Biological Contactor, Rbc) 

Reaktor biologis putar (rotating biological contactor) disingkat RBC adalah salah satu teknologi pengolahan air limbah yang mengandung polutan organik yang tinggi secara biologis dengan sistem biakan melekat (attached culture). Prinsip kerja pengolahan air limbah dengan RBC yakni air limbah yang mengandung polutan organik dikontakkan dengan lapisan mikro-organisme (microbial film) yang melekat pada permukaan media di dalam suatu reaktor.

Media tempat melekatnya film biologis ini berupa piringan (disk) dari bahan polimer atau plastik yang ringan dan disusun dari berjajar-jajar pada suatu poros sehingga membentuk suatu modul atau paket, selanjutnya modul tersebut diputar secara pelan dalam keadaan tercelup sebagian ke dalam air limbah yang mengalir secara kontinyu ke dalam reaktor tersebut.

Dengan cara seperti ini mikro-organisme miaslanya bakteri, alga, protozoa, fungi, dan lainnya tumbuh melekat pada permukaan media yang berputar tersebut membentuk suatu lapisan yang terdiri dari mikro-organisme yang disebut biofilm (lapisan biologis). Mikro-organisme akan menguraikan atau mengambil senyawa organik yang ada dalam air serta mengambil oksigen yang larut dalam air atau dari udara untuk proses metabolismenya, sehingga kandungan senyawa organik dalam air limbah berkurang.

Pada saat biofilm yang melekat pada media yang berupa piringan tipis tersebut tercelup kedalam air limbah, mikro-organisme menyerap senyawa organik yang ada dalam air limbah yang mengalir pada permukaan biofilm, dan pada saat biofilm berada di atas permuaan air, mikro-organisme menyerap okigen dari udara atau oksigen yang terlarut dalam air untuk menguraikan senyawa organik. Enegi hasil penguraian senyawa organik tersebut digunakan oleh mikro-organisme untuk proses perkembang-biakan atau metabolisme.

Senyawa hasil proses metabolisme mikro-organisme tersebut akan keluar dari biofilm dan terbawa oleh aliran air atau yang berupa gas akan tersebar ke udara melalui rongga-rongga yang ada pada mediumnya, sedangkan untuk padatan tersuspensi (SS) akan tertahan pada pada permukaan lapisan biologis (biofilm) dan akan terurai menjadi bentuk yang larut dalam air.

Pertumbuhan mikro-organisme atau biofilm tersebut makin lama semakin tebal, sampai akhirnya karena gaya beratnya sebagian akan mengelupas dari mediumnya dan terbawa aliran air keluar. Selanjutnya, mikro-organisme pada permukaan medium akan tumbuh lagi dengan sedirinya hingga terjadi kesetimbangan sesuai dengan kandungan senyawa organik yang ada dalam air limbah. Keunggulan dari sistem RBC yakni proses operasi maupun konstruksinya sederhana, kebutuhan energi relatif lebih kecil, tidak memerlukan udara dalam jumlah yang besar, lumpur yang terjadi relatf kecil dibandingkan dengan proses lumpur aktif, serta relatif tidak menimbulkan buih. Sedangkan kekurangan dari sistem RBC yakni sensitif terhadap temperatur.




Proses Pengolahan
 

Bak Pemisah Pasir

Air limbah dialirkan dengan tenang ke dalam bak pemisah pasir, sehingga kotoran yang berupa pasir atau lumpur kasar dapat diendapkan. Sedangkan kotoran yang mengambang misalnya sampah, plastik, sampah kain dan lainnya tertahan pada sarangan (screen) yang dipasang pada inlet kolam pemisah pasir tersebut.

Bak Pengendap Awal


Dari bak pemisah/pengendap pasir, air limbah dialirkan ke bak pengedap awal. Di dalam bak pengendap awal ini lumpur atau padatan tersuspensi sebagian besar mengendap. Waktu tinggal di dalam bak pengedap awal adalah 2 - 4 jam, dan lumpur yang telah mengendap dikumpulkan daan dipompa ke bak pengendapan lumpur.

Bak Kontrol Aliran
Jika debit aliran air limbah melebihi kapasitas perencanaan, kelebihan debit air limbah tersebut dialirkan ke bak kontrol aliran untuk disimpan sementara. Pada waktu debit aliran turun / kecil, maka air limbah yang ada di dalam bak kontrol dipompa ke bak pengendap awal bersama-sama air limbah yang baru sesuai dengan debit yang diinginkan.

Kontaktor (reaktor) Biologis Putar

Di dalam bak kontaktor ini, media berupa piringan (disk) tipis dari bahan polimer atau plastik dengan jumlah banyak, yang dilekatkan atau dirakit pada suatu poros, diputar secara pelan dalam keadaan tercelup sebagian ke dalam air limbah. Waktu tinggal di dalam bak kontaktor kira-kira 2,5 jam. Dalam kondisi demikian, mikro-organisme akan tumbuh pada permukaan media yang berputar tersebut, membentuk suatu lapisan (film) biologis. Film biologis tersebut terdiri dari berbagai jenis/spicies mikro-organisme misalnya bakteri, protozoa, fungi, dan lainnya. Mikro-organisme yang tumbuh pada permukaan media inilah yang akan menguraikan senaywa organik yang ada di dalam air limbah. Lapsian biologis tersebut makin lama makin tebal dan kerena gaya beratnya akan mengelupas dengan sedirinya dan lumpur orgnaik tersebut akan terbawa aliran air keluar. Selanjutnya laisan biologis akan tumbuh dan berkembang lagi pada permukaan media dengan sendirinya.

Bak Pengendap Akhir

Air limbah yang keluar dari bak kontaktor (reaktor) selanjutnya dialirkan ke bak pengendap akhir, dengan waktu pengendapan sekitar 3 jam. Dibandingkan dengan proses lumpur aktif, lumpur yang berasal dari RBC lebih mudah mengendap, karena ukurannya lebih besar dan lebih berat. Air limpasan (over flow) dari bak pengendap akhir relaitif sudah jernih, selanjutnya dialirkan ke bak khlorinasi. Sedangkan lumpur yang mengendap di dasar bak di pompa ke bak pemekat lumpur bersama-sama dengan lumpur yang berasal dari bak pengendap awal.

Bak Khlorinasi

Air olahan atau air limpasan dari bak pengendap akhir masih mengandung bakteri coli, bakteri patogen, atau virus yang sangat berpotensi menginfeksi ke masyarakat sekitarnya. Untuk mengatasi hal tersebut, air limbah yang keluar dari bak pengendap akhir dialirkan ke bak khlorinasi untuk membunuh mikro-organisme patogen yang ada dalam air. Di dalam bak khlorinasi, air limbah dibubuhi dengan senyawa khlorine dengan dosis dan waktu kontak tertentu sehingga seluruh mikro-orgnisme patogennya dapat di matikan. Selanjutnya dari bak khlorinasi air limbah sudah boleh dibuang ke badan air.

Bak Pemekat Lumpur

Lumpur yang berasal dari bak pengendap awal maupun bak pengendap akhir dikumpulkan di bak pemekat lumpur. Di dalam bak tersebut lumpur di aduk secara pelan kemudian di pekatkan dengan cara didiamkan sekitar 25 jam sehingga lumpurnya mengendap, selanjutnya air supernatant yang ada pada bagian atas dialirkan ke bak pengendap awal, sedangkan lumpur yang telah pekat dipompa ke bak pengering lumpur atau ditampung pada bak tersendiri dan secara periodik dikirim ke pusat pengolahan lumpur di tempat lain.

Keunggulan dan Kelemahan RBC
Beberapa keunggulan proses pengolahan air limbah denga sistem RBC antara lain :

  • Pengoperasian alat serta perawatannya mudah.
  • Untuk kapasitas kecil / paket, dibandingkan dengan proses lumpur aktif konsumsi energi lebih rendah.
  • Dapat dipasang beberapa tahap (multi stage), sehingga tahan terhadap fluktuasi beban pengoalahan.
  • Reaksi nitrifikasi lebih mudah terjadi, sehingga efisiensi penghilangan ammonium lebih besar.
  • Tidak terjadi bulking ataupun buih (foam) seperti pada proses lumpur aktif.
Sedangkan beberapa kelemahan dari proses pengolahan air limbah dengan sistem RBC antara lain yakni :
  • Pengontrolan jumlah mikro-organisme sulit dilakukan.
  • Sensitif terhadap perubahan temperatur.
  • Kadang-kadang konsentrasi BOD air olahan masih tinggi.
  • Dapat menimbulkan pertumbuhan cacing rambut, serta kadang-kadang timbul bau yang kurang sedap.

Pengolahan Air Limbah Dengan Proses Aerasi Kontak
Proses ini merupakan pengembangan dari proses lumpur aktif dan proses biofilter. Pengolahan air limbah dengan proses aerasi kontak ini terdiri dari dua bagian yakni pengolahan primer dan pengolahan sekunder.

Pengolahan Primer
Pada pengolahan primer ini, air limbah dialirkan melalui saringan kasar (bar screen) untuk menyaring sampah yang berukuran besar seperti sampah daun, kertas, plastik dll. Setelah melalui screen air limbah dialirkan ke bak pengendap awal, untuk mengendapkan partikel lumpur, pasir dan kotoran lainnya. Selain sebagai bak pengendapan, juga berfungasi sebagai bak pengontrol aliran.

Pengolahan sekunder
Proses pengolahan sekunder ini terdiri dari bak kontaktor anaerob (anoxic) dan bak kontaktor aerob. Air limpasan dari bak pengendap awal dipompa dan dialirkan ke bak penenang, kemudian dari bak penenang air limbah mengalir ke bak kontaktor anaerob dengan arah aliran dari bawah ke atas (Up Flow). Di dalam bak kontaktor anaerob tersebut diisi dengan media dari bahan plastik atau kerikil/batu split. Jumlah bak kontaktor anaerob ini bisa dibuat lebih dari satu sesuai dengan kualitas dan jumlah air baku yang akan diolah. Air limpasan dari bak kontaktor anaerob dialirkan ke bak aerasi. Di dalam bak aerasi ini diisi dengan media dari bahan pasltik (polyethylene), batu apung atau bahan serat, sambil diaerasi atau dihembus dengan udara sehingga mikro organisme yang ada akan menguraikan zat organik yang ada dalam air limbah serta tumbuh dan menempel pada permukaan media. Dengan demikian air limbah akan kontak dengan mikro-orgainisme yang tersuspensi dalam air maupun yang menempel pada permukaan media yang mana hal tersebut dapat meningkatkan efisiensi penguraian zat organik. Proses ini sering di namakan Aerasi Kontak (Contact Aeration).

Dari bak aerasi, air dialirkan ke bak pengendap akhir. Di dalam bak ini lumpur aktif yang mengandung massa mikro-organisme diendapkan dan dipompa kembali ke bagian inlet bak aerasi dengan pompa sirkulasi lumpur. Sedangkan air limpasan (over flow) dialirkan ke bak khlorinasi. Di dalam bak kontaktor khlor ini air limbah dikontakkan dengan senyawa khlor untuk membunuh micro-organisme patogen. Air olahan, yakni air yang keluar setelah proses khlorinasi dapat langsung dibuang ke sungai atau saluran umum. Dengan kombinasi proses anaerob dan aerob tersebut selain dapat menurunkan zat organik (BOD, COD), cara ini dapat menurunkan konsentrasi nutrient (nitrogen) yang ada dalam air limbah. Dengan proses ini air limbah rumah sakit dengan konsentrasi BOD 250 -300 mg/lt dapat di turunkan kadar BOD nya menjadi 20 -30 mg/lt. Surplus lumpur dari bak pengendap awal maupun akhir ditampung ke dalam bak pengering lumpur, sedangkan air resapannya ditampung kembali di bak penampung air limbah.




Keunggulan Proses Aerasi Kontak
  • Pengelolaannya sangat mudah.
  • Biaya operasinya rendah.
  • Dibandingkan dengan proses lumpur aktif, Lumpur yang dihasilkan relatif sedikit.
  • Dapat menghilangkan nitrogen dan phospor yang dapat menyebabkan euthropikasi.
  • Suplai udara untuk aerasi relatif kecil.
  • Dapat digunakan untuk air limbah dengan beban BOD yang cukup besar.

Pengolahan Air Limbah Dengan Proses Biofilter "Up Flow"
Proses pengolahan air limbah dengan biofilter "up flow" ini terdiri dari bak pengendap, ditambah dengan beberapa bak biofilter yang diisi dengan media kerikil atau batu pecah, plastik atau media lain. Penguraian zat-zat organik yang ada dalam air limbah dilakukan oleh bakteri anaerobik atau facultatif aerobik Bak pengendap terdiri atas 2 ruangan, yang pertama berfungsi sebagai bak pengendap pertama, sludge digestion (pengurai lumpur) dan penampung lumpur sedangkan ruang kedua berfungsi sebagai pengendap kedua dan penampung lumpur yang tidak terendapkan di bak pertama, dan air luapan dari bak pengendap dialirkan ke media filter dengan arah aliran dari bawah ke atas.

Setelah beberapa hari operasi, pada permukaan media filter akan tumbuh lapisan film mikro-organisme. Mikro-organisme inilah yang akan menguraikan zat organik yang belum sempat terurai pada bak pengendap. Air luapan dari biofilter kemudian dibubuhi dengan khlorine atau kaporit untuk membunuh mikroorganisme patogen, kemudian dibuang langsung ke sungai atau saluran umum. Skema proses pengolahan air limbah dengan biofilter "Up Flow" dapat dilihat seperti terlihat dalam Gambar di bawah ini.
Biofilter "Up Flow" ini mempunyai 2 fungsi yang menguntungkan dalam proses pengolahan air buangan yakni antara lain :

  1. Adanya air buangan yang melalui media kerikil yang terdapat pada biofilter lama kelamaan mengakibatkan timbulnya lapisan lendir yang menyelimuti kerikil atau yang disebut juga biological film. Air limbah yang masih mengandung zat organik yang belum teruraikan pada bak pengendap bila melalui lapisan lendir ini akan mengalami proses penguraian secara biologis. Efisiensi biofilter tergantung dari luas kontak antara air limbah dengan mikro-organisme yang menempel pada permukaan media filter tersebut. Makin luas bidang kontaknya maka efisiensi penurunan konsentrasi zat organiknya (BOD) makin besar. Selain menghilangkan atau mengurangi konsentrasi BOD cara ini dapat juga mengurangi konsentrasi padatan tersuspensi atau suspended solids (SS) dan konsentrasi total nitrogen dan posphor.
  2. Biofilter juga berfungsi sebagai media penyaring air limbah yang melalui media ini. Sebagai akibatnya, air limbah yang mengandung suspended solids dan bakteri E.coli setelah melalui filter ini akan berkurang konsentrasinya. Efesiensi penyaringan akan sangat besar karena dengan adanya biofilter up flow yakni penyaringan dengan sistem aliran dari bawah ke atas akan mengurangi kecepatan partikel yang terdapat pada air buangan dan partikel yang tidak terbawa aliran ke atas akan mengendapkan di dasar bak filter. Sistem biofilter Up Flow ini sangat sederhana, operasinya mudah dan tanpa memakai bahan kimia serta tanpa membutuhkan energi. Poses ini cocok digunakan untuk mengolah air limbah dengan kapasitas yang tidak terlalu besar.



Proses dengan Biofilter "Anaerob-Aerob" ini mempunyai beberapa keuntungan yakni :
  • Adanya air buangan yang melalui media kerikil yang terdapat pada biofilter mengakibatkan timbulnya lapisan lendir yang menyelimuti kerikil atau yang disebut juga biological film. Air limbah yang masih mengandung zat organik yang belum teruraikan pada bak pengendap bila melalui lapisan lendir ini akan mengalami proses penguraian secara biologis. Efisiensi biofilter tergantung dari luas kontak antara air limbah dengan mikro-organisme yang menempel pada permukaan media filter tersebut. Makin luas bidang kontaknya maka efisiensi penurunan konsentrasi zat organiknya (BOD) makin besar. Selain menghilangkan atau mengurangi konsentrasi BODdan COD, cara ini dapat juga mengurangi konsentrasi padatan tersuspensi atau suspended solids (SS) , deterjen (MBAS), ammonium dan posphor.
  • Biofilter juga berfungsi sebagai media penyaring air limbah yang melalui media ini. Sebagai akibatnya, air limbah yang mengandung suspended solids dan bakteri E.coli setelah melalui filter ini akan berkurang konsentrasinya. Efesiensi penyaringan akan sangat besar karena dengan adanya biofilter up flow yakni penyaringan dengan sistem aliran dari bawah ke atas akan mengurangi kecepatan partikel yang terdapat pada air buangan dan partikel yang tidak terbawa aliran ke atas akan mengendapkan di dasar bak filter. Sistem biofilter anaerob-aerb ini sangat sederhana, operasinya mudah dan tanpa memakai bahan kimia serta tanpa membutuhkan energi. Poses ini cocok digunakan untuk mengolah air limbah dengan kapasitas yang tidak terlalu besar
  • Dengan kombinasi proses "Anaerob-Aerob", efisiensi penghilangan senyawa phospor menjadi lebih besar bila dibandingankan dengan proses anaerob atau proses aerob saja. Phenomena proses penghilangan phosphor oleh mikroorganisne pada proses pengolahan anaerob-aerob dapat diterangkan seperti pada Gambar III.8. Selama berada pada kondisi anaerob, senyawa phospor anorganik yang ada dalam sel-sel mikrooragnisme akan keluar sebagi akibat hidrolosa senyawa phospor. Sedangkan energi yang dihasilkan digunakan untuk menyerap BOD (senyawa organik) yang ada di dalam air limbah. Efisiensi penghilangan BOD akan berjalan baik apabila perbandingan antara BOD dan phospor (P) lebih besar 10. (Metcalf and Eddy, 1991). Selama berada pada kondisi aerob, senyawa phospor terlarut akan diserap oleh bakteria/mikroorganisme dan akan sintesa menjadi polyphospat dengan menggunakan energi yang dihasik oleh proses oksidasi senyawa organik (BOD). Dengan demikian dengan kombinasi proses anaerob-aerob dapat menghilangkan BOD maupun phospor dengan baik. Proses ini dapat digunakan untuk pengolahan air limbah dengan beban organik yang cukup besar.
Keunggulan Proses Biofilter "Anaerob-Aerob"
Beberapa keunggulan proses pengolahan air limbah dengan biofilter anaerb-aerob antara lain yakni :
  • Pengelolaannya sangat mudah.
  • Biaya operasinya rendah.
  • Dibandingkan dengan proses lumpur aktif, Lumpur yang dihasilkan relatif sedikit.
  • Dapat menghilangkan nitrogen dan phospor yang dapat menyebabkan euthropikasi.
  • Suplai udara untuk aerasi relatif kecil.
  • Dapat digunakan untuk air limbah dengan beban BOD yang cukup besar.
  • Dapat menghilangan padatan tersuspensi (SS) dengan baik.
Kriteria Perencanaan
Kriteria Perencanaan Bak Pengendap
Bak pengendap harus memenuhi persyaratan tertentu antara lain :

  • Bahan bangunan harus kuat terhadap tekanan atau gaya berat yang mungkin timbul dan harus tahan terhadap asam serta harus kedap air.
  • Jumlah ruangan disarankan minimal 2 (dua) buah.
  • Waktu tinggal (residence time) 1s/d 3 hari.
  • Bentuk Tangki empat persegi panjang dengan perbandingan panjang dan lebar 2 s/d 3 : 1.
  • Lebar Bak minimal 0,75 meter dan panjang bak minimal 1,5 meter.
  • Kedalaman air efektif 1-2 meter, tinggi ruang bebas air 0,2-0,4 meter dan tinggi ruang
  • Untuk penyimpanan lumpur 1/3 dari kedalaman air efektif (laju produksi lumpur sekitar 0,03 - 0,04 M3/orang /tahun ).
  • Dasar bak dapat dibuat horizontal atau dengan kemiringan tertentu untuk memudahkan pengurasan lumpur.
  • Pengurasan lumpur minimal dilakukan setiap 2 - 3 tahun.
Kriteria Perencanaan Biofilter "Up Flow"
Untuk merencanakan biofilter "Up Flow" harus memenuhi beberapa persyaratan, yakni :

  • Bak biofilter terdiri dari 1 (satu) ruangan atau lebih.
  • Media filter terdiri dari kerikil atau batu pecah atau bahan plastik dengan ukuran diameter rata-rata 20 -25 mm , dan ratio volume rongga 0,45.
  • Tinggi filter (lapisan kerikil) 0,9 -1,2 meter.
  • Beban hidrolik filter maksimum 3,4 M3/m2/hari.
  • Waktu tinggal dalam filter 6 -9 jam (didasarkan pada volume rongga filter).

Proses Pengolahan Dengan Sistem Biofilter Anaerob-Aerob
 
Proses ini pengolahan dengan biofilter anaerob-aerob ini merupakan pengembangan dari proses proses biofilter anaerob dengan proses aerasi kontak Pengolahan air limbah dengan proses biofilter anaerob-aerob terdiri dari beberapa bagian yakni bak pengendap awal, biofilter anaerob (anoxic), biofilter aerob, bak pengendap akhir, dan jika perlu dilengkapi dengan bak kontaktor khlor.

Air limbah yang berasal dari rumah tangga dialirkan melalui saringan kasar (bar screen) untuk menyaring sampah yang berukuran besar seperti sampah daun, kertas, plastik dll. Setelah melalui screen air limbah dialirkan ke bak pengendap awal, untuk mengendapkan partikel lumpur, pasir dan kotoran lainnya. Selain sebagai bak pengendapan, juga berfungasi sebagai bak pengontrol aliran, serta bak pengurai senyawa organik yang berbentuk padatan, sludge digestion (pengurai lumpur) dan penampung lumpur.

Air limpasan dari bak pengendap awal selanjutnya dialirkan ke bak kontaktor anaerob dengan arah aliran dari atas ke dan bawah ke atas. Di dalam bak kontaktor anaerob tersebut diisi dengan media dari bahan plastik atau kerikil/batu split. Jumlah bak kontaktor anaerob ini bisa dibuat lebih dari satu sesuai dengan kualitas dan jumlah air baku yang akan diolah. Penguraian zat-zat organik yang ada dalam air limbah dilakukan oleh bakteri anaerobik atau facultatif aerobik Setelah beberapa hari operasi, pada permukaan media filter akan tumbuh lapisan film mikro-organisme. Mikro-organisme inilah yang akan menguraikan zat organik yang belum sempat terurai pada bak pengendap

Air limpasan dari bak kontaktor anaerob dialirkan ke bak kontaktor aerob. Di dalam bak kontaktor aerob ini diisi dengan media dari bahan kerikil, pasltik (polyethylene), batu apung atau bahan serat, sambil diaerasi atau dihembus dengan udara sehingga mikro organisme yang ada akan menguraikan zat organik yang ada dalam air limbah serta tumbuh dan menempel pada permukaan media.

Dengan demikian air limbah akan kontak dengan mikro-orgainisme yang tersuspensi dalam air maupun yang menempel pada permukaan media yang mana hal tersebut dapat meningkatkan efisiensi penguraian zat organik, deterjen serta mempercepat proses nitrifikasi, sehingga efisiensi penghilangan ammonia menjadi lebih besar. Proses ini sering di namakan Aerasi Kontak (Contact Aeration).

Dari bak aerasi, air dialirkan ke bak pengendap akhir. Di dalam bak ini lumpur aktif yang mengandung massa mikro-organisme diendapkan dan dipompa kembali ke bagian inlet bak aerasi dengan pompa sirkulasi lumpur. Sedangkan air limpasan (over flow) dialirkan ke bak khlorinasi. Di dalam bak kontaktor khlor ini air limbah dikontakkan dengan senyawa khlor untuk membunuh micro-organisme patogen.

Air olahan, yakni air yang keluar setelah proses khlorinasi dapat langsung dibuang ke sungai atau saluran umum. Dengan kombinasi proses anaerob dan aerob tersebut selain dapat menurunkan zat organik (BOD, COD), ammonia, deterjen, padatan tersuspensi (SS), phospat dan lainnya.






Bak Kontaktor Khlorine

Unit prototipe alat pengolahan air limbah rumah tangga tersebut dapat dilengkapi dengan bak khlorinasi (bak kontaktor) yang berfungsi untuk mengkontakan khlorine dengan air hasil pengolahan. Air limbah yang telah diolah sebelum dibuang ke saluran umum dikontakkan dengan khlorine agar mikroorganisme patogen yang ada di dalam air dapat dimatikan. Senyawa khlor yang digunakan adalah kaporit dalam bentuk tablet.

RANCANG BANGUN UNIT PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH SAKIT DENGAN SISTEM BIOFILTER ANAEROB-AEROB

Proses Pengolahan

Seluruh air limbah yang dihasilkan oleh kegiatan rumah sakit, yakni yang berasal dari limbah domistik maupun air limbah yang berasal dari kegiatan klinis rumah sakit dikumpulkan melalui saluran pipa pengumpul. Selanjutnya dialirkan ke bak kontrol. Fungsi bak kontrol adalah untuk mencegah sampah padat misalnya plastik, kaleng, kayu agar tidak masuk ke dalam unit pengolahan limbah, serta mencegah padatan yang tidak bisa terurai misalnya lumpur, pasir, abu gosok dan lainnya agar tidak masuk kedalam unit pengolahan limbah.

Dari bak kontrol, air limbah dialirkan ke bak pengurai anaerob. Bak pengurai anaerob dibagi menjadi tiga buah ruangan yakni bak pengendapan atau bak pengurai awal, biofilter anaerob tercelup dengan aliran dari bawah ke atas (Up Flow), serta bak stabilisasi. Selanjutnya dari bak stabilisai, air limbah dialirkan ke unit pengolahan lanjut. Unit pengolahan lanjut tersebut terdiri dari beberapa buah ruangan yang berisi media untuk pembiakan mikro-organisme yang akan menguraikan senyawa polutan yang ada di dalan air limbah.

Setelah melalui unit pengolahan lanjut , air hasil olahan dialirkan ke bak khlorinasi. Di dalam bak khlorinasi air limbah dikontakkan dengan khlor tablet agar seluruh mikroorganisme patogen dapat dimatikan. Dari bak khlorinasi air limbah sudah dapat dibuang langsung ke sungai atau saluran umum.

Bentuk Dan Prototipe Alat

Rancangan prototipe alat dirancang yang digunakan untuk uji coba pegolahan air limbah rumah sakit ditunjukkan seperti pada Gambar IV.1. Prototipe alat ini secara garis besar terdiri dari bak pengendapan/pengurai anaerob dan unit pengolahan lanjut dengan sistem biofilter anaerob-aerob. Bak pengurai anaerob dibuat dari bahan beton cor atau dari bahan fiber glas (FRP), disesuaikan dengan kondisi yang ada. Ukuran bak pengurai anaerob yakni panjang 160 cm, lebar 160 cm, dan kedalaman efektif sekitar 200 cm, dengan waktu tinggal sekitar 8 jam.

Unit pengolahan lanjut dibuat dari bahan fiber glas (FRP) dan dibuat dalam bentuk yang kompak dan langsung dapat dipasang dengan ukuran panjang 310 cm, lebar 100 cm dan tinggi 190 cm. Ruangan di dalam alat tersebut dibagi menjadi beberapa zona yakni rungan pengendapan awal, zona biofilter anaerob, zona biofilter aerob dan rungan pengendapan akhir.

Media yang digunakan untuk biofilter adalah batu apung atau batu pecah dengan ukuran 1-2 cm, atau ari bahan lain misalnya zeolit, batubara (anthrasit), palstik dan lainnnya. Selain itu, air limbah yang ada di dalam rungan pengendapan akhir sebagian disirkulasi ke zona aerob dengan menggunakan pompa sirkulasi.

Kapasitas Alat

Prototipe alat ini dirancang untuk dapat mengolah air limbah sebesar 10 -15 m3/hari, yang dapat melayani rumah sakit dengan 30 –50 bed.