Showing posts with label Kesehatan Lingkungan. Show all posts
Showing posts with label Kesehatan Lingkungan. Show all posts

Sunday, May 19, 2013

Aspek Kesehatan Lingkungan Kerja

Berbagai Aspek Kesehatan Lingkungan Kerja

Lingkungan kerja yang manusiawi dan lestari akan menjadi pendorong bagi kegairahan dan efisiensi kerja. Lingkungan kerja yang melebihi produktivitas kemampuan manusia tidak saja merugikan produktivitas kerjanya, tetapi juga menjadi sebab terjadinya penyakit  atau kecelakaan kerja. Hanya lingkungan kerja yang aman, selamat dan nyaman merupakan prasyarat penting untuk terciptanya kondisi kesehatan prima.  Untuk menjamin ke arah itu diperlukan pemantauan lingkungan.

Pemantauan lingkungan kerja tidak hanya dilakukan dengan pengukuran secara kualitatif, tetapi harus dilakukan melalui pengukuran serta kuantitatif dengan menggunakan peralatan lapangan atau analisis laboratorium agar diperoleh data obyektif. Meskipun belum ada norma dan kajian yang baku, seyogyanya pemantauan lingkungan kerja dilakukan  sekerap mungkin untuk mendapatkan data dan akurasi yang tepat.  Agar didapatkan tingkat kepercayaan yang tinggi dalam melakukan pemantauan lingkungan kerja harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
  1. Dilakukan oleh personel yang memiliki pengetahuan dan keterampilan di bidang K3, mampu melakukan pengumpulan data dan menganalisisnya.
  2. Menggunakan peralatan yang akurat dan terkalibrasi.
  3. Menggunakan metode yang telah disepakati baik secara nasional maupun internasional.
  4. Diikuti dengan  langkah membandingkan hasil pemantauannya terhadap standar (nilai) dan ketentuan yang ada, sekaligus menemukan awal penyebabnya. Selanjutnya diupayakan untuk melakukan saran tidak lanjutnya (pengendalian).
Populasi pekerja di Indonesia pun meningkat terus, menurut data Biro Pusat Statistik, jumlah tenaga kerja di Indonesia yang pada tahun 1997 masih sekitar  89 juta, pada tahun 2005 sudah mencapai lebih dari 120 juta orang, diantaranya hampir 50% bekerja di sektor pertanian, kehutanan dan perikanan, yang menurut ILO merupakan sektor pekerjaan yang paling berisiko  terhadap kesehatan keselamatan pekerja, selain sektor penambangan.

Selain itu 70-80% dari angkatan kerja yang ada bergerak di sektor informal, yang umumnya bekerja dalam lingkungan kerja yang kurang baik, belum terorganisir dan tingkat kesejahteraannya rendah. Saat ini Indonesia belum memiliki data mengenai kejadian penyakit akibat kerja maupun yang berhubungan dengan pekerjaan, namun dari informasi di atas dapat diperkirakan bahwa masalah kesehatan populasi pekerja di Indonesia cukup besar dan sudah saatnya untuk mendapatkan perhatian yang serius, baik dari pihak pembuat kebijakan maupun dari pihak pemberi pelayanan kesehatan.

Perkembangan industri dengan proses produksinya, sistem kerja, peralatan kerja dan bahan (kimia) yang digunakan dapat menyebabkan risiko bahaya, dan menganggu kesehatan tenaga kerja. Perubahan lingkungan kerja sebagai akibat perubahan dunia kerja harus tetap mendukung keselamatan, kesehatan, dan kenyamanan bagi karyawan agar dapat melaksanakan pekerjaan dengan efisien dan produktif. Salah satu upayanya adalah melakukan pemantauan lingkungan kerja yang diikuti dengan pemantauan terhadap kesehatan tenaga kerja, yang dilakukan saecara periodik oleh unit kerja di luar atau oleh (rumah sakit) itu sendiri. Sesuai dengan kemampuan, teknologi dan sarana yang dimiliki faktor bahaya di lingkungan kerja dapat ditekan serendah mungkin (nol), selanjutnya kondisi kesehatan karyawan dapat dipertahankan dan ditingkatkan untuk membantu visi dan misi suatu rumah sakit yang pada gilirannya akan membantu program pemerintah terutama menuju Indonesia Sehat 2010.

Di samping itu, tuntutan masyarakat konsumen terhadap mutu barang dan jasa akan seiring dengan meningkatnya kesadaran akan tuntutan hak asasi manusia dan perlindungan tenaga kerja. Maka keamanan proses produksi dan jasa juga menjadi salah satu persyaratan. Oleh karena itu ketentuan Kesehatan dan Keselamatan Kerja juga mengalami perkembangan  sehingga juga dapat diartikan sebagai berikut :
  1. Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan suatu upaya untuk menekan atau mengurangi risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang pada hakikatnya tidak dapat dipisahkan antara keselamatan dan kesehatan.
  2. Upaya kesehatan kerja adalah upaya penyerasian antara kapasitas kerja, beban kerja, dan lingkungan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan dirinya sendiri maupun masyarakat di sekelilingnya.
  3. Keselamatan kerja adalah keselamatan yang berkaitan dengan alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan.
  4. Kecelakaan adalah kejadian yang tak terduga dan tak diharapkan. Tak terduga  oleh karena dibelakang peristiwa itu tidak terdapat unsur kesengajaan, lebih-lebih dalam bentuk perencanaan. Tidak diharapkan oleh karena peristiwa kecelakaan disertai kerugian materiil maupun penderitaan dari yang paling ringan sampai  kepada yang paling berat tidak diinginkan.
Kesehatan kerja diselenggarakan agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan diri sendiri dan masyarakat sekelilingnya, agar diperoleh produktivitas kerja yang optimal, sejalan dengan program perlindungan tenaga kerja.

Tujuan kesehatan Lingkungan pada prinsipnya antara lain :
  1. Melakukan koreksi atau perbaikan  terhadap segala bahaya dan ancaman pada kesehatan
  2. Melakukan   usaha pencegahan dengan cara  mengatur  masalah lingkungan dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan  dan kesejahteraan hidup manusia
  3. Melakukan program terpadu  di antara masyarakat dan institusi pemerintah dan non pemerintah untuk menghadapi bencana alam dan penyebaran penyakit menular
  4. Menguasahakan pengendalian lingkungan yang bebas dari pencemaran udara   seperti  polusi udara akibat bahan bakar minyak, pembakaran hutan  dan lain-lain.
  5. Mengusahakan pengendalian lingkungan akibat  pembungan limbah industri ke laut yang dapat merusak ekosistem.
  6. Survei sanitasi untuk  pencemaran dan pemantauan  evaluasi program kesehatan lingkungan.
Masalah kesehatan lingkungan di Indonesia  menjadi sangat kompleks terutama di kota-kota besar  hal itu disebabkan antara lain
  1. Urbanisasi  penduduk
  2. Tempat pembuangan sampah
  3. Penyediaan air bersih
  4. Penyemaran udara  pembungan limbah industri dan rumah tangga
  5. Bencana alam dan pengungsian
  6. perencanaan tata kota akibat kebijakan pemerintah yang sebraut.
Bahaya bagi tenaga kerja yang timbul dari lingkungan dapat bersumber dari faktor fisik, kimia, biologi, fisiologi, dan psikologi. Beberapa bentuk pendekatan preventif dari aspek K3 dan lingkungan, antara lain :
  1. Analisis dampak lingkungan dan kesehatan kerja pada saat desain dan pemasangan mesin atau alat produksi yang baru di tempat kerja.
  2. Pemilihan teknologi yang lebih aman, dengan tingkat bahaya  dan polusi yang minimal.
  3. Pemilihan lokasi industri yang layak dari aspek lingkungan.
  4. Pemilihan desain, layout,  teknologi pengendali lingkungan kerja termasuk penanganan bahan yang lebih aman dari sisa-sisa dan limbah dan penanganan limbah industri.
  5. Penegakan pelaksanaan pedoman, standar dan peraturan perundang-undangan.
Keselamatan dan kesehatan kerja baik sekarang maupun di masa datang merupakan sarana menciptakan situasi kerja yang aman, nyaman dan sehat, ramah lingkungan, sehingga dapat mendorong efisiensi dan produktivitas yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan semua pihak, baik bagi penguasa maupun pekerja. Dengan demikian pemantauan dan pelaksanaan norma-norma kesehatan dan keselamatan kerja di tempat kerja merupakan usaha meningkatkan kesejahteraan pekerja, keamanan aset produksi dan menjaga kelangsungan bekerja dan berusaha dalam kerangka pembangunan berkelanjutan (sustainable development).



Monday, April 15, 2013

Food Toxicology

FOOD AND CHEMICAL TOXICOLOGY

Food safety has been topic of some recent policy changes increased awareness among the public, and various incidents. These developments indicate that there is a need for a system that can identify food safety hazards in an early stage so that these hazards can be tackled in time, before developing into real risks. With regard to food safety hazards that are known as such, measures can be taken towards the prevention and mitigation of these hazards based on their characteristics, behavior and point of entry into the food chain. For example, good practices for agriculture and manufacturing, as well as the hazard analysis critical control points (HACPP) approach to assess risks and control them, are now commonplace in many jurisdictions. Yet it can be envisioned that for a number of risks, such measures may not be applicable given that these risks are yet unknown or unanticipated.

The overall aim of the SAFE FOODS project, which is primarily sponsored by the European Commission Directorate for Research’s Sixth Framework Program, is to further develop risk analysis of food based on inputs from advanced research in both the natural and social sciences. Among other things, this is also likely to contribute to the confidence of stakeholder in the European Union’s food safety governance. SAFE FOODS is composed of various Work Packages that more or less act as subprojects on different topics, including the use of advanced analytical methodologies to study potential effects of agricultural practices on crop composition, emerging risks in food safety, assesment of consumer exposure to food safety hazards by the use of advanced statistical techniques, confidence of consumers and other stakeholders in risk management in food safety, and instutional arrangements for food safety governance. The findings of all these Work Packages are integrated into a new model on risk analysis, which will be refined with inputs solicited from stakeholders.

The early identification of emerging hazards to food safety is also a major topic of the activities of SAFE FOODS Work Package 2. Previously, Work Package 2 has made a number of accomplishments on this topic, including the establishment of an expet database, description of a framework for timely identification of emerging hazards, reports describing systems for timely identification of emerging hazards to food safety or to hazards of another nature that can be exemplary for food safety as well, an analysis of conspicuous trends in European Union (EU) food safety alerts, and reports reviewing the background and characteristics of a seleted range of hazards to food safety caused by microorganisme, mycotoxins, biochemical and chemical agents.


Various terms with specific meanings are used throughout this report, which therefore would merit from further clarification. Where appropriate, the definitions used are in line with internationally accepted definitions published by the food and agiculture organization (FAO) and the world healt organization (WHO).

A hazard is an agent that has the potential to exert a negative effect on health. An example of a hazard in food is the presence of Salmonella bacteria that may cause gastroenteritis. The risk is defined as the negative effect of the hazard if it really occurs, which depends on the likehood of the occurence – and severity of the negative effect. (FAO, 1995, 1997)

The internationally harmonized model for scientific risk assessment is composed of four phases, namely hazard identification, hazard characterization, that is, the characteristics of specific negative health effects and the dose – response relationships between hazard and effects, exposure assessment, in which the exposure of consumers ingesting the food containing the hazard is estimated, and risk characterization, in which the outcomes of the three preceding phases are combined into an assessment and in which also uncertaintiesv are taken into account (FAO, 1995). To illustrate this with an example the hazard characterization may describe the minimum infectious dose of Salmonella, while subsequently the exposure assessment may help estimating the real dose to which consumers are exposed, so that the risk characterization can conclude on the likelihood of gastroeteritis caused by Salmonella.

Besides risk assessment, which is the scientific process assessing risks, also two other activitites, that is, risk management and risk communication, are considered to be part of the internationally acknowledged risk analysis model for food safety. During risk management, policy alternatives are weighted based upon the outcomes of the risk assessment process, and measures to control and mitigate the risks are subsequently defined, Risk communication is the process of exchange of information and opinion among the risk managers and risk assessors, managers, but also between risk profesionals, such as assessors, managers, and communicators, and other parties involved. Although preferably these activities are strictly separated from each other, some overlap cannot be avoided in practice. For example, risk managers have to formulate the policy for risk assessment such as the risk to which consideration will be given and the issues that have priority.(e.g FAO, 1997)

With regard to emerging hazards, which are the topic of this report, the emerging characteristics of these hazards may have various causes. For instance, the hazard can be new and has not occurred before. For example, certain synthetic man made substances may not occur in nature and are therefore new. In case substances are hazardous and also enter the food supply, these substances would turn into emerging food safety hazards. The same may also hold true for hazards that have only occurred in the non food area, but that also start entering the food domain. Alternatitively, hazards that once have disappeared from the food domain may enter it again, for example due to changes in practice or the termination of certain risk – eliminating measures. In addition, hazards that have previously occurred in food, but that have only recently been discovered, can be regarded emerging hazards as well.

The definition of an indicator is taken from the guide on handling indicators and signals that has been published as Annex 4 to the report of the EMRISK project, which had been carried out under auspices of EFSA. This project has carried out various activities on emerging food safety risks, including retrospective case studies on food safety incidents, and has recommended a working procedure for early identification of emerging food risks. (EFSA, 2006a).

An indicator is considered by EMRISK as an entity that indicates the posibility that a risk may occur, due to its direct or indirect relationship with the risk. A signal is defined as a substantial change in the indicator. Signals can thus be used to flag the possible occurrence of risks. The EMRISK guide also provides a number of criteria to select appropriate indicators, which will be discussed in more details in the section on EMRISK below.



Friday, January 18, 2013

Pengertian Sick Building Syndrome

Pengertian Sick Building Syndrome (SBS) dan Pencemaran Udara dalam Ruangan

Sindroma Gedung Sakit (Sick Building Syndrome) adalah kumpulan gejala yang dialami oleh sese orang yang bekerja di kantor atau tinggal di apartemen dengan bangunan tinggi dimana di dalamnya terjadi gangguan sirkulasi udara yang menyebabkan keluhan iritasi dan kering pada mata, kulit, hidung, tenggorokan disertai sakit kepala, pusing, rasa mual, mu ntah, bersin dan kadang disertai nafas sesak. Keluhan ini biasanya tidak terlalu berat walaupun bisa menetap sampai 2 minggu, sehingga akan berpengaruh terhadap produktivitas kerja (Aditama, 1992; Mukono, 2000). Istilah Sindroma Gedung Sakit pertama kali diperkenalkan oleh para ahli dari negara Skandinavia pada awal tahun 1980-an. Istilah ini kemudian dipakai secara luas dan kini telah tercatat berbagai laporan tentang terjadinya Sindroma Gedung Sakit dari berbagai negara di Eropa, Amerika dan bahkan dari negara Singapura. Penyebab terjadinya Sindroma Gedung Sakit berkaitan sangat erat dengan ventilasi udara ruangan yang kurang memadai karena kurangnya udara segar masuk ke dalam ruangan gedung, distribusi udara yang kurang merata, serta kurang baiknya peraw atan sarana ventilasi. Dilain pihak, pencemaran udara dari dalam gedung itu sendiri yang berasal dari misalnya asap rokok, pestisida, bahan pembersih ruangan, dan sebagainya. Bahan pencemar udara yang mungkin ada dalam ruangan dapat berupa gas CO, CO 2, beberapa jenis bakteri, jamur, kotoran binatang, formaldehid dan berbagai bahan organik lainnya yang dapat menimbulkan efek iritasi pada selaput sendir dan kulit. Keluhan yang timbul dap at berupa mata pedih, hidung berlendir (running nose) dan bersin, kulit kering dan luka, sakit kepala, serta badan terasa lemah (Aditama, 1992; Sanropie, 1992; Mukono, 2000).

Kualitas udara dalam ruangan ( indoor air quality) sebenarnya ditentukan secara sengaja ataupun tidak sengaja oleh penghuni ruangan itu sendiri. Ada gedung yang secara khusus diatur, baik suhu maupun frekuensi pertukaran udaranya dengan memakai peralatan ventilasi khusus, ada pula yang dilakukan dengan mendayagunakan keadaan cuaca alamiah dengan mengatur bagian gedung yang dapat dibuka. Kualitas udara dalam ruangan juga dipengaruhi oleh temperatur dan kelembaban yang dapat mempengaruhi kenyamanan dan kesehatan penghuninya. Dengan demikian kualitas udara tidak bebas dalam ruangan sangat bervariasi. Apabila terdapat udara yang tidak bebas dalam ruangan, maka bahan pencemar udara dalam konsentrasi yang cukup memiliki kesempatan untuk memasuki tubuh penghuninya.

Sumber pencemaran udara dalam ruangan menurut penelitian The National Institute of Occupational Safety and Health (NIOSH) dirinci menjadi 5 sumber (Aditama, 1992) meliputi : (1) pencemaran akibat kegiatan penghuni dalam gedung seperti asap rokok, pestisida, bahan pembersih ruangan; (2) pencemaran dari luar gedung meliputi masuknya gas buangan kendaraan bermotor, cerobong asap dapur karena penempatan lokasi lubang ventilasi yang tidak tepat; (3) pencemaran dari bahan bangunan ruangan seperti formaldehid, lem, asbestos, fibreglass , dan bahan lainnya; (4) pencemaran mikroba meliputi bakteri, jamur, virus atau protozoa yang dapat diketemukan di saluran udara d an alat pendingin ruangan beserta seluruh sistemnya; dan (5) kurangnya udara segar yang masuk karena gangguan ventilasi udara dan kurangnya perawatan sistem peralatan ventilasi.

Kualitas udara dalam ruangan yang baik didefinisikan sebagai udara yang bebas bahan pencemar penyebab iritasi, ketidaknyamanan atau terganggunya kesehatan penghuni. Temperatur dan kelembaban ruangan juga mempengaruhi kenyamanan dan kesehatan penghuni. Baku mutu bahan pencemar tertinggi yang diperkenankan dari beberapa bahan pencemar udara ruangan telah dideskripsikan dalam American Society of Health, Refrigerating, and Air Conditioning Engineers (ASHRAE) 62 tahun 1989. Sedangkan baku mutu tertinggi yang diperkenankan untuk kelompok bahan pencemar spesifik dan pedoman kenyamanan dalam ruangan untuk parameter fisik yang spesifik diuraikan dalam Guideline for good indoor Air Quality (Lily at al., 1998).



Monday, January 7, 2013

Siklus Biogeokimia

Mekanisme dan Komponen Utama Siklus Biogeokimia di Alam

Siklus biogeokimia mengacu pada pergerakan unsur kimia antara hidup (biotik) dan tak hidup (abiotik) bentuk dalam lingkungan. Meskipun banyak unsur menjalani jenis bersepeda sampai batas tertentu, empat elemen-karbon, nitrogen, fosfor, dan sulfur-yang paling sering dibicarakan karena pentingnya mereka (bersama dengan hidrogen dan oksigen) bagi organisme hidup. Tingkat dan laju bersepeda dari unsur-unsur memiliki konsekuensi penting, seperti mempengaruhi jumlah fosfat yang tersedia untuk hutan dan kemampuan lautan untuk memperlambat pemanasan global dengan menyerap karbon dioksida.

Semua elemen yang mengalami bersepeda adalah dimasukkan ke dalam senyawa. Karbon dapat ditemukan sebagai gas CO 2 anorganik, ion karbonat (CO 3 2 -) dalam batuan atau lautan, atau dalam senyawa organik, seperti gula dan protein, dalam organisme hidup. Ada nitrogen di atmosfer sebagai N 2 atau amonia (NH 3), di dalam tanah sebagai ion seperti nitrat (NO 3 -), dan dalam organisme hidup dalam berbagai senyawa organik, termasuk protein dan asam nukleat. Di mana pun itu terjadi, sebagian besar fosfor terikat untuk oksigen untuk membuat ion fosfat (PO 4 3 -). Sulfur dioksida sebagai gas yang ada belerang (SO 2), ion sulfat (SO 4 2 -) dalam batuan, dan dalam organisme hidup dimasukkan ke dalam protein.
Atmosfer, laut, air tawar, batu, tanah, dan organisme hidup masing-masing dapat dianggap sebagai sebuah "kolam" untuk menyimpan senyawa ini. Waktu yang dihabiskan dalam satu kolam renang dihitung sebagai waktu tinggal rata-rata (MRT). Misalnya, MRT untuk fosfat di batu mungkin ribuan tahun, sedangkan MRT untuk fosfat dalam berdiri jagung kurang dari satu tahun.

Mekanisme transportasi
Elemen bergerak dari satu kolam ke orang lain melalui meteorologi, geologi, mekanisme biologis, atau antropogenik. Mekanisme Meteorologi berputar di sekitar presipitasi, seperti hujan yang membawa SO 2 ke dalam tanah. Mekanisme geologi meliputi erosi, yang dapat membawa batu ke dalam larutan ion, serta sedimentasi dan gunung berapi.

Mekanisme biologis yang dibawa oleh organisme hidup, seperti konversi fotosintesis CO 2 untuk gula, atau konversi dari tanah NH 3 sampai gas N 2 oleh bakteri tanah. Burung laut dapat memiliki dampak lokal yang penting pada transportasi fosfat dan nitrogen dari laut ke darat. Banyak pulau-pulau dan pantai barat Amerika Selatan, misalnya, ditutupi dengan lapisan putih guano, turun oleh generasi burung berpesta teri. Panen ini pupuk yang kaya merupakan bagian dari ekonomi Peru, Chili, dan Ekuador.
Mekanisme antropogenik adalah mereka dijalankan oleh manusia dan karenanya bagian dari mekanisme biologis. Manusia memiliki efek mendalam pada siklus biogeokimia melalui pertanian (misalnya, menambahkan nitrogen ke siklus nitrogen global melalui aplikasi pupuk), kehutanan, dan terutama penggunaan bahan bakar berbasis karbon fosil. Pelepasan sejumlah besar karbon dari kolam disimpan kemungkinan untuk menaikkan suhu dunia oleh setidaknya beberapa derajat selama beberapa dekade mendatang, dengan potensi konsekuensi yang signifikan terhadap berbagai bentuk kehidupan. Sebuah, penting belum terjawab, pertanyaan adalah apakah hutan, tanah, dan terutama laut dapat menyerap CO 2 tambahan dan dengan demikian mengurangi tingkat pemanasan global.
Fungsi Daur Biogeokimia adalah sebagai siklus materi yang mengembalikan semua unsur-unsur kimia yang sudah terpakai oleh semua yang ada di bumi baik komponen biotik maupun komponen abiotik, sehingga kelangsungan hidup di bumi dapat terjaga.

Macam-macam Daur Biogeokimia
Daur Air
Air di atmosfer berada dalam bentuk uap air. Uap air berasal dari air di daratan dan laut yang menguap karena panas cahaya matahari. Sebagian besar uap air di atmosfer berasal dari laut karena laut mencapai tigaperempat luas permukaan bumi. Uap air di atmosfer terkondensasi menjadi awan yang turun ke daratan dan laut dalam bentuk hujan. Air hujan di daratan masuk ke dalam tanah membentuk air permukaan tanah dan air tanah.  Tumbuhan darat menyerap air yang ada di dalam tanah. Dalam tubuh tumbuhan air mengalir melalui suatu pembuluh. Kemudian melalui tranpirasi uap air dilepaskan oleh tumbuhan ke atmosfer. Transpirasi oleh tumbuhan mencakup 90% penguapan pada ekosistem darat. Hewan memperoleh air langsung dari air permukaan serta dari tumbuhan dan hewan yang dimakan, sedangkan manusia menggunakan sekitar seperempat air tanah. Sebagian air keluar dari tubuh hewan dan manusia sebagai urin dan keringat.  Air tanah dan air permukaan sebagian mengalir ke sungai, kemudian ke danau dan ke laut. Siklus ini di sebut Siklus Panjang. Sedangkan siklus yang dimulai dengan proses Transpirasi dan Evapotranspirasi dari air yang terdapat di permukaan bumi, lalu diikuti oleh Presipitasi atau turunnya air ke permukaan bumi disebut Siklus Pendek.

Daur Karbon dan Oksigen
Proses timbal balik fotosintesis dan respirasi seluler bertanggung jawab atas perubahan dan pergerakan utama karbon. Naik turunnya CO2 dan O2 atsmosfer secara musiman disebabkan oleh penurunan aktivitas Fotosintetik. Dalam skala global kembalinya CO2 dan O2 ke atmosfer melalui respirasi hampir menyeimbangkan pengeluarannya melalui fotosintesis. Akan tetapi pembakaran kayu dan bahan bakar fosil menambahkan lebih banyak lagi CO2 ke atmosfir. Sebagai akibatnya jumlah CO2 di atmosfer meningkat. CO2 dan O2 atmosfer juga berpindah masuk ke dalam dan ke luar sistem akuatik, dimana CO2 dan O2 terlibat dalam suatu keseimbangan dinamis dengan bentuk bahan anorganik lainnya.

Daur Nitrogen
Di alam, Nitrogen terdapat dalam bentuk senyawa organik seperti urea, protein, dan asam nukleat atau sebagai senyawa anorganik seperti ammonia, nitrit, dan nitrat. Tahap pertama Daur nitrogen adalah transfer nitrogen dari atmosfir ke dalam tanah. Selain air hujan yang membawa sejumlah nitrogen, penambahan nitrogen ke dalam tanah terjadi melalui proses fiksasi nitrogen. Fiksasi nitrogen secara biologis dapat dilakukan oleh bakteri Rhizobium yang bersimbiosis dengan polong-polongan, bakteri Azotobacter dan Clostridium. Selain itu ganggang hijau biru dalam air juga memiliki kemampuan memfiksasi nitrogen. Tahap kedua Nitrat yang di hasilkan oleh fiksasi biologis digunakan oleh produsen (tumbuhan) diubah menjadi molekul protein. Selanjutnya jika tumbuhan atau hewan mati, mahluk pengurai merombaknya menjadi gas amoniak (NH3) dan garam ammonium yang larut dalam air (NH4+). Proses ini disebut dengan amonifikasi. Bakteri Nitrosomonas mengubah amoniak dan senyawa ammonium menjadi nitrat oleh Nitrobacter. Apabila oksigen dalam tanah terbatas, nitrat dengan cepat ditransformasikan menjadi gas nitrogen atau oksida nitrogen oleh proses yang disebut denitrifikasi.

Daur Belerang (Sulfur)
Sulfur terdapat dalam bentuk sulfat anorganik. Sulfur direduksi oleh bakteri menjadi sulfida dan kadang-kadang terdapat dalam bentuk sulfur dioksida atau hidrogen sulfida. Hidrogen sulfida ini seringkali mematikan mahluk hidup di perairan dan pada umumnya dihasilkan dari penguraian bahan organik yang mati. Tumbuhan menyerap sulfur dalam bentuk sulfat (SO4).



Friday, January 4, 2013

Syarat Lingkungan Kerja


Jenis, Syarat, dan Faktor yang Berpengaruh pada Lingkungan Kerja

Lingkungan kerja yang menyenangkan, akan berpengaruh terhadap peningkatan kinerja perusahaan dalam menjalankan kegiatannya selalu memperhatiakan faktor- faktor yang ada dalam perusahaan, juga harus memperhatikkan faktor - faktor yang ada diluar perusahaan atau lingkungan sekitarnya. Untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai pengertian lingkungan kerja berikut ini dikemukakan beberapa pendapat.

Menurut Sukanto dan Indriyo  “lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar pekerja yang dapat mempengaruhi dalam berkerja meliputi pengaturan penerangan, pengontrolan suara gaduh, pengaturan kebersihan tempat kerja dan pengaturan keamanan tempat kerja.” Menurut Nitisemito lingkungan kerja adalah “segala sesuatu yang ada di sekitar para pekerja dan dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas yang di bebankan”.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada di sekitar para pekerja yang mempengaruhi tugas- tugas yang di bebankan, namun secara umum pengertian lingkungan kerja adalah merupakan lingkungan dimana para karyawan tersebut melaksanakan tugas dan pekerjaannya.

Lingkungan kerja adalah di dalam suatu perusahaan penting untuk di perhatikan oleh manajemen perusahaan yang akan mendirikan pabrik untuk perusahaan tersebut. Penyusunan suatu sistem produk yang baik tidak akan di laksanakan dengan efektif apabila tidak di dukung dengan lingkungan kerja yang memuaskan di dalam perusahaan tersebut. Segala mesim, peralatan yang di pasang dan di pergunakan di dalam pabrik tersebut. Tidak akan banyak berarti, apabila para karywan tdak dapat bekerja dengan baik disebabkan, karena faktor lingkungan kerja yang tidak memenuhi persyaratan yang di tentukan. Walaupun lingkungan kerja itu tidak berfungsi, sebagai mesim dan peralatan produksi yang langsung memproses bahan menjadi produk, namun pengaruh lingkungan kerja ini akan terasa di dalam proses produksi yang di laksanakan oleh perusahaan yang bersangkutan.

Jenis lingkungan kerja
Menurut Sedarmayanti, secara garis besar, jenis lingkungan kerja terbagi menjadi 2 yaitu :
  1. Lingkungan kerja fisik Lingkungan kerja fisik adalah semua keadaan yang berbentuk fisik yang terdapat disekitar tempat kerja yang dapat mempengaruhi karyawan baik secara langsung maupun tidal langsung.
  2. Lingkungan kerja Non fisik Lingkungan kerja non fisik adalah semua keadaan yang terjadi yang berkaitan dengan hubungan kerja baik hubungan dengan atasan maupun hubungan sesame rekankerja, ataupun hubungan dengan bawahan.
Bagian dari Lingkungan Kerja antara lain:
  1. Pelayanan para tenaga kerja Pelayanan para tenaga kerja ini merupakan salah satu faktor yang penting untuk membentuk lingkungan kerja didalam perusahaan dengan pelayanan yang baik oleh perusdahaan maka para tenaga kerja akan memperoleh kepuasan kerja. Bentuk pelayanan para tenaga meliputi a. pelayanan makanan b. pelayanan kesehatan bagi tenaga kerja dan keluarga c. penyediaan kamar mandi dan kamar kecil d. kondisi kerja
  2. Kondisi Kerja: Kondisi kerja merupakan kondisi dalam perusahaan dimana para tenaga kerja yang dapat dipersiapkan oleh manajemen perusahaan. Kondisi kerja yang memedai akan menimbulkan penurunan produktivitas. Faktor-faktor Lingkungan Kerjan Menurut (Ahyari, dalam Chaifatul 20006) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi lingkungan kerja antara lain :

1) Penerangan: Penerangan adalah cukupnya sinar yang masuk kedalam ruang kerja, masing-masing karyawan perusahaan. Penerangan yang ada harus sesuai dengan kebutuhan, tidak terlalu terang tetapi juga tidak terlalugelap, dengan sistem penerangan yang baik diharapkan karyawan akan menjalankan tugasnya dengan lebih teliti, sehingga kesalahan karyawan dalam bekerja dapat diperkecil.

2) Suhu udara: Temperatur udara atau suhu udara terlalu panas bagi karyawan akan dapat menjadi penyebab penurunnya kepuasan kerjapara karyawan sehingga akan menimbulkan kesalahan-kesalahan pelaksanaan proses produksi.

3) Kebisingan: Karyawan memerlukan suasana yang dapat mendukung konsentrasi dalam bekerja suasana bising yang bersumber dari mesim-mesim pabrik maupun dari kendaraan umum akan dapat menganggu konsentrasi karyawan dalam bekerja.

4) Ruang gerak:
Manajemen perusahaan perlu untuk memperhatikan rung gerak yang memadai dalam perusahaan, agar karyawan dapat leluasa bergerak dengan baik, terlalu sempitnya ruang gerak yang tersedia akan mengakibatkan karyawan tidak dapat bekerja dengan baik. Oleh karena itu manajemen perusahaan tentunya harus dapat menyusun perencanaan yang tepat untuk runag gerak yang dari masing-masing karywan.

5) Keamanan kerja: Keamanan kerja merupakan faktor yang sangat penting yang diperhatikan oleh perusahaan. Kondisi kerja yang aman akan membuat karyawan tenang dalam bekerja sehingga meningkatkan produktivitas karyawan.

Indikator lingkungan kerja
Indikator lingkungan kerja yang baik antara lain menurut Sarwanto:
  1. Tata ruang yang tepat dan mampu memberikan keleluasaan bekerja para karyawan.
  2. Pencahayaan memedai, sehingga mampu mendukung kinerja karyawan.
  3. Drainase dan ventilasi yang baik sehingga tercipta suhu dan kelembapan ruangan.
  4. Pengaturan ruang yang memungkinkan penciptaan ruangan yang tenang dari suara bising.



Wednesday, January 2, 2013

Menurunkan Fe dan Mn Air Bersih

Cara Menurunkan Kadar Besi (Fe) dan Mangan (Mn) pada Air Bersih


Kandungan besi di alam ini berkisar 4,5 % dari sejumlah material yang ada di lapisan bumi. Unsur besi terletak dalam bentuk batu karang dan mineral bumi. Besi terdapat dalam bentuk mineral silika dan batu karang berapi. Unsur besi terdapat hampir pada semua air tanah (Hernadi, 1983).

Air tanah biasanya mempunyai konsentrasi karbondioksida yang tinggi dan mempunyai konsentrasi oksigen terlarut yang rendah. Kondisi ini menyebabkan besi yang tidak terlarut menjadi konsentrasi besi yang terlarut dalam bentuk unsur atau ion yang bervalensi dua. Besi pada air permukaan terdapat dalam beberapa bentuk, antara lain dalam bentuk suspensi dalam lumpur, tanah liat, partikel halus dan hidrat besi (III) oksida, dalam bentuk koloid dan organik kompleks.

Unsur besi apabila terdapat dalam sistem air bersih dapat menurunkan kualitas air dimana air tersebut berwarna coklat dan dapat menimbulkan bercak-bercak pada pakaian. Adanya kandungan besi dalam air dapat menumbuhkan bakteri besi dalam kelompok besar dapat menyumbat perpipaan, meninggikan gaya gesek yang berakibat meningkatnya kebutuhan energi. Selain itu apabila bakteri tersebut mengalami degradasi akan menyebabkan bau dan rasa tidak enak.

Untuk itu air yang mengandung besi perlu diolah terlebih dahulu. Pengolahan besi yang tedapat dalam air dapat dilakukan dengan aerasi atau menggunakan oksidator untuk mengikat besi agar dapat diendapkan. Salah satu oksidatior yang dipergunakan adalah Kalium Permanganat. Adapun proses kimia yang terjadi pada pengolahan secara aerasi dan menggunakan oksidator adalah sebagai berikut (Sujono, 1983) :

a. Aerasi

4 Fe²+ + O2 + 10H20 4Fe(OH)3 + 8H+

Pembentukan besi (III) dipengaruhi oleh pH. Pada pH 6,9 – 7,2 pembentukan besi (III) dapat terjadi dengan cepat.

b. Kalium Permanganat (KMnO4)

3Fe²+ + MnO4− + 7H20 Fe(OH)3 + 5H+. Reaksi oksidasi pada besi (III) lebih cepat dibandingkan pada besi (III).

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi saringan menurut Kusnoputranto (1994) antara lain :
  1. Jenis Pasir : Pasir yang baik adalah pasir yang banyak mengandung SiO2 dan sebelum pemakaian, pasir harus dicuci terlebih dahulu untuk menghindari adanya kotoran yang dapat menurunkan kualitas air dalam pasir.
  2. Diameter Pasir: Adalah ukuran garis tengah yang dipakai dalam menentukan besar kecilnya butiran pasir dalam media saring. Diameter pasir merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan keefektifan media saring yang digunakan. Jika diameter pasir terlalu kecil, maka cenderung akan capat sumbat. Jika diameter pasir terlalu tebal, maka padatan-padatan serta bakteri tetap dapat melewati celah-celah antara butiran pasir tersebut.
  3. Ketebalan Pasir: Ketebalan pasir harus cukup untuk menghilangkan bakteri dan untuk menjamin kecepatan rata-rata penyaringan. Semakin tebal lapisan pasir, maka luas permukaan partikel-partikel semakin besar dan jarak yang harus ditempuh oleh permukaan air semakin panjang sehingga air yang dihasilkan akan semakin baik kualitasnya. Untuk ketebalan pasir untuk media penyaringan sangat bervariasi. Menurut Hernadi (1983), bahwa ketebalan pasir untuk penyaringan adalah 60 – 90 cm.
  4. Lama Penahanan Media: Bila proses penyaringan sudah tidak lancar atau buntu maka pasir harus dicuci kembali.
  5. Penambahan Oksidator KMnO4 (Pengaktifan Pasir): Adanya bahan-bahan terlarut dalam air, erat hubungannya dengan terjadinya perubahan fisik air, terutama dengan timbulnya warna, bau dan rasa, dan kekeruhan yang tidak diinginkan. KMnO4 digunakan sebagai oksidator untuk mengoksidasi zat-zat terlarut tersebut yang diantaranya adalah Fe dalam bentuk Fe+2 ataupun Fe+3.
Terdapat dua macam jenis sistem saringan pasir lambat yaitu (Idaman Said, 1999) :

a. Sistem penyaringan dari atas ke bawah (Down Flow)


Teknologi saringan pasir lambat ini arah aliran air adalah dari atas ke bawah, sehingga jika kekeruhan air baku naik, terutama pada waktu hujan, sering terjadi penyumbatan pada saringan pasir. Keuntungan sistem penyaringan down flow antara lain:
  1. Tidak memerlukan tekanan untuk menaikkan air.
  2. Air turun sendiri karena gaya grafitasi.
Kelemahan sistem penyaringan down flow adalah memerlukan perawatan yang lebih rumit karena pencucian medianya secara manual.

b. Sistem penyaringan dari bawah ke atas (Up Flow)


Teknologi saringan pasir lambat ini arah aliran air adalah dari bawah ke atas dan bila kekeruhan air baku naik akibat hujan tidak menimbulkan penyumbatan pada saringan pasir. Keuntungan sistem penyaringan up flow antara lain:
  1. Aliran air tenang sehingga proses penyaringan lebih baik.
  2. Unsur-unsur yang akan disaring akan dipengaruhi gaya gravitasi sehingga tetap berada di bawah.
  3. Apabila saringan kotor pencucian terjadi dengan sendirinya dengan cara membuka kran pembuangan.
Kelemahan sistem penyaringan up flow adalah sumber air lebih tinggi/letak reservoar harus lebih tinggi dari pipa.

Pengaruh dan Sifat Penting Fe

Besi dalam jumlah kecil diperuntukkan untuk membentuk sel-sel darah merah. Besi adalah suatu elemen kimia yang terdapat hampir di setiap tempat di bumi, pada semua bahan air. Walaupun logam ini termasuk dalam kelompok logam esensial, tetapi kasus keracunan Fe sering dilaporkan terutama pada anak-anak. Keracunan Fe pada anak terjadi secara tidak sengaja saat anak memakan makanan atau benda yang mengandung Fe, sedangkan pada orang dewasa hal ini jarang terjadi. Walaupun toksisitas Fe jarang menyebabkan kematian, tetapi dapat menyebabkan gangguan mental serius (Darmono, 2001).

Besi dalam persenyawaan Fe(OH)3 dapat menimbulkan kerusakan pada peralatan dan fasilitas yang dipergunakan oleh masyarakat, yaitu :
  • Mengotori wastafel
  • Mengotori peralatan yang terbuat dari seng.
  • Menimbulkan warna coklat pada pakaian.
  • Mengotori kloset.
  • Menyumbat saluran air minum sehingga menyebabkan pembuntuan.
  • Fe+2dapat menimbulkan korositas.
Dalam bentuk lain besi juga dapat ditemukan sebagai senyawa karbonat[Fe(HCO3)2], senyawa sulfat[Fe(SO4)]. Senyawa besi bikarbonat [Fe(HCO3)2] adalah terlarut tidak berwarna dan kelarutannya bertambah dengan kehadiran CO2 terlarut semakin besar. Air yang mengandung besi membentuk endapan merah kecoklatan dari Ferri Oksida (Fe2O3).



Tuesday, January 1, 2013

Prinsip Pengolahan Air Bersih

Prinsip dan Metode Pengolahan Air Bersih

Pengolahan air merupakan suatu upaya untuk mendapatkan air bersih dan sehat dengan standar mutu air yang memenuhi syarat kesehatan. Proses pengolahan air merupakan proses perubahan fisik, kimia, dan biologi air baku. Adapun tujuan pengolahan air adalah :
  1. Memperbaiki derajat keasaman.
  2. Mengurangi bau.
  3. Menurunkan dan mematikan mikroorganisme. 
  4. Mengurangi kadar bahan-bahan terlarut (Kusnaedi, 1995).

Pengolahan Air Secara Fisika
Pengolahan air secara fisika yang telah dilakukan adalah penyaringan, pengendapan atau sedimentasi, absorbsi, dan adsorbsi.

Penyaringan atau Filtrasi:
Penyaringan merupakan pemisahan antara padatan atau koloid dengan cairan. Proses penyaringan air melalui pengaliran air pada media butiran. Secara alami penyarinagn air terjadi pada permukaan yang mengalami peresapan pada lapisan tanah. Bakteri dapat dihilangkan secara efektif melalui proses penyaringan demikian pula dengan warna, keruhan, dan besi.

Pada proses penyaringan, partikel-partikel yang cukup besar akan tersaring pada media pasir, sedangkan bakteri dan bahan koloid yang berukuran lebih kecil tidak tersaring seluruhnya. Ruang antara butiran berfungsi sebagai sedimentasi dimana butiran terlarut mengendap. Bahan-bahan koloid yang terlarut kemungkinan akan ditangkap karena adanya gaya elektrokinetik. Banyak bahan-bahan yang terlarut tidak dapat membentuk flok dan pengendapan gumpalan-gumpalan masuk ke dalam filter dan tersaring.

Jenis saringan pasir yang sering digunakan :
  1. Saringan Pasir Lambat: Saringan pasir lambat adalah saringan pasir yang mempunyai kerja mengolah air baku secara gravitasi melalui lapisan pasir sebagai media penyaringan. Kecepatan penyaringan berkisar antara 0,1 – 0,4 m³/jam. Proses penyaringan dapat berjalan baik apabila tinggi pasir penyaring minimal 70 cm, karena aktifitas mikroorganisme terjadi di lapisan sampai 30 – 40 cm di bawah permukaan. Mikroorganisme ini berfungsi memakan dengan menghancurkan zat organik sewaktu air mengalir lewat pasir tersebut. Ketebalan pasir di bawahnya lagi berfungsi sebagai saringan zat kimia, karena disini terjadi proses kimiawi. Diameter pasir berkisar antara 0,2 -0,3 mm, dapat menyaring telur cacing, kista amoeba, larva cacing, dan bakteri (Sanropie, 1984).
  2. Saringan Pasir Cepat: Saringan pasir cepat juga bekerja atas dasar gaya gravitasi melalui pasir berdiameter 0,2 – 2,0 mm, dan kerikil berdiameter 25 – 50 mm, kecepatan filtrasi 100- 125 m/hari. Tebal pasir efektif sekitar 80 – 120 cm. Saringan pasir cepat ini dapat menyaring telur cacing, kista amoeba, larva cacing. Pasir cepat ini juga bisa digunakan untuk mengurangi Fe dan Mn (Sanropie, 1984).

Sedimentasi atau Pengendapan

Sedimentasi adalah proses pengendapan partikel padat yang tersusupensi dalam cairan atau zat cair dengan menggunakan pengaruh gravitasi atau gaya berat secara alami. Kegunaan sedimentasi untuk mereduksi bahan-bahan yang tersuspensi pada air dan kandungan organisme tertentu di dalam air.

Ada dua jenis pengendapan yaitu Discrete Settling dan Flocelent Settling. Discrete Settling terjadi apabila proses pengendapan suatu partikel tidak terpenuhi oleh proses pengelompokkan partikel sehingga kecepatan endapannya akan konstan. Flocelent Settling dipengaruhi oleh pengelompokkan partikel sehingga kecepatan pengendapan yang dimiliki berubah semakin besar.

Proses sedimentasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu (Sanropie, 1984):
  • Diameter butiran.
  • Berat jenis butiran.
  • Berat jenis zat cair.
  • Kekeruhan cairan.
  • Kecepatan aliran.

Pengolahan Air secara Kimia
  1. Koagulasi atau Flokulasi : Koagulasi atau flokulasi adalah proses pengumpulan partikel-partikel yang tidak dapat diendapkan dengan jalan menambahkan koagulasi. Contoh bahan koagulasi antara lain tawas dan kapur (Sanropie, 1984).Cara koagulasi atau flokilasi dalam pengolahan air dengan bahan kimia berguna untuk air yang mengandung bahan kimia, dan warna tetapi tidak terlalu pekat. Pada prinsipnya apabila air sudah susah diendapkan maka berarti perlu ditambahkan bahan kimia.
  2. Aerasi: Aerasi dalah proses pengolahan air dengan mengotakkan air dengan uadara yang bertujuan untuk menambah oksigen, menurunkan karbondioksida, dan mangan supaya bisa diendapkan. Proses ini juga menghilangkan bau pada air (Sanropie, 1984).
Pengolahan Air secara Mikrobiologi: Upaya untuk memperbaiki mikrobiologi air yang paling konvensional adalah dengan mematikan mikroorganisme dalam air. Proses mematikan mikroorganime yang banyak dipraktekkan serta paling sederhana adalah dengan mendidihkan air hingga mencapai suhu 100ºC (Sanropie, 1984).



Syarat Kualitas Air Bersih

Dampak Kesehatan Kadar Besi (Fe) dan Mangan (Mn) pada Air Tanah dan Sumur Gali


Berdasarkan Permenkes RI No.416/Menkes/Per/IX/1990 air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak.

Sebagian air hujan yang mencapai permukaan bumi akan menyerap ke dalam tanah dan akan menjadi air tanah. Air tanah terbagi menjadi tiga yaitu :
  1. Air tanah dangkal: Terjadi karena proses peresapan air dari permukaan tanah. Lumpur akan tertahan demikian pula dengan sebagian bakteri sehingga air tanah akan jernih. Air tanah dangkal akan terdapat pada kedalaman 15 meter. Air tanah ini bisa dimanfaatkan sebagai sumber air bersih melalui sumur-sumur dangkal. Dari segi kualitas agak baik sedangkan kuantitasnya kurang cukup dan tergantung pada musim.
  2. Air tanah dalam: Terdapat pada lapisan rapat air pertama dengan kedalaman 100 – 300 meter. Ditinjau dari segi kualitas pada umumnya lebih baik dari air tanah dangkal. Sedangkan kuantitasnya mencukupi tergantung pada keadaan tanah dan sedikit dipengaruhi oleh perubahan musim.
  3. Mata air: Mata air adalah air yang keluar dengan sendirinya ke permukaan tanah. Keluarnya air tersebut secara murni dan biasanya terdapat di lereng-lereng gunung atau sepanjang tepi sungai. Hampir tidak terpengaruh oleh musim (Sutrisno T, 2006).

Kualitas Fisik Air Tanah

Dalam proses terjadinya, air tanah telah mengalami penyaringan yang dapat mengurangi kekeruhan dan warna. Proses penyaringan di sini tidak sama dengan penyaringan yang terjadi pada saringan pasir tetapi penyaringan terjadi secara alamiah. Akibat dari proses penyaringan ini, kualitas fisik air tanah lebih baik daripada kualitas air permukaan. Kualitas fisik air tanah akibat penyaringan secara alamiah akan tergantung pada:
  1. Porositas tanah, yaitu semakin besar porositas tanah semakin besar kemampuan lapisan tanah untuk menyimpan air dan semakin besar pori-pori tanah semakin mudah dilalui air tanah.
  2. Permeabilitas tanah, semakin besar permeabilitas tanah semakin mudah lapisan tanah itu dilalui air tanah, sehingga bahan-bahan kimia yang terlarut ataupun tersusupensi dalam air tanah lolos melalui pori-pori tanah.
  3. Jenis batuan dalam tanah, karena batuan tersebut dapat mengandung berbagai bahan kimia, diantaranya ada yang mudah larut dalam air. Larutan zat kimia tersebut dalam air tanah dapat mempengaruhi kualitas air tanah. Misalnya lapisan tanah yang mengandung zat besi yang berlebihan sehingga air tanah dapat berbau, berwarna dan berasa (Sutrisno T, 2006).

Kualitas Kimia Air Tanah

Menurut Sutrisno T (2006) susunan unsur-unsur kimia air tanah tergantung pada lapis-lapis tanah yang dilalui. Jika melalui tanah kapur, maka air itu akan menjadi sadah karena mengandung Ca(HCO3)2 dan Mg(HCO3)2. Jika melalui batuan granit maka air itu lunak dan agresif karena mengandung gas CO2 dan Mn(HCO)3. Pada semua air tanah mengandung kadar Fe yang bervariasi tergantung pada jenis lapisan tanah.

Air erat sekali hubungannya dengan kehidupan dan kesehatan manusia yang berarti besar sekali peranannya dalam kesehatan manusia. Air merupakan suatu sarana untuk meningkatkan derajat kesehatan manusia, karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam penularan penyakit. Dalam penularan penyakit air berperan dalam empat cara yaitu cara water borne, water washed, water bushed, water related vector disease (Kusnoputranto, 1993).

Pengaruh Tingginya Kadar Fe terhadap Penyediaan Air Bersih

Tingginya kadar Fe pada air merupakan suatu hal yang harus diperhatikan dalam penyediaan air bersih bagi masyarakat. Mengingat bahwa tingginya kadar Fe akan mengurangi segi estetika dan akan mengurangi efektifitas usaha desinfeksi karena mikroba terlindung oleh zat tersuspensi tersebut. Tingginya kadar besi pada air menyebabkan air berwarna merah kecoklatan dan berbau logam sehingga menimbulkan keengganan untuk mengkonsumsinya. Menurut Permenkes No.416/Menkes/Per/IX/1990 kadar maksimum zat besi yang diperbolehkan pada air minum adalah 0,03 mg/liter sedangkan pada air minum 0,1 mg/liter.

Pengaruh Tingginya Kadar Mn terhadap Penyediaan Air Bersih

Endapan Mn akan memberikan noda-noda pada bahan/benda-benda yang berwarna putih. Adanya unsur ini dapat menimbulkan bau dan rasa pada minuman. Disamping itu konsentrasi 0,5 mg/liter unsur ini merupakan akhir batas dari usaha penghilangan dari kebanyakan air yang dapat dicapai. Kemungkinan unsur ini merupakan nutrien yang penting dengan kebutuhan perhari 10 mg yang dapat diperolah dari makanan (Sutrisno, 2006).

Hubungan Zat Besi dengan Kesehatan


Zat besi sangat dibutuhkan oleh manusia untuk pembentukan sel darah merah. Kebutuhan zat besi ini relatif sangat kecil yaitu 0,8 mg per berat badan dalam satu hari, namun bila terjadi kekurangan zat besi akan mengakibatkan seseorang akan menderita penyakit anemia yang dapat menimbulkan gejala klinis berupa kekurangan darah. Disamping masalah kekurangan zat besi adapula masalah kelebihan absorbsi zat besi, ke dalam tubuh yang juga dapat menimbulkan masalah kesehatan, dengan gejala klinis berupa kelainan pigmen kulit dan hepatomegali yang disebut hemopromatisidiopetik, dimana kelainan ini berupa kelainan genetik yang berkaitan dengan absorbsi Fe yang tinggi oleh tubuh. Tingginya kadar Fe melebihi batas maksimal yang ditetapkan dikhawatirkan dapat menyebabkan menumpuknya Fe dalam tubuh yang dapat mengakibatkan efek toksis dalam tubuh manusia. (Nasution, 1993).

Hubungan Mangan (Mn) dengan Kesehatan

Mn merupakan nutrien yang penting dan dibutuhkan tubuh dengan kebutuhan 10 mg yang dapat diperoleh dari makanan. Unsur ini bersifat toksis pada alat pernafasan.Gejala yang timbul berupa gejala susunan syaraf : insomia, kemudian lemah pada kaki dan otot muka sehingga ekspresi muka menjadi beku dan muka tampak seperti topeng. Keracunan Mn adalah salah satu contoh, dimana kasus keracunan tidak menimbulkan gejala muntah berak. Didalam penyediaan air, seperti halnya Fe, Mn juga menimbulkan masalah warna (Soemirat, 2003). Konsentrasi Mn yang lebih besar dari 0,5 mg/liter dapat menyebabkan rasa yang aneh pada minuman dan meninggalkan warna coklat pada pakaian cucian dan dapat juga menyebabkan kerusakan pada hati (Sutrisno, 2006).

Syarat-Syarat Air Minum yang Sehat

Air yang memenuhi syarat kesehatan adalah air yang bebas dari mikroorgnisme, zat atau bahan kimia, bau, rasa, dan kekeruhan. Adalah indra dari masing-maing pemeriksa, namun batasannya baik menurut WHO maupun Permenkes adalah air minum tidak boleh terdapat bau dan rasa yang tidak diinginkan.

1. Syarat Fisik


Tidak boleh berasa dan berbau: Bau dan rasa biasanya terjadi bersama-sama dan biasanya disebabkan oleh adanya bahan-bahan organik yang membusuk, tipe-tipe tertentu organisme mikroskopik, serta persenyawaan kimia. Bahan-bahan yang menyebabkan bau dari rasa ini berasal dari berbagai sumber. Karena pengukuran rasa dan bau itu tergantung pada reaksi individual, maka hasil yang dilaporkan juga tidak mutlak. Intensitas bau dilaporkan sebagai berbanding terbalik dengan rasio pencemaran bau sampai keadaan yang nyata tidak berbau (Sutrisno, 2006).

Tidak boleh berwarna: Warna pada air terjadi karena adanya suatu proses dekomposisi pada berbagai tingkat. Tanin, asam humus dan bahan yang berasal dari humus serta dekomposisi pigmen yang dianggap sebagai bahan yang memberi warna yang paling utama, kehadiran unsur besi yang berkaitan dengan zar organik akan membuat warna semakin tinggi. Warna yang disebabkan bahan tersuspensi disebut apparet colour, sedangkan yang disebabkan karena kekentalan organisme atau tumbuh-tumbuhan yang merupakan koloidal disebut true colour. Untuk mengukur tingkat warna digunakan satuan PICO. Berdasarkan Permenkes No.416/Menkes/Per/IX/1990, tingkat warna air yang diperbolehkan untuk air bersih adalah 50 TCU dan untuk air minum 15 TCU.

Air tidak keruh: Air yang digunakan untuk minum hendaknya air yang jernih. Air keruh disebabkan oleh butiran-butiran koloid dari tanah liat. Untuk mengukur kekeruhan air digunakan Turbidimeter dengan satuan mg/l. Standar yang ditetapkan oleh U.S. Public Health Service mengenai ini adalah batas maksimal 10 ppm dengan skala silikat (Sutrisno, 2006).

Suhu: Temperatur air akan mempengaruhi kesukaan konsumen dalam mengkonsumsi air. Untuk memberikan rasa segar maka suhu air yang diharapkan adalah 10 - 15ºC.

Jumlah zat yang terlarut: Air minum tidak boleh mengandung zat padat lebih dari 1000 mg/liter, sedangkan untuk air bersih tidak lebih dari 1500 mg/liter. Jika angka tersebut melewati maka akan mengakibatkan air tidak enak rasanya, menimbulkan rasa mual dan Toxaemia pada wanita hamil.

2. Syarat Kimia

Air yang berkualitas baik harus memenuhi syarat kimia sebagai berikut : (Sutrisno, 2006)
  • a. Derajat keasaman atau pH: Derajat keasaman merupkan faktor yang penting, karena pH mempengaruhi pertumbuhan makro di dalam air. Pada air minum dan air bersih, bila pH lebih kecil dari 6,5 atau lebih dari 9,2 akan menyebabkan korositas dan dapat menyebabkan keracunan. Adapun besar pH yang disyaratkan oleh Permenkes RI No.416/Menkes/Per/IX/1990 untuk air minum adalah 6,5 – 8,5 sedangkan untuk air bersih 6,5 – 9,0.
  • b. Tidak terdapat zat penyebab gangguan fisiologis: Di dalam air tidak boleh terdapat zat-zat yang dapat menimbulkan gangguan fisiologis seperti :

  1. Clorida (Cl) untuk air minum 250 mg/l dan untuk air bersih 600 mg/l.
  2. Sulfat (SO4) 400 mg/l untuk air minum dan air bersih.

c. Tidak terdapat zat penyebab gangguan teknis: Di dalam air tidak boleh terdapat zat yang menyebabkan gangguan teknis seperti :
  1. Besi (Fe), yang syarat maksimumnya 0,03 mg/l untuk air minum dan 1,0 untuk air bersih.
  2. Mangan (Mn), yang syarat maksimumnya 0,015 mg/l untuk air minum dan 0,5 mg/l untuk air bersih.
Syarat BakteriologisMenurut Permenkes No.416/Menkes/Per/IX/1990, persyaratan bakteriologis di dalam air adalah sebagai berikut :
  1. Coliform tinja total coliform pada 100 ml air minum adalah 0.
  2. Jumlah total coliform per 100 ml air bersih pada jaringan perpipaan adalah 10, sedangkan untuk non perpipaan adalah 50.
  3. Tidak mengandung bakteri pathogen misalnya Vibro cholera, Salmonella thypi dan lain-lain.
  4. Tidak mengandung bakteri non pathogen seperti Acytomicetes, Phytoplankton, Coliform, dan lain-lain.



Wednesday, December 26, 2012

Kesling Tempat Pariwisata

Aspek Lingkungan Tempat Pariwisata

Sebagai suatu gejolak sosial, pemahaman akan pengertian dari makna pariwisata memiliki banyak definisi. Akan tetapi dari kegiatan penulisan tesis ini, suatu sintesa mengenai konsepsi dan pengertian pariwisata yang digunakan sebagai suatu tinjauan pustaka dapat dibatasi pada pengertian: Menurut Kodyat (1983) pariwisata adalah perjalanan dari suatu tempat ketempat lain, bersifat sementara, dilakukan perorangan atau kelompok, sebagai usaha mencari keseimbangan atau keserasian dan kebahagian dengan lingkungan dalam dimensi sosial, budaya, alam dan ilmu. Selanjutnya Burkart dan Medlik (1987) menjelaskan pariwisata sebagai suatu trasformasi orang untuk sementara dan dalam waktu jangka pendek ketujuan-tujuan di luar tempat di mana mereka biasanya hidup dan bekerja, dan kegiatan-kegiatan mereka selama tinggal di tempat-tempat tujuan itu.

Sedangkan Wahab (1985) menjelaskan pariwisata adalah salah satu jenis industri baru yang mampu menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang cepat dalam penyediaan lapangan kerja, peningkatan penghasilan, standart hidup serta menstimulasi sektor-sektor produktivitas lainnya. Sebagai sektor yang kompleks, pariwisata juga meliputi industri-industri klasik seperti kerajinan tangan dan cindera mata, penginapan, transportasi secara ekonomi juga dipandang sebagai industri.

Selain itu pariwisata juga disebut sebagai industri yang mulai berkembang di Indonesia sejak tahun 1969, ketika disadari bahwa industri pariwisata merupakan usaha yang dapat memberikan keuntungan pada pengusahanya. Sehubungan dengan itu Pemerintah Republik Indonesia sejak dini mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 1969 tanggal 6 Agustus 1969, menyatakan bahwa : Usaha pengembangan pariwisata di Indonesia bersifat suatu pengembangan industri pariwisata dan merupakan bagian dari usaha pengembangan dan pembangunan serta kesejahteraan masyarakat dan negara (Yoet, 1983).

Beberapa pengertian dan istilah dalam pariwisata sesuai Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan, antara lain

  1. Wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut dilakukan secara sukarela bersifat sementara untuk menikmati objek dan daya tarik wisata.
  2. Wisatawan adalah orang yang menikmati kegiatan wisata.
  3. Pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk pengusaha objek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut.
  4. Wepariwisataan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan penyelenggaraan pariwisata.

Di dalam pertumbuhan dan perkembangan industri pariwisata ini dapat diklasifikasikan bentuknya ke dalam beberapa kategori berikut ini :
  1. Menurut asal wisatawan: Dilihat dari asal wisatawan, apakah asal wisata itu dari dalam atau luar negeri. Jika dalam negara berarti bahwa sang wisatawan ini hanya pindah tempat sementara di dalam lingkungan wilayah negerinya (pariwisata domestik), sedangkan jika ia datang dari luar negeri dinamakan pariwisata Internasional.
  2. Menurut akibatnya terhadap neraca pembayaran: Kedatangan wisatawan dari luar negeri adalah membawa mata uang asing. Pemasukan valuta asing itu berarti memberi efek positif terhadap neraca pembayaran luar negara suatu yang dikunjungi wisatawan ini disebut pariwisata aktif. Sedangkan kepergian seorang warga negara keluar negeri memberikan efek negatif terhadap neraca pembayaran luar negeri negaranya ini dinamakan pariwisata aktif.
  3. Menurut jangka waktu: Kedatangan seorang wisatawan di suatu tempat atau negara diperhitungkan pula menurut waktu lamanya ia tinggal di tempat atau negara yang bersangkutan. Hal ini menimbulkan istilah-istilah pariwisata jangka pendek dan jangka panjang, yang mana tergantung kepada ketentuan-ketentuan yang berlaku oleh suatu negara untuk mengukur pendek atau panjangnya waktu yang dimaksud.
  4. Menurut jumlah wisatawan: Perbedaan ini diperhitungkan atas jumlahnya wisatawan yang datang, apakah sang wisatawan datang sendiri atau dalam suatu rombongan. Maka timbullah istilahistilah pariwisata tunggal dan rombongan.
  5. Menurut alat angkut yang dipergunakan: Dilihat dari segi penggunaan alat pengangkutan yang dipergunakan oleh sang wisatawan, maka katagori ini dapat dibagi menjadi pariwisata udara, pariwisata laut, pariwisata kereta api dan pariwisata mobil, tergantung apakah sang wisatawan tiba dengan pesawat udara, kapal laut, kereta api atau mobil.


Upaya Pengembangan Pariwisata
Menurut Suwantoro (2004), Upaya pengembangan pariwisata yang dilihat dari kebijaksanaan dalam pengembangan wisata alam, dari segi ekonomi pariwista alam akan dapat menciptakan lapangan pekerjaan. Memang pariwisata alam membutuhkan investasi yang relatif lebih besar untuk pembangunan sarana dan prasarananya. Untuk itu diperlukan evaluasi yang teliti terhadap kegiatan pariwisata alam tersebut. Banyak pendapat yang menyatakan bahwa pariwisata alam yang berbentuk ekoturisme belum berhasil berperan sebagai alat konservasi alam maupun untuk mengembangkan perekonomian. Salah satu penyebabnya adalah sulitnya mendapatkan dana pengembangan kegiatannya. Pengelolaan kawasan wisata alam banyak menggunakan dana dari pendapatan pariwisata dari pengunjung sebagai mekanisme pengembalian biaya pengelolaan dan pelestarian kegiatan pariwisata alam belum tercapai secara optimal.

Unsur pokok yang harus mendapat perhatian guna menunjang pengembangan pariwisata di daerah tujuan wisata yang menyangkut perencanaan, pelaksanaan pembangunan dan pengembangannya yang meliputi 5 unsur :
  1. Objek dan daya tarik wisata,
  2. Prasarana wisata,
  3. Sarana wisata,
  4. Infrastruktur,
  5. Masyarakat/lingkungan.

Objek dan Daya Tarik Wisata

Daya tarik wisata yang juga disebut objek wisata merupakan potensi yang menjadi pendorong kehadiran wisatawan ke suatu daerah tujuan wisata a. Pengusahaan objek dan daya tarik wisata di kelompokkan kedalam :
  1. Pengusahaan objek dan daya tarik wisata alam,
  2. Pengusahaan objek dan daya tarik wisata budaya,
  3. Pengusahaan objek dan daya tarik wisata minat khusus.
Dalam kedudukannya yang sangat menentukan itu maka daya tarik wisata harus dirancang dan dibangun/dikelola secara profesional sehingga dapat menarik wisatawan untuk datang untuk datang. Membangun suatu objek wisata harus dirancang sedemikian rupa berdasarkan kriteria tertentu. pada Umumnya daya tarik suatu objek wisata berdasar pada :
  1. Adanya sumber daya yang dapat menimbulkan rasa senang, indah, nyaman dan bersih.
  2. Adanya aksesibilitas yang tinggi untuk dapat mengunjunginya.
  3. Adanya ciri khusus/spesifikasi yang bersifat langka.
  4. Adanya sarana/prasarana penunjang untuk melayani para wisatawan yang hadir.
  5. Objek wisata alam mempunyai daya tarik tinggi karena keindahan alam pegunungan, sungai, pantai, pasir, hutan, dan sebagainya.
  6. Objek wisata budaya mempunyai daya tarik tinggi karena memiliki nilai khusus dalam bentuk atraksi kesenian upacara-upacara adat, nilai luhur yang terkandung dalam suatu objek buah karya manusia pada masa lampau.
Pembangunan suatu objek wisata harus dirancang dengan bersumber pada potensi daya tarik yang memiliki objek tersebut dengan mengacu pada kriteria keberhasilan pengembangan yang meliputi berbagai kelayakan.
  1. Kelayakan Finansial: Studi kelayakan ini menyangkut perhitungan secara komersial dari pembangunan objek wisata tersebut. Perkiraan untung-rugi sudah harus diperkirakan dari awal. Berapa tenggang waktu yang dibutuhkan untuk kembali modal pun sudah harus diramalkan.
  2. Kelayakan Sosial Ekonomi Regional: Studi kelayakan ini dilakukan untuk melihat apakah investasi yang ditanamkan untuk membangun suatu objek wisata juga akan memiliki dampak sosial ekonomi secara regional; dapat menciptakan lapangan kerja/berusaha, dapat meningkatkan penerimaan devisa, dapat meningkatkan penerimaan pada sektor yang lain seperti pajak, perindustrian, perdagangan, pertanian dan lain-lain. Dalam kaitannya dengan dengan hal ini pertimbangan tidak semata-mata komersial saja tetapi juga memperhatikan dampaknya secara lebih luas. Sebagai contoh, pembangunan kembali candi Borobudur tidak semata-mata mempertimbangkan soal pengembalian modal pembangunan candi melalui uang retribusi masuk candi, melainkan juga memperhatikan dampak yang ditimbulkannya, seperti jasa transportasi, jasa akomodasi, jasa restoran, industri kerajinan, pajak dan sebagainya.
  3. Kelayakan Teknis: Pembangunan objek wisata harus dapat dipertanggung jawabkan secara teknis dengan melihat daya dukung yang ada. Tidaklah perlu memaksakan diri untuk membangun suatu objek wisata apabila daya dukung objek wisata tersebut rendah. Daya tarik suatu objek wisata akan berkurang atau bahkan hilang bila objek wisata tersebut membahayakan keselamatan para wisatawan.
  4. Kelayakan Lingkungan: Analisis dampak lingkungan dapat dipergunakan sebagai acuan kegiatan pembangunan suatu objek wisata. Pembangunan objek wisata yang mengakibatkan rusaknya lingkungan harus dihentikan pembangunannya. Pembangunan objek wisata bukanlah untuk merusak lingkungan tetapi sekedar memanfaatkan sumber daya alam untuk kebaikan manusia dan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia sehingga menjadi keseimbangan, keselarasan dan keserasian hubungan antar manusia dengan manusia, manusia dengan lingkungan alam dan manusia dengan Tuhannya.
Prasarana Wisata:
Prasarana wisata adalah sumber daya alam dan sumber daya buatan manusia yang mutlak dibutuhkan oleh wisatawan dalam perjalanannya di daerah tujuan wisata, seperti jalan, listrik, air, telekomunikasi, terminal, jembatan, dan lain sebagainya. Untuk kesiapan objek-objek wisata yang akan dikunjungi oleh wisatawan di daerah tujuan wisata, prasarana wisata tersebut perlu dibangun dengan disesuaikan dengan lokasi dan kondisi objek wisata yang bersangkutan.

Pembangunan prasarana wisata yang mempertimbangkan kondisi dan lokasi akan meningkatkan aksesibilitas suatu objek wisata yang pada gilirannya akan dapat meningkatkan daya tarik objek wisata itu sendiri. Di samping berbagai kebutuhan yang telah disebutkan di atas, kebutuhan wisatawan yang lain juga perlu disediakan di daerah tujuan wisata, seperti bank, apotik, rumah sakit, pom bensin, pusat-pusat perbelanjaan, barbier, dan sebagainya.

Dalam melaksanakan pembangunan prasarana wisata diperlukan koordinasi yang mantap antara instansi terkait bersama dengan instansi pariwisata di berbagai tingkat. Dukungan instansi terkait dalam membangun prasarana wisata sangat diperlukan bagi pengembangan pariwisata di daerah. Koordinasi di tingkat pelaksanaan merupakan modal utama suksesnya pembangunan pariwisata.

Dalam pembangunan prasarana pariwisata pemerintah lebih dominan karena pemerintah dapat mengambil manfaat ganda dari pembangunan tersebut, seperti untuk meningkatkan arus informasi, arus lalu lintas ekonomi, arus mobilitas manusia antara daerah, dan sebagainya, yang tentu saja dapat meningkatkan kesempatan berusaha dan bekerja masyarakat.

Sarana Wisata

Sarana wisata merupakan kelengkapan daerah tujuan wisata yang diperlukan untuk melayani kebutuhan wisatawan dalam menikmati perjalanan wisatanya. Pembangunan sarana wisata disesuaikan dengan kebutuhan wisatawan baik kuantitatif maupun kualitatif. Lebih dari itu selera pasar pun dapat menentukan tuntunan sarana yang dimaksud. Berbagai sarana wisata yang harus disediakan di daerah tujuan wisata adalah hotel, biro perjalanan, alat transportasi, restoran dan rumah makan serta sarana pendukung lainnya. Tak semua objek wisata memerlukan sarana yang sama atau lengkap. Pengadaan sarana wisata tersebut harus disesuaikan dengan kebutuhan wisatawan.

Sarana wisata kuantitatif menunjukkan pada jumlah sarana wisata yang harus disediakan, dan secara kuantitatif yang menunjukkan pada mutu pelayanan yang diberikan dan yang tercermin pada kepuasan wisatawan yang memperoleh pelayanan. Dalam hubungannya dengan jenis dan mutu pelayanan sarana wisata di daerah tujuan wisata telah disusun suatu standart wisata yang baku, baik secara nasional dan secara internasional, sehingga penyedia sarana wisata tinggal memilih atau menentukan jenis dan kualitas yang akan disediakannya.

Tata Laksana/Infrastruktur

Infrastruktur adalah situasi yang mendukung fungsi sarana dan prasarana wisata, baik yang berupa sistem pengaturan maupun bangunan fisik di atas permukaan tanah dan di bawah tanah seperti :
  1. Sistem pengairan, distribusi air bersih, sistem pembuangan air limbah yang membantu sarana perhotelan/restoran.
  2. Sumber listrik dan energi serta jaringan distribusikannya yang merupakan bagian vital bagi terselenggaranya penyediaan sarana wisata yang memadai.
  3. Sistem jalur angkutan dan terminal yang memadai dan lancar akan memudahkan wisatawan untuk mengunjungi objek-objek wisata.
  4. Sistem komunikasi yang memudahkan para wisatawan untuk mendapatkan informasi maupun mengirimkan informasi secara cepat dan tepat.
  5. Sistem keamanan atau pengawasan yang memberikan kemudahan di berbagai sektor bagi para wisatawan. Keamanan diterminal, di perjalanan, dan di objekobjek wisata, di pusat-pusat perbelanjaan, akan meningkatkan daya tarik suatu objek wisata maupun daerah tujuan wisata. Di sini perlu ada kerjasama yang mantap antara petugas keamanan, baik swasta maupun pemerintah, karena dengan banyaknya orang di daerah tujuan wisata dan mobilitas manusia yang begitu cepat membutuhkan sistem keamanan yang ketat dengan para petugas yang selalu siap setiap saat. Infrastruktur yang memadai dan terlaksana dengan baik di daerah tujuan wisata akan membantu meningkatkan fungsi sarana wisata, sekaligus membantu masyarakat dalam meningkatkan kualitas hidupnya.

Masyarakat/Lingkungan

Daerah dan tujuan wisata yang memiliki berbagai objek dan daya tarik wisata akan mengundang kehadiran wisatawan.
  1. Masyarakat: mengetahui berbagai jenis dan kualitas layanan yang dibutuhkan olehMasyarakat di sekitar objek wisatalah yang akan menyambut kehadiran wisatawan tersebut dan akan memberikan layanan yang diperlukan oleh para wisatawan. Untuk ini masyarakat di sekitar objek wisata perlu para wisatawan. Dalam hal ini pemerintah melalui instansi-instansi terkait telah menyelenggarakan berbagai penyuluhan kepada masyarakat. Salah satunya adalah dalam bentuk bina masyarakat sadar wisata. Dengan terbinanya masyarakat yang sadar wisata akan berdampak positif karena mereka akan memperoleh keuntungan dari para wisatawan yang membelanjakan uangnya. Para wisatawan pun akan untung karena mendapat pelayanan yang memadai dan juga mendapatkan berbagai kemudahan dalam memenuhi kebutuhannya.
  2. Lingkungan : Di samping masyarakat di sekitar objek wisata, lingkungan alam di sekitar objek wisata pun perlu diperhatikan dengan seksama agar tak rusak dan tercemar. Lalu lalang manusia yang terus meningkat dari tahun ke tahun dapat mengakibatkan rusaknya ekosistem fauna dan flora di sekitar objek wisata. Oleh sebab itu perlu adanya upaya menjaga kelestarian lingkungan melalui penegakan berbagai aturan dan persyaratan dalam pengelolaan suatu objek wisata.
  3. Budaya: Lingkungan masyarakat dalam lingkungan alam di suatu objek wisata merupakan lingkungan budaya yang menjadi pilar penyangga kelangsungan hidup suatu masyarakat. Oleh karena itu lingkungan budaya ini pun kelestariannya tidak boleh tercemar oleh budaya asing, tetapi yang mengesankan bagi tiap wisatawan yang berkunjung. Masyarakat yang memahami, menghayati, dan mengamalkan sapta pesona wisata di daerah tujuan wisata menjadi harapan semua pihak untuk mendorong pengembangan pariwisata yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.
Pemerintah telah menetapkan pengelompokan daerah tujuan wisata (DTW) ke dalam wilayah tujuan wisata (WTW) dengan maksud untuk menyebarkan kunjungan wisatawan dan pengembangan kepariwisataan di Indonesia. Adapun pengelompokan dan pembagiannya adalah sebagai berikut :
  1. Wilayah Tujuan Wisata (WTW) A yang terdiri dari Daerah istimewa Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Riau.
  2. Wilayah Tujuan Wisata (WTW) B yang terdiri dari Sumatera Selatan, Jambi, Bengkulu.
  3. Wilayah Tujuan Wisata (WTW) C yang terdiri dari Lampung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Daerah Istimewa Yogyakarta.
  4. Wilayah Tujuan Wisata (WTW) D yang terdiri dari Jawa Timur, Bali, Nusantara Tenggara Timur.
  5. Wilayah Tujuan Wisata (WTW) E yang terdiri dari Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur.
  6. Wilayah Tujuan Wisata (WTW) F yang terdiri dari Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah.
  7. Wilayah Tujuan Wisata (WTW) G yang terdiri dari Propinsi Maluku dan Irian Jaya.
Menurut Samsurijal (1997), Peran serta masyarakat dalam pembangunan kepariwisataan dapat terbina bila masyarakat memahami manfaat pariwisata untuk kepentingan nasional, terutama bagi perbaikan hidup mereka sendiri. Apabila pariwisata dapat memberi manfaat bagi masyarakat luas, serta merata masyarakat akan mendukung pembangunan kepariwisataan.

Menurut Fandeli (2001), Obyek wisata adalah faktor yang paling menarik perhatian para pelaku wisata, dalam hal ini pengunjung, baik itu obyek wisata alam maupun budaya. Obyek wisata merupakan segala sesuatu yang menjadi sasaran wisata, seperti hutan, sungai, danau, pantai, laut, museum atau budaya tradisional lainnya. Sungai merupakan saluran alami yang di dalamnya terdapat aliran air yang bermuara di danau atau laut. Aliran air pada sungai memiliki kesuburan yang dibutuhkan oleh biota (tumbuhan, hewan maupun manusia), sehingga sungai dapat menjadi sumber kehidupan. Oleh karena itu, sungai sangat potensial menjadi daya tarik wisata, khususnya wisata sungai. Wisata sungai adalah kegiatan wisata yang obyek dan daya tariknya bersumber dari potensi sungai. Sungai dapat menjadi obyek wisata petualangan, diantaranya kegiatan wisata arung jeram. Arung jeram adalah jenis kegiatan di alam bebas dengan menggunakan perahu karet dan dayung yang dilakukan pada sungai berarus deras, bergelombang, berbatu dan berjeram. Dari pengertian tersebut dapat diketahui, bahwa tidak setiap sungai dapat dipilih sebagai arena kegiatan arung jeram.



Sunday, December 23, 2012

Bakteri Coliform dan E. coli

Media, Prosedur, dan Perhitungan pada Pemeriksaan Bakteri Coliform dan E. Coli

Persyaratan kualitas air minum (air yang aman untuk dikonsumsi langsung), termasuk DAMIU, diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 907/Menkes/SK/VII/2002, sedangkan persyaratan air minum dalam kemasan diatur sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor SNI-0l-3553-1996. Salah satu standar yang dipersyaratkan sesuai Keputusan Menteri Kesehatan tersebut,  persyaratan total coliform per 100 ml air minum adalah 0 (Anonim, 2002).

Berikut diuraikan tentang bakteri coliform dan E Coli beserta prosedur pemeriksaannya.

Golongan bakteri coli, merupakan jasad indikator di dalam substrat air, bahan makanan dan sebagainya untuk kehadiran jasad berbahaya yang mempunyai persamaan sifat: Gram negatif berbentuk batang, tidak membentuk spora dan mampu memfermentasikan kaldu laktosa pada temperatur 370C dengan membentuk asam dan gas di dalam 48 jam (Suriawiria, 1996).

Bakteri Coliform berdasarkan asal dan sifatnya dibagi menjadi dua golongan :
  1. Coliform fekal, seperti Escherichia coli yang betul-betul berasal dari tinja manusia.
  2. Coliform non fekal, seperti aerobacter dan Klebsiella yang bukan berasal dari tinja manusia tetapi biasanya berasal dari hewan atau tanaman yang telah mati (Suriawiria, 1996).
Sedangkan sifat-sifat “Coliform Bacteria” yang penting adalah :
  1. Mampu tumbuh baik pada beberapa jenis substrat dan dapat mempergunakan berbagai jenis karbohidrat dan komponen organik lain sebagai sumber energi dan beberapa komponen nitrogen sederhana sebagai sumber nitrogen.
  2. Mempunyai sifat dapat mensistesa vitamin.
  3. Mempunyai interval suhu pertumbuhan antara 10-46,50C.
  4. Mampu menghasilkan asam dan gas gula.
  5. Dapat menghilangkan rasa pada bahan pangan.
  6. Pseudomonas aerogenes dapat menyebabkan pelendiran (Suriawiria, 1996).
Bakteri Escherichia coli

Escherichia coli adalah kuman oportunis yang banyak ditemukan di dalam usus besar manusia sebagai flora normal. Sifatnya unik karena dapat menyebabkan infeksi primer pada usus, misalnya diare pada anak, seperti juga kemampuannya menimbulkan infeksi pada jaringan tubuh lain di luar usus. Jenis Escherichia coli terdiri dari 2 species yaitu: Escherichia coli dan Escherichia hermanis (Anonim, 1991).

Escherichia coli sebagai salah satu contoh terkenal mempunyai beberapa spesies hidup di dalam saluran pencernaan makanan manusia dan hewan berdarah panas. Escherichia coli mula-mula diisolasi oleh Escherich (1885) dari tinja bayi. Sejak diketahui bahwa jasad tersebut tersebar pada semua individu, maka analisis bakteriologi air minum ditujukan pada semua individu, maka analisis bakteriologi air minum ditujukan kepada kehadiran jasad tersebut (Suriawiria, 1996).

Medium Pertumbuhan
  1. Media LB (Lactose Broth): Media yang digunakan untuk mengetahui ada tidaknya kehadiran bakteri coliform (bakteri Gram negatif) berdasarkan terbentuknya asam dan gas yang disebabkan karena fermentasi laktosa oleh bakteri golongan coli. Terbentuknya asam dilihat dari kekeruhan pada media laktosa dan gas yang dihasilkan dapat dilihat dalam tabung Durham berupa gelembung udara. Tabung dinyatakan positif coliform jika terbentuk gas sebanyak 10% atau lebih dari volume di dalam tabung Durham.
  2. Media BGLB (Brilliant Green Bile Broth): Media yang digunakan untuk mendeteksi bakteri coliform (Gram negatif) di dalam air, makanan, dan produk lainnya. Media ini dapat menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif dan menggiatkan pertumbuhan bakteri coliform. Ada atau tidaknya bakteri coliform ditandai dengan terbentuknya asam dan gas yang disebabkan karena fermentasi laktosa oleh bakteri golongan coli (fardias, 1989).

Supaya mikrobia dapat tumbuh dengan baik dalam suatu medium, perlu dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
  1. Mengandung semua nutrisi yang mudah digunakan oleh bakteri
  2. Mempunyai tekanan osmose, tegangan muka dan pH yang sesuai
  3. Tidak mengandung zat-zat penghambat
  4. Harus steril (Harijoto dan Widjowati, 1977).
Medium pada umumnya terdiri atas bahan-bahan sebagai berikut :
  1. Air: Air mutlak perlu untuk kegiatan sel hidup, karena merupakan penyusun utama sel. Fungsi air yang lain adalah sebagai sumber oksigen dan pelarut. Air kran dapat mengandung garam kalsium atau magnesium yang dapat bereaksi dengan fosfat yang ada di dalam pepton, ekstrak daging dan bahan- bahan lain dalam medium, dan membentuk garam fosfat yang tidak larut. Garam fosfat yang tidak larut ini akan mengendap setelah disterilisasi, karena itu untuk pembuatan media digunakan air suling.
  2. Pepton : Pepton merupakan bentuk hasil antara hidrolisa protein alam oleh enzim proteolitik, misalnya tripsin, papain, dan lain- lain. Fungsi yang terpenting dari pepton dalam medium adalah sebagai sumber nitrogen, juga karena asam amino merupakan senyawa yang bersifat amfoter. Pepton juga merupakan sumber buffer yang baik.
  3. Ekstrak daging: Fungsi ekstrak daging adalah memberi substansi tertentu yang dapat merangsang aktivitas bakteri, yaitu enzim yang dapat mepercepat pertumbuhan bakteri.
  4. Agar: Agar berguna sebagai bahan pemadat medium.
  5. Natrium klorida (garam): Garam biasanya ditumbuhkan ke dalam media untuk menaikkan tekanan osmose, meskipun biasanya tidak perlu ditambahkan.
  6. Senyawa anorganik: Kebutuhan bakteri akan senyawa anorganik tidak banyak diketahui, tetapi unsur-unsur ini biasanya ditambahkan ke dalam medium, yaitu Na, Mg, K, Fe, S, dan P. Sedangkan unsur-unsur Cl, C, N, dan H biasanya sudah terdapat dalam zat anorganik penyusun medium.
  7. Senyawa yang dapat difermentasikan: Senyawa yang dapat difermentasikan ini biasanya merupakan suatu karbohidrat gula. Senyawa ini mempunyai dua fungsi dalam medium, yaitu sebagai sumber energi dan memberi reaksi yang membantu identifikasi (Harijoto dan Widjowati, 1977).
Penyimpanan Medium

Medium sebaiknya disimpan pada tempat yang bersih dengan udara kering yang penguapannya tidak berlebihan dan kemungkinan adanya bahaya kontaminasi telah dikurangi. Media cair bila disimpan dalam almari es atau suhu yang rendah dapat melarutkan udara dan bila diinkubasi pada 35°C, akan menimbulkan gelombang udara dalam tabung peragian. Karena itu harus dimasukkan ke dalam suhu 35°C terlebih dahulu selama satu malam sebelum digunakan dan tabung- tabung yang berisi udara tidak boleh dipakai (Harijoto dan Widjowati, 1977).

Perhitungan Jumlah Perkiraan Terdekat (JPT) /Most Probable Number (MPN ) Coli

Cara pemeriksaan secara bakteriologi dipergunakan untuk pemeriksaan air guna menentukan kualitasnya. Cara ini dimaksudkan untuk mengetahui derajat kontaminasi air oleh bahan buangan yang berasal dari manusia maupun hewan. Kuman golongan coli (coliform group) sudah lama digunakan sebagai indikator untuk mengetahui adanya pengotoran air. Reaksi dan pembenihan (kultur) dari golongan coli telah dipelajari secara luas. Percobaan-percobaan memperlihatkan pentingnya kepekaan dari golongan coli sebagai kriteria dari derajat pengotoran yang ditunjukkan oleh hasil pemeriksaan bakteriologi. Kemajuan-kemajuan dalam teknik pemeriksaan bakteriologi, meningkatkan pula kepekaan dari pemeriksaan golongan coli dengan cara peragian dengan tabung, sehingga cara ini dapat diterima sebagai metode standar. Hasil pemeriksaan golongan coli dengan sistem tabung dinyatakan dengan indeks MPN (Most Probable Number) atau JPT (Jumlah Perkiraan Terdekat Kuman golongan coli). Indeks ini merupakan indeks dari jumlah kuman golongan coli yang paling mungkin, dan bukan perhitungan yang sesungguhnya. Walaupun begitu, hasil ini memberikan angka yang dapat digunakan untuk menunjukkan kualitas air (Widjowati dan Harijoto, 1977).

Pemeriksaan bakteriologi dengan metode MPN, terdiri dari presumtive test (test perkiraan) dan confirmative test (test penegasan). Media yang dapat dipergunakan untuk presumtive test yaitu lauryl trytose broth, Mac Conkey broth, tapi lactose broth merupakan media yang paling sering digunakan. Untuk confirmative test digunakan media Brilliant Green Lactose Bile Broth. Dalam metode MPN, ada dua ragam yang digunakan:
  • Ragam 1: Untuk spesimen yang sudah diolah atau kumannya diperkirakan rendah, digunakan ragam 10 x 10 ml, 1 x 1 ml, 1 x 0,1 ml.
  • Ragam 2: Untuk spesimen yang belum diolah atau rangka kumannya diperkirakan tinggi (misalnya air sumur, air sungai, mata air dan sebagainya, digunakan ragam 5 x 10 ml, 5 x 0,1 ml, mungkin dapat dilanjutkan dengan 5 x 0,01 ml (Anonim, 1995).
Pelaksanaan analisis dilakukan berdasarkan metode standar dari APHA (American Public Health Association) antara lain yaitu bahwa untuk mengetahui jumlah bakteri Coli umumnya digunakan tabel Hopkins yang lebih dikenal dengan nama tabel JPT (Suriawiria, 1996).



Uji Kualitas Air Minum

Uji Bakteriologis Kualitas Air Minum

Air minum merupakan kebutuhan manusia paling penting. Seperti diketahui, kadar air tubuh manusia mencapai 68 persen dan untuk tetap hidup air dalam tubuh tersebut harus dipertahankan. Kebutuhan air minum setiap orang bervariasi dari 2,1 liter hingga 2,8 liter per hari, tergantung pada berat badan dan aktivitasnya. Namun, agar tetap sehat, air minum harus memenuhi persyaratan fisik, kimia, maupun bakteriologis (Suriawiria, 1996).

Air minum adalah air yang digunakan untuk konsumsi manusia. Menurut Departemen Kesehatan, syarat-syarat air minum adalah tidak berasa, tidak berbau, tidak berwarna, dan tidak mengandung logam berat. Walaupun air dari sumber alam dapat diminum oleh manusia, terdapat resiko bahwa air ini telah tercemar oleh bakteri (misalnya Escherichia coli) atau zat-zat berbahaya. Walaupun bakteri dapat dibunuh dengan memasak air hingga 100o C, banyak zat berbahaya, terutama logam, tidak dapat dihilangkan dengan cara ini (Suprihatin, 2006).

Untuk pertama kalinya Indonesia memproduksi air minum dalam kemasan dengan merk “AQUA” pada tahun 1972. Lambat laun perkembangan air minum dalam kemasan berkembang pesat. Tetapi, makin lama harga air minum dalam kemasan terasa mahal dan hanya dapat dijangkau oleh golongan ekonomi menengah ke atas. Celah ini menjadikan bisnis air minum isi ulang memiliki pangsa pasar sendiri. Maraknya bisnis baru ini tidak terlepas dari semakin mahalnya harga air minum kemasan terutama yang bermerek. Harga yang ditawarkan air minum isi ulang dapat lebih murah lantaran tidak memerlukan biaya pengiriman dan pengemasan (Widiarto dan Toto, 2003).

Masyarakat atau pasar masih memiliki persepsi bahwa depot air minum isi ulang ini air bakunya adalah berasal dari sumber mata air pegunungan yang memenuhi syarat-syarat kesehatan. Dalam kenyataannya tidak demikian, air baku dapat diambil dari berbagai sumber. Higienitas depot air minum isi ulang memang tidak dapat ditentukan. Selain kualitas peralatannya, tergantung pula kemampuan dan ketaatan tenaga yang mengoperasikan peralatan tersebut termasuk sikap dan perilaku bersih dan sehatnya. Tenaga yang mengoperasikan dan menangani hasil olahan yang tidak berperilaku bersih dan sehat dapat mencemari hasil olahan (Siswanto, 2004).

Mengingat bahwa air minum yang dijual pada depot air minum rawan pencemaran karena faktor lokasi, penyajian dan pewadahan yang dilakukan secara terbuka dengan menggunakan wadah botol air minum kemasan isi ulang sehingga konsumen perlu mewaspadai hal tersebut. Bakteri coliform dicurigai berasal dari tinja. Oleh karena itu, kehadiran bakteri ini di dalam berbagai tempat mulai dari air minum, bahan makanan ataupun bahan-bahan lain untuk keperluan manusia, tidak diharapkan dan bahkan sangat dihindari. Karena adanya hubungan antara tinja dan bakteri coliform, jadilah kemudian bakteri ini sebagai indikator alami kehadiran materi fekal. Artinya, jika pada suatu subtrat atau benda misalnya air minum didapatkan bakteri ini, langsung ataupun tidak langsung air minum tersebut dicemari materi fekal (Suriawiria, 1996).

Semakin tinggi tingkat kontaminasi bakteri coliform, semakin tinggi pula risiko kehadiran bakteri-bakteri patogen lain yang biasa hidup dalam kotoran manusia dan hewan. Salah satu contoh bakteri patogen yang kemungkinan terdapat dalam air terkontaminasi kotoran manusia atau hewan berdarah panas adalah Shigella, yaitu mikroba penyebab gejala diare, demam, kram perut, dan muntah-muntah (Suprihatin, 2004).

Pengolahan air minum

Pengolahan adalah usaha-usaha teknis yang dilakukan untuk mengubah sifat-sifat suatu zat. Hal ini sangat penting artinya bagi air minum. Dengan perkembangan peradaban serta semakin banyaknya aktivitas manusia, maka mau tidak mau akan menambah pencemaran terhadap air. Laporan keadaan lingkungan di dunia tahun 1992 menyatakan bahwa air sudah saatnya menjadi benda ekonomis, karena itu pengelolaan sumber daya air sangat penting. Pengolahan air minum dilakukan tergantung dari kualitas air baku yang digunakan baik pengolahan sederhana sampai dengan pengolahan yang kompleks. Pengolahan air baku ini dimaksudkan untuk memperbaiki kualitas air sehingga aman dan tidak membahayakan bagi kesehatan masyarakat yang menggunakannya (Suriawiria, 1996).

Pada prinsipnya pengolahan air minum terdiri dari :
  1. Pengolahan Fisik: Pengolahan ini bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan kotoran - kotoran kasar, penyisiran lumpur serta mengurangi zat-zat organik.
  2. Pengolahan Kimia: Pengolahan kimia yaitu suatu tingkat pengolahan dengan menggunakan zat kimia untuk membantu proses selanjutnya, misalnya dengan pembubuhan kapur.
  3. Pengolahan Bakteriologis: Suatu pengolahan untuk membunuh atau memusnahkan bakteri-bakteri yang terkandung dalam air minum yakni dengan cara pembubuhan bahan disinfektan (Suriawiria, 1996).
Persyaratan Kualitas air minum

Persyaratan kualitas air minum (air yang aman untuk dikonsumsi langsung), termasuk DAMIU, diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 907/Menkes/SK/VII/2002, sedangkan persyaratan air minum dalam kemasan diatur sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor SNI-0l-3553-1996.

Kedua jenis air minum itu selain harus memenuhi persyaratan fisik dan kimia, juga harus memenuhi persyaratan mikrobiologis. Air minum harus bebas dari bakteri patogen (Suprihatin, 2004). Untuk negara berkembang seperti Indonesia perlu didapat cara-cara pengolahan air yang relatif murah sehingga kualitas air yang dikonsumsi masyarakat dapat dikatakan baik dan memenuhi syarat. Parameter yang disyaratkan meliputi :1). Parameter fisik 2). Parameter kimia 3). Parameter mikrobiologis. 4). Parameter radioaktifitas (Anonim, 2002).

Di Indonesia syarat-syarat dan pengawasan kualitas air minum harus sesuai dengan peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 907/MENKES/SK/VII/2002. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 907/Menkes/SK/VII/2002, total coliform per 100 ml air minum adalah 0 (Anonim, 2002).

Mikroorganisme Dalam Air
Air jernih maupun air yang kotor atau tercemar, di dalamnya akan terkandung sejumlah kehidupan yaitu :

a. Pada air jernih, misal yang berasal dari sumur biasa, sumur pompa, sumber mata air dan sebagiannya di dalamnya terdiri dari bakteri, yaitu :
  1. Kelompok bakteri besi (misal: Crenothrix dan sebagai Sphaerotilus) yang mampu mengoksidasi senyawa ferro menjadi ferri. Akibat kehadirannya, air sering berubah warna kalau disimpan lama yaitu warna kehitamhitaman, kecoklat-coklatan, dan sebagainya.
  2. Kelompok bakteri belerang (antara lain Chromatium dan Thiobacillus) yang mampu mereduksi senyawa sulfat menjadi H2S akibatnya kalau air disimpan lama akan tercium bau busuk seperti telur busuk.
  3. Kelompok mikroalga (misal yang termasuk mikroalga hijau, biru, dan kersik), sehingga kalau air disimpan lama di dalamnya akan nampak jasadjasad yang berwarna hijau, biru ataupun kekuning-kuningan, tergantung kepada dominasi jasad-jasad tersebut serta lingkungan yang mempengaruhinya. Lebih jauhnya lagi akibat kehadiran kelompok bakteri dan mikroalga akan mengakibatkan kerugian, misalnya terjadinya proses korosi (pengkaratan) terhadap benda-benda logam yang berada di dalamnya, menjadi bau, berubah warna, dan sebagainya.

b. Pada air yang kotor atau sudah tercemar, misal air selokan, air sungai atau air buangan, di dalamnya akan didapati kelompok bakteri seperti pada air yang masih jernih, ditambah dengan kelompok lainnya, antara lain :
  1. Kelompok patogen (penyebab penyakit) misal penyebab penyakit tifus, paratifus, kolera, disentri, dan sebagainya.
  2. Kelompok penghasil racun, misal yang sering terjadi pada kasus keracunan bahan makanan (daging, ikan sayuran dan sebagainya), ataupun jenis-jenis keracunan lainnya yang sering terjadi di daerah pemukiman yang kurang sehat.
  3. Kelompok bakteri pencemar, misal bakteri golongan coli, yang bahwa kehadirannya di dalam badan air dikategorikan bahwa air tersebut terkena pencemar fekal (kotoran manusia), karena bakteri coli berasal dari tinja/kotoran, khususnya manusia.
  4. Kelompok bakteri pengguna, yaitu kelompok lain dari bakteri yang mampu untuk mengurai senyawa-senyawa tertentu di dalam badan air. Dikenal kemudian adanya kelompok bakteri pengguna residu pestisida, pengguna residu minyak bumi, pengguna residu deterjen, dan sebagainya (Suriawiria, 1996).



Sunday, November 25, 2012

Daya Adaptasi Lingkungan

Adaptasi dan Hubungan Manusia dengan Lingkungan

Lingkungan dapat mempengaruhi manusia, manusia juga dapat mempengaruhi lingkungan (Holahan, 1982). Oleh karena bersifat saling mempengaruhi antara satu dengan yang lainnya maka terdapat proses adaptasi dari individu dalam menanggapi tekanan - tekakan yang berasal dari lingkungan seperti yang dikatakan oleh Sumarwoto (1991), bahwa individu dalam batas tertentu mempunyai kelenturan. Kelenturan ini memungkinkan individu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan yang ada di sekitarnya. Kemampuan adaptasi ini mempunyai nilai untuk kelangsungan hidup.

Adaptasi dapat diartikan sebagai kapasitas individu untuk mengatasi lingkungan, yang merupakan proses tingkah laku umum yang didasarkan atas faktor - faktor psikologi untuk melakukan antisipasi kemampuan melihat tuntutan di masa yang akan datang (Altman dalam Gifford, 1980). Dengan demikian, adaptasi dapat juga dikatakan sebagai tingkah laku yang melibatkan perencanaan agar dapat mengantisipasi suatu peristiwa di masa yang akan datang. Pengertian adaptasi sering dibaurkan dengan kata penyesuaian. Adaptasi merupakan perubahan respon pada situasi, sedangkan penyesuain merupakan perubahan stimulus itu sendiri.