Tuesday, November 20, 2012

DISKRIMINASI LINGKUNGAN TERHADAP KAUM AIDS

Diskriminasi lingkungan terhadap kaum AIDS di Indonesia masih merupakan masalah aktual. Hal ini seharusnya tidak terjadi lagi, karena dalam masa reformasi ini telah diadakan Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, serta oleh pemerintah sejak masa Presiden Habibie, Gus Dur, hingga Megawati telah dikeluarkan beberapa Inpres yang menghapuskan peraturan-peraturan pemerintah sebelumnya khususnya ORDE BARU yang bersifat diskriminatif terhadap kebudayaan minoritas, dalam arti adat istiadat, agama dari beberapa suku bangsa minoritas di tanah air. Mengapa hal demikian dapat terjadi terus, seakan-akan rakyat kita sudah tak patuh lagi dengan hukum yang berlaku di negara kita. Untuk menjawab ini, tidak mudah karena penyebabnya cukup rumit, sehingga harus ditinjau dari beberapa unsur kebudayaan, seperti politik dan ekonomi. Dan juga psikologi dan folklornya.
Diskriminasi lingkungan terhadap Kaum AIDS masih tetap aktual sehingga perlu ditanggulangi segera secara yuntas Sebelum sampai pada pembicaraan kita, ada baiknya ditinjau dahulu beberapa konsep yang mendasari topik kita, yakni: diskriminasi, minoritas, dan hubungan antara kelompok [intergroup relation].
Menurut Theodorson & Theodorson, (1979: 115-116): Diskriminasi adalah perlakuan yang tidak seimbang terhadap perorangan, atau kelompok, berdasarkan sesuatu, biasanya bersifat kategorikal, atau atribut-atribut khas, seperti berdasarkan ras, kesukubangsaan, agama, atau keanggotaan kelas-kelas sosial. Istilah tersebut biasanya akan untuk melukiskan, suatu tindakan dari pihak mayoritas yang dominan dalam hubungannya dengan minoritas yang lemah, sehingga dapat dikatakan bahwa perilaku mereka itu bersifat tidak bermoral dan tidak demokrasi. Dalam arti tersebut, diskriminasi adalah bersifat. Aktif atau aspek yang dapat terlihat (overt) dari prasangka yang bersifat negatif (negative prejudice) terhadap seorang individu atau suatu kelompok. Dalam rangka ini dapat juga kita kemukakan definisi dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang berbunyi demikian: “Diskrimasi mencakup perilaku apa saja, yang berdasarkan perbedaan yang dibuat berdasarkan alamiah atau pengkategorian masyarakat, yang tidak ada hubungannya dengan kemampuan individu atau jasanya [merit].
Perlu kiranya dicatat di sini, bahwa dalam arti tertentu diskriminasi mengandung arti perlakuan tidak seimbang terhadap sekelompok orang, yang pada hakekatnya adalah sama dengan kelompok pelaku diskriminasi. Obyek diskriminasi tersebut sebenarnya memiliki beberapa kapasitas dan jasa yang sama, adalah bersifat universal. Apakah diskriminasi dianggap illegal, tergantung dari nilai-nilai yang dianut masyarakat bersangkutan, atau kepangkatan dalam masyarakat dan pelapisan masyarakat yang berlandaskan pada prinsip diskriminasi. Demikianlah para tamtama/prajurit (private) di dalam jajaran ketentaraan secara sah (legitimated) didiskriminasikan (diperlakukan tak seimbang), berdasarkan kedudukannya yang masih rendah, walaupun ia telah memiliki kemampuan yang sama, atau bahkan melebihi para perwira atasan mereka. Namun beberapa komunitas khayalan [utopian communities] telah mencoba untuk menghapuskan perbedaan-perbedaan semacam itu, dalam kedudukan kepangkatan, seringkali berdasarkan keyakinan bahwa semua orang beragama adalah sama di mata Tuhan; dan di Amerika Serikat penyebaran nilai-nilai politik dan agama telah membawa perubahan-perubahan dalam struktur masyarakat, telah menyebabkan terjadinya perlawanan terhadap segala macam diskriminasi yang bersifat agama, ras, bahkan kelaskelas masyarakat. Kriteria masyarakat, untuk apa yang dianggap perlakuan diskriminasi terhadap seorang maupun kelompok, selalu bergeser, sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakatnya.
Menurut Theodorson & Theodorson ( 1979: 258-259), kelompok minoritas (minority groups) adalah kelompok-kelompok yang diakui berdasarkan perbedaan ras, agama, atau sukubangsa, yang mengalami kerugian sebagai akibat prasangka (prejudice) atau diskriminasi istilah ini pada umumnya dipergunakan bukanlah sebuah istilah teknis, dan malahan, ia sering dipergunakan untuk menunjukan pada kategori perorangan, dari pada kelompok-kelompok. Dan seringkali juga kepada kelompak mayoritas daripada kelompok minoritas. Sebagai contoh, meskipun kaum wanita bukan tergolong suatu kelompok (lebih tepat kategori masyarakat), atau pun suatu minoritas, yang oleh beberapa penulis sering digolongkan sebagai kelompok minoritas, karena biasanya dalam masyarakat, yang berorientasi pada pria/male chauvinism, sejak jaman Nabi Adam telah didiskriminasikan sebaliknya, sekelompok orang, yang termasuk telah memperoleh hak-hak istimewa (privileged) atau tidak didiskriminasikan, tetapi tergolong minoritas secara kuantitatif, tidak dapat digolongkan ke dalam kelompok minoritas. Oleh karenannya istilah minoritas tidak termasuk semua kelompok, yang berjumlah kecil, namun dominan dalam politik. Akibatnya istilah kelompok minoritas hanya ditujukankepada mereka, yang oleh sebagian besar penduduk masyarakat dapat di jadikan obyek prasangka atau diskriminasi. Akhimya perlu juga dijelaskan tentang hubungan antara kelompok (lntergroup relation) . Menurut Theodorson & Theodorson ( 1979: 212) pada dasarnya istilah ini berarti penelitian mengenai hubungan antar kelompok, seperti pada kelompok minoritas dan kelompok mayoritas. Selain itu juga konsisten, atau konflik di antara suku-suku bangsa, atau kelompok-kelompok ras, sehinga dapat dianggap sebagai masalah sosial (social problem).
Di indonesia sendiri sejarah AIDS adalah sebagai berikut :
Sejarah 1983
Dr. Zubairi Djoerban melaksanakan penelitian terhadap 30 waria di Jakarta. Karena rendahnya tingkat limfosit dan gejala klinis, Dr. Zubairi menyatakan dua di antaranya kemungkinan AIDS. Pada November, Menteri Kesehatan RI, Dr. Soewandjono Soerjaningrat menyatakan pencegahan AIDS terbaik adalah tidak ikut-ikutan jadi homoseks ... dan mencegah turis-turis asing membawa masuk penyakit itu.
Sejarah 1984
Di Kongres Persatuan Ahli Penyakit Dalam Indonesia (KOPAPDI) VI, pada Juli, dilaporkan bahwa dari 15 orang diperiksa, tiga memenuhi kriteria minimal untuk diagnosis AIDS. Pada November, Kepala Divisi Transfusi Darah PMI, Dr. Masri Rustam menyatakan bahwa masyarakat tidak perlu khawatir AIDS menyerang penerima transfusi darah di sini. Walau skrining membutuhkan biaya besar, pencegahan ... dilakukan dengan melarang kaum homoseksual atau waria menjadi donor darah.
Sejarah 1985
Pada 1 Agustus, Dr. Zubairi menyatakan bila penyakit AIDS sampai menyerang masyarakat akan sulit dicegah. Pada hari berikut, Menkes membenarkan adanya kemungkinan AIDS sudah masuk ke Indonesia. Dr. Arjatmo Tjokrnegoro PhD, ahli imunologi di FK-UI, menduga mungkin orang Indonesia kebal terhadap AIDS karena aspek rasial. Pada 8 Agustus, RSCM dan FK-UI membentuk satuan tugas untuk mengkaji masalah AIDS. Pada 2 September, Menkes menyatakan sudah ada lima kasus AIDS ditemukan di Bali. Namun Direktur Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman (P2MPLP) Depkes, Dr. M. Adhyatama mengaku dia tidak tahu-menahu mengenai kasus tersebut. Seorang perempuan berusia 25 tahun dengan hemofilia dinyatakan terinfeksi HIV pada September di Rumah Sakit Islam Jakarta (RSIJ). Pada 11 November, Menkes mengatakan bahwa belum pernah ditemukan orang yang betul-betul terkena penyakit AIDS. Menjawab pertanyaan wartawan, Menkes komentar “Kalau kita taqwa pada Tuhan, kita tidak perlu khawatir terjangkit penyakit AIDS.”
Sejarah 1986
Perempuan berusia 25 tahun yang didiagnosis HIV pada September 1985 meninggal dunia di RSIJ, tes darahnya memastikan bahwa dia terinfeksi HTLV-III, dan dengan gejala klinis yang menunjukkan AIDS. Kasus ini tidak dilaporkan oleh Depkes. Pada Januari, tes HIV dapat dilakukan di RSCM dengan biaya Rp 62.500. Hasil positif akan dikirim ke AS untuk penelitian lebih lanjut. Juga pada Januari, FKUI RSCM melakukan penelitian terhadap pasien hemofilia yang menerima produk darah (faktor VIII). Ternyata ditemukan satu di antaranya yang dipastikan terinfeksi HIV. Dan pasien tersebut masih diketahui hidup sehat tanpa terapi antiretroviral (ART) pada Juli 1998 – lebih dari 12 tahun setelah didiagnosis. Pada Maret, satuan tugas RSCM dan FK-UI yang dibentuk pada 1985 untuk mengkaji masalah AIDS diresmikan sebagai Kelompok Studi Khusus (Pokdisus) AIDS.
Sejarah 1987
Seorang wisatawan asal Belanda meninggal di RS Sanglah, Bali. Kematian pria berusia 44 tahun itu diakui Depkes disebabkan AIDS. Indonesia masuk dalam daftar WHO sebagai negara ke-13 di Asia yang melaporkan kasus AIDS. Pada Oktober, dilakukan Kongres tentang Penyakit Akibat Hubungan Kelamin di Bali sekaligus Konferensi International Union Against Venerial Diseases and Treponematoses untuk kawasan Asia dan Pasifik. Menkes Dr. Soewandjono Soerjaningrat dalam sambutan mengatakan bahwa penyakit yang sebelumnya dikaitkan dengan hubungan seksual yang menyimpang dari tuntutan agama, ternyata dapat menular melalui darah.
Sejarah 1988
Pada 1988, Depkes hanya melaporkan tambahan satu kasus infeksi HIV di Indonesia. Sejarah 1989 Tema Hari AIDS Sedunia 1989 adalah “Kaum Muda (Youth).” Pada 1989, Depkes tidak melaporkan satu pun kasus infeksi HIV tambahan di Indonesia. Namun satu kasus HIV dilaporkan berlanjut menjadi AIDS.
Sejarah 1990
Tema Hari AIDS Sedunia 1990 adalah “Wanita dan AIDS (Women and AIDS).” Pada 1990, Depkes melaporkan tambahan dua kasus AIDS, sehingga jumlah kasus infeksi HIV di Indonesia menjadi sembilan.
Sejarah 1991
International AIDS Candlelight Memorial pertama diselenggarakan di Indonesia. Peristiwa ini, dikenal sebagai Malam Tirakatan Mengenang Korban-Korban AIDS, diselenggarakan di Surabaya oleh Kelompok Kerja Lesbian & Gay Nusantara (sekarang Gaya Nusantara), dengan bantuan dari Persatuan Waria Kotamadya Surabaya (Perwakos). Pada 29-30 Juli, dilakukan Semiloka Nasional AIDS di Denpasar, Bali, untuk membahas Pengembangan Strategi Penanggulangan AIDS di Indonesia. Tema Hari AIDS Sedunia 1991 adalah “Bersama Kita Hadapi Tantangan (Sharing the Challenge).” Pada 1991, Depkes melaporkan tambahan jumlah kasus infeksi HIV di Indonesia sudah menjadi 18, dengan 12 sudah AIDS.
Sejarah 1992
Tema Hari AIDS Sedunia 1992 adalah “Komitmen Komunitas (Community Commitment).” Pada 1992, Depkes melaporkan tambahan jumlah kasus infeksi HIV di Indonesia sudah menjadi 28, dengan 10 sudah AIDS.
Sejarah 1993
Tema Hari AIDS Sedunia 1993 adalah “Waktunya Untuk Bertindak! (Time to Act)”. Di Indonesia, dilaporkan 137 kasus infeksi HIV plus 51 orang dengan AIDS.
Sejarah 1994
LP3Y bekerja sama dengan Lentera-PKBI DIY dan The Ford Foundation, melakukan Work Shop Penulisan AIDS bagi Wartawan. Sebagai hasil dari kegiatan itu, diterbitkan dua buku kecil, “10 Pakar Bicara AIDS” dan “11 Langkah Memahami AIDS.” Pada 30 Mei, Presiden RI, Suharto, menandatangani Keputusan Presiden Nomor 36/2004 tentang Komisi Penanggulangan AIDS (KPA). Berdasarkan Kepres 36 ini, Menkokesra Ir Azwar Anas mengeluarkan Keputusan tentang Susunan, Tugas dan Fungsi Keanggotaan KPA pada 15 Juni, serta Keputusan tentang Strategi Nasional Penanggulangan AIDS di Indonesia pada 16 Juni. Ketua KPA adalah Menkokesra sendiri, dan sekretaris KPA pertama adalah Dr. Suyono Yayha, MPH. Pada Agustus, sebuah pokja KPA memperkirakan bahwa jumlah kasus infeksi HIV di Indonesia pada 2005 akan menjadi antara 600.000 (penularan rendah, intervensi yang efektif) dan 1.990.000 (penularan tinggi, tanpa intervensi).
Pada akhir tahun ini di Indonesia, secara kumulatif sudah dilaporkan 275 infeksi HIV, dengan 67 di antaranya AIDS. 100 di antaranya adalah WNA. 203 adalah laki-laki, 68 perempuan, 4 tidak diketahui. Jalur penularan: 69 homoseks, 160 heteroseks, 2 IDU, 2 transfusi darah, 2 hemofilia dan 40 tidak diketahui. Tema Hari AIDS Sedunia 1994 adalah “AIDS & Keluarga (AIDS and the Family).”
Sejarah 1995
Edisi perdana majalah Support diterbitkan oleh Yayasan Pelita Ilmu pada Januari. Hingga Mei, 49 orang tercatat meninggal karena AIDS di Indonesia. Pusat Media Pelatihan AIDS untuk Wartawan (PMP AIDS) didirikan pada awal tahun oleh LP3Y di Yogyakarta. Newsletter PMP AIDS edisi perdana diterbitkan pada Mei. Yayasan Pelita Ilmu (YPI) membuka Sanggar Kerja, yaitu tempat persinggahan (shelter) untuk Odha, di Kebon Baru, Jakarta, dengan dukungan oleh Ford Foundation. Program Buddies (pendamping Odha) juga dimulai.
Pada Agustus, RS Medistra Jakarta melarang Dr. Samsuridjal Djauzi untuk merawat pasien apa pun, karena beliau bersedia merawat pasien AIDS di RS tersebut. Dikutip oleh harian Kompas pada Mei, Menteri Negara Kependudukan/Kepala BKKBN menyinyalir bahwa “virus AIDS sudah dimanfaatkan sebagai alat tindak kejahatan...” Spiritia didirikan oleh Suzana Murni sebagai organisasi yang mandiri pada November. Tema Hari AIDS Sedunia 1995 adalah “Hak dan Tanggung Jawab Bersama (Shared Rights, Shared Responsibilities).” Kegiatan dikoordinasi oleh BKKBN. Headline pada Suplemen Khusus Harian Surya yang menyambut Hari AIDS Sedunia berbunyi “Tunggu! AIDS mungkin akan mewabah di Indonesia.” Pada akhir tahun ini di Indonesia, secara kumulatif sudah dilaporkan 364 infeksi HIV, dengan 87 di antaranya AIDS.
Sejarah 1996
Pada pertemuan di Pacet, Jawa Timur, pada 15 Maret, dikeluarkan “Pernyataan Pacet tentang Masalah Etika dan Hak Asasi yang berkaitan dengan Pewabahan dan Upaya Pencegahan HIV/AIDS.” International AIDS Candlelight Memorial diselenggarakan di 31 kota di Indonesia sebagai Malam Renungan AIDS Nusantara (MRAN), dengan tema “Bersama Membangun Harapan,” dikoordinasikan oleh Grup Koordinasi Nasional Mobilisasi AIDS Nusantara (GKNMAN). Menurut harian Kompas, “diiringi lagu ‘Lilin-lilin Kecil’ yang dinyanyikan sendiri oleh penciptanya, James F Sundah, sekitar seribu lilin di tangan para hadirin menyala menerangi Plaza Taman Ismail Marzuki, Jakarta.” Pertemuan Nasional Pencegahan dan Penatalaksanaan HIV/AIDS (Pertemuan Nasional HIV/AIDS I) dilakukan pada Juli di Wisma Kalimanis, Jakarta. Pada pertemuan itu, diputuskan untuk mendirikan tiga organisasi baru: Perhimpunan Dokter Peduli AIDS Indonesia (PDPAI); Forum Komunikasi LSM/Organisasi Peduli AIDS (FKLOPA); dan Masyarakat Peduli AIDS Indonesia (MPAI). Milis AIDS-INA, milis pertama untuk membahas masalah HIV dan AIDS di Indonesia, diluncurkan oleh Dr. Pandu Riono Tema Hari AIDS Sedunia 1996 adalah “Satu Dunia Satu Harapan (One World One Hope)”. Pada akhir tahun ini di Indonesia, secara kumulatif sudah dilaporkan 501 infeksi HIV, dengan 119 di antaranya AIDS.
Sejarah 1997
Pada Mei, Ditjen POM mengeluarkan surat resmi kepada Ditjen Bea Cukai yang menerangkan bahwa bila Bea Cukai mendapat kiriman ARV dari luar negeri yang ditujukan pada Pokdisus AIDS, obat tersebut dapat dikeluarkan tanpa harus diuji coba Ditjen POM. Pada Juni, ARV yang berikut tersedia di Indonesia: AZT, ddI, ddC, 3TC, saquinavir dan ritonavir. Namun harganya tidak terjangkau untuk mayoritas Odha. Surveilans yang dilakukan terhadap waria di Jakarta menunjukkan prevalensi HIV 6%, naik dari 0,3% pada 1995. Tema Hari AIDS Sedunia 1997 adalah “Anak-anak yang Hidup di Dunia dengan AIDS (Children Living in a World with AIDS)” Pada akhir tahun ini di Indonesia, secara kumulatif sudah dilaporkan 619 infeksi HIV, dengan 153 di antaranya AIDS.
Sejarah 1998
Didi Mirhad, bintang iklan Indonesia, mengungkapkan status dirinya HIV-positif pada media massa. Pertemuan Odha pertama dilakukan oleh Spiritia di Ubud, Bali, dengan menghadirkan 16 Odha dan Ohidha dari seluruh Indonesia. Pada Oktober, RCTI mulai menayangkan sinetron Kupu-Kupu Ungu, disutradarai oleh Nano Riantiarno, dengan bintang Nurul Arifin dan Sandi Nayoan. Sinetron sepanjang 13 episode tersebut menggambarkan beragam masalah medis, sosial, psikologis dan mitos seputar HIV dan AIDS. Tema Hari AIDS Sedunia ditentukan sebagai “Kaum Muda: Semangat Perubahan”. Kegiatan dikoordinasi oleh Departemen Agama. Menjelang Hari AIDS, KPA meluncurkan Kampanye Nasional AIDS, ditandai oleh lambang baru, yaitu pita merah-putih.
Sejarah 1999
Didi Mirhad, bintang iklan Indonesia, meninggal dunia karena AIDS pada 25 Agustus. Semiloka Nasional Penggunaan dan Penyalahgunaan NAZA dilakukan selama empat hari di September oleh sekelompok aktivis HIV dan narkoba, dengan melibatkan beberapa pembicara dari Australia dan Malaysia. Pertemuan ini adalah pertama kali konsep Harm Reduction dibahas oleh para pembuat kebijakan dan pengambil keputusan di Indonesia. Tema Hari AIDS Sedunia 1999, ‘Dengar, Simak, Tegar! (Listen, Learn, Live!)’ tetap ditujukan pada orang berusia di bawah 25 tahun. Kegiatan dikoordinasi oleh Departemen Pendidikan. Pada akhir tahun, ARV yang berikut tersedia di Indonesia: AZT, ddI, ddC, 3TC, d4T, saquinavir, ritonavir dan indinavir.
Sejarah 2000
Pertemuan Nasional HIV/AIDS II dilakukan pada April di Jakarta. Surveilans di antara 67 pengguna narkoba suntikan yang ditahan di Lapas Kerobokan di Bali pada akhir tahun menemukan 35 (56%) terinfeksi HIV. Pada November, sebuah pertemuan yang dilakukan oleh Lentera-Sahaja PKBI DIY di Kaliurang, DIY yang melibatkan beberapa relawan dari kelompok marjinal dibongkar secara ‘brutal dan keji oleh kelompok orang yang bertopeng dan bersembunyi dibalik jubah “agama” ataupun “parpol” tertentu.’ Tema Hari AIDS Sedunia 2000 adalah ‘AIDS – Pria Berpengaruh (AIDS – Men Make a Difference)’. Kegiatan dikoordinasi oleh BKKBN.
Sejarah 2001
Dua belas penghuni sebuah pusat pemulihan narkoba di Bali dites HIV. Delapan di antaranya ditemukan terinfeksi. Dengan dukungan dari Ketua Badan POM, berapa jenis ARV generik dari India mulai tersedia di Indonesia, termasuk AZT, 3TC, gabungan AZT+3TC, d4T dan nevirapine. Dengan obat ini, terapi antiretroviral (ART) yang baku mulai tersedia di Indonesia, walau harga masih mahal (lebih dari Rp 1 juta per bulan). Pertemuan Nasional Odha ke-2 dilakukan oleh Spiritia di Kuta, Bali pada September, dihadiri oleh 36 Odha dan Ohidha dari seluruh Indonesia. Peserta menyetujui dikeluarkan “Asas-Asas Penanggulangan HIV/AIDS” sebagai suatu hasil dari pertemuan itu. Walau dalam keadaan sakit dan harus memakai kursi roda, Suzana Murni, pendiri Spiritia berpidato pada pembukaan Konferensi Internasional AIDS di Asia Pasifik (ICAAP) ke-6 di Melbourne, pada Oktober, dengan judul ‘Memecah Penghalang’. Tema Hari AIDS Sedunia 2000 adalah ‘Kami peduli. Anda bagaimana? (I care. Do you?)’. Kegiatan dikoordinasi oleh Departemen Kesehatan. Pada 31 Desember, Drs. M. Jusuf Kalla sebagai Menkokesra menandatangani Keputusan tentang Sekretariat KPA, yang menetapkan Dr. Farid Husein sebagai Sekretaris KPA.
Sejarah 2002
Sidang Kabinet Sesi Khusus HIV/AIDS dilakukan pada 28 Maret. Pada 1 April, disusun Komite Pengarah untuk Strategi Nasional Penanggulangan AIDS, untuk mengembangkan rancangan Stranas baru. Permohonan Indonesia untuk dana dari Global Fund Ronde 1 disetujui, dengan dana hampir 16 juta dolar untuk HIV. Fase 1 program, dengan dana hampir 7 juta dolar, mulai diterapkan pada Juli 2003. Suzana Murni, pendiri Spiritia, meninggal dunia pas sebelum pembukaan Konferensi AIDS Sedunia ke- 14 di Barcelona, Spanyol pada Juli. Konferensi ini didominasi oleh masalah terkait pengobatan untuk HIV di negara terbatas sumber daya. Penghargaan yang diberikan pada Spiritia oleh Family Health International (FHI) diterima oleh Siradj Okta, adik Suzana. Indonesia menunjukkan betapa mendadak epidemi HIV dapat muncul. Setelah lebih dari sepuluh tahun prevalensi HIV yang rendah, angka meloncat di antara pengguna narkoba suntikan dan pekerja seks, dengan sampai 40% orang di tempat pemulihan narkoba di Jakarta diketahui HIV-positif. Pada Oktober dibentuk Gerakan Nasional Meningkatkan Akses Terapi HIV/AIDS (GN-MATHA), diketuai oleh Dr. Samsuridjal Djauzi, dengan tujuan agar 10.000 Odha di Indonesia mendapatkan ART pada 2005.
Sebuah International Roundtable: Increasing Access to HIV Treatment in Resource Poor Settings dilakukan di Canberra, Australia pada September. Di antara 85 peserta, dari 18 negara, ada lima dari Indonesia. Tema Hari AIDS Sedunia 2002 ditetapkan oleh BKKBN sebagai ‘Tetap Hidup dengan Tegar’. Tema internasional adalah ‘Live and Let Live’. Dirjen Farmasi Depkes memasukkan AZT, 3TC dan nevirapine dalam Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) untuk semua rumah sakit tipe A dan tipe B se-Indonesia.
Sejarah 2003
Pertemuan Nasional Odha ke-3 dilakukan oleh Spiritia di Cikopo, Puncak pada Februari, dihadiri oleh 50 Odha dan Ohidha dari seluruh Indonesia. Peserta menyetujui dikeluarkannya “Pernyataan Cikopo” sebagai suatu hasil dari pertemuan itu. “Tegak Tegar – Hidup Positif Bersama HIV”, Pameran Foto Karya Rio Helmi, yang didedikasikan untuk Almarhumah Suzana Murni, diluncurkan di Gedung DPR-RI, Senayan, Jakarta pada Februari. Foto dalam pameran menunjukkan beberapa Odha di Indonesia dalam kegiatan sehari-hari. Pada Maret, Menteri Kesehatan RI mengatakan bahwa pemerintah akan memberi subsidi ARV generik sebesar Rp 200.000 per bulan untuk setiap Odha yang membutuhkannya. Beberapa provinsi memutuskan untuk menyediakan ARV secara gratis untuk sejumlah Odha di provinsinya. Pada Juli, penyediaan ART untuk 100 Odha di Indonesia yang didanai oleh Global Fund mulai direncanakan. Program Global Fund Ronde I Fase 1 untuk HIV dimulai di Indonesia pada Juli. Program ini diutamakan untuk memberi ARV pada 100 Odha di lima provinsi. Pada Agustus 2003, Kimia Farma meluncurkan produk ARV-nya. Pada awal disediakan AZT (Reviral), 3TC (Hiviral), gabungan AZT+3TC (Duviral), serta nevirapine (Neviral). Namun rencana awal untuk membuat gabungan AZT+3TC+nevirapine dengan nama Triviral tidak berhasil. Harga untuk Duviral dan Neviral ditetapkan sebagai Rp 345.000. Jogjakarta Round Table Meeting, yang dihadiri oleh peserta dari 16 negara dengan tujuan mengevaluasi pelaksanaan akses ART, diselenggarakan pada September. Pertemuan ini adalah lanjutan dari pertemuan serupa yang dilakukan di Canberra pada 2002. Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) meluncurkan Strategi Nasional Penanggulangan AIDS 2003-2007. Menyambut Hari AIDS Sedunia, Presiden Republik Indonesia Megawati bertemu dengan beberapa Odha di istana negara. Tema Hari AIDS Sedunia 2003 ditetapkan oleh Departemen Sosial sebagai ‘Stigma dan Diskriminasi’. Pada akhir 2003, diperkirakan 1.100 Odha memakai ART di Indonesia.
Sejarah 2004
Pada 19 Januari, wakil dari pemerintah enam provinsi yang dianggap paling rentan terhadap HIV (Papua, Jawa Barat, Jawa Timur, Bali, DKI Jakarta, dan Riau), pada pertemuan di Papua dengan Ketua KPA Jusuf Kalla dan wakil dari enam departemen serta Ketua Komisi VII DPR-RI, Dr. Sanusi Tambunan, menyatakan Komitmen Sentani. Di antara tujuh pasal dalam komitmen tersebut, para peserta berjanji akan “Mengupayakan pengobatan HIV/AIDS termasuk penggunaan ARV kepada minimum 5.000 Odha pada tahun 2004.” Pertemuan Nasional Odha ke-4 dilakukan oleh Spiritia di Tretes, Jawa Timur pada Februari, dihadiri oleh 60 Odha dan Ohidha dari seluruh Indonesia. Peserta menyetujui dikeluarkannya “Pernyataan Tretes” sebagai suatu hasil dari pertemuan itu.
Departemen Kesehatan menetapkan 25 rumah sakit di 15 provinsi sebagai Rumah Sakit Rujukan AIDS, tahap pertama. Sedikitnya dua dokter, satu perawat dan satu konselor dari masing-masing rumah sakit diberi pelatihan khusus. Spiritia meluncurkan prakarsa pencegahan untuk Odha yang disebut “HIV Stop di Sini”, yang dimaksudkan membantu memutuskan rantai penularan. Yayasan Spiritia melakukan pelatihan Pendidik Pengobatan pertama di Jakarta, dengan melibatkan 45 peserta dari kelompok dukungan sebaya dan komunitas di seluruh Indonesia. Setelah upaya advokasi yang melibatkan kelompok dukungan sebaya dari seluruh Indonesia, Depkes mengubah kebijakan untuk menyediakan ART dengan subsidi penuh pada 4.000 Odha. Dilakukan Pertemuan Nasional KDS ke-2 di Sanur Bali pada November, dihadiri oleh wakil dari 33 kelompok dukungan sebaya (KDS) untuk Odha/Ohidha dari 24 kota dan 20 provinsi. Peserta menyetujui dikeluarkan “Pernyataan Bali” sebagai suatu hasil dari pertemuan itu. Tema Hari AIDS Sedunia 2004 ditetapkan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan sebagai ‘Perempuan, Remaja Putri, HIV dan AIDS’, dengan slogan “Sudahkah Kau Dengar Aku Hari Ini?” Tema internasional adalah ‘Women, Girls, HIV and AIDS’, dengan slogan “Have You Heard Me Today?”.
Sejarah 2005
Setelah mengevaluasi kinerja penerapan Fase 1 programnya Ronde I di Indonesia, Global Fund memutuskan untuk memotong dana untuk Fase 2 (Juli 2005-Juni 2007) dari 9 juta dolar AS menjadi 900.000 dolar. Terkait dengan kunjungan Kofi Annan, Sekretaris-Jenderal PBB ke Indonesia, untuk Konferensi Asia- Afrika, istrinya, Ibu Nane Annan mengunjungi Spiritia. Di kantor Spiritia, Ibu Nane berbincang dengan kurang lebih 20 Odha dari berbagai latar belakang. Pada Mei, Agustina Saweri, meninggal dunia di Jayapura. Odha berusia 26 tahun itu memperoleh embelembel ‘Buah Merah’ di namanya setelah ia diboyong ke Jakarta pada Oktober 2004 untuk memberi kesaksian tentang khasiat buah tersebut sebagai alternatif pengobatan AIDS. Agustina didesak untuk berhenti penggunaan ART-nya, karena tidak dibutuhkan lagi setelah memakai Buah Merah. International Congress on AIDS in Asia and the Pacific (ICAAP) ke-7 dilakukan di Kobe, Jepang pada Juli, dengan tema ‘Bridging Science and Community (Menjembatani Ilmiah dan Komunitas).’ Spiritia melaksanakan Kongres Nasional Odha pertama di Lembang, Jawa Barat, pada September, dihadiri oleh 120 peserta Odha dan Ohidha. Peserta mengeluarkan “Pernyataan Lembang” seusai pertemuan. Tema Hari AIDS Sedunia 2005 ditetapkan oleh Departemen Dalam Negeri sebagai ‘Kepemimpinan dan Penanggulangan HIV/AIDS’. Tema internasional adalah ‘Stop AIDS. Keep the Promise’. KPA Nasional mengeluarkan rencana program akselerasi di 100 Kabupaten/Kota tahun 2005. Rencana ini dicanangkan pada Hari AIDS Sedunia oleh Bapak Wakil Presiden.
Sejarah 2006
Pada Januari, laboratorium resistansi genotipe HIV mulai diuji coba di Departemen Mikrobiologi FKUI. Lab ini disediakan untuk melakukan surveilans resistansi untuk Depkes. Pada Mei, dilakukan International AIDS Candlelight Memorial (Malam Renungan AIDS) dengan tema internasional “Lighting the Path to a Brighter Future”. Antara lain, kegiatan diadakan di Tangerang, Lombok, Kediri, Malang dan Jogja. Juga pada Mei, diluncurkan buku ‘Dua Sisi dari Satu Sosok’, kumpulan tulisan Suzana Murni. Buku ini, yang disusun oleh Putu Oka Sukanta, mengandung 43 artikel dan puisi karya Suzana, sebagian diterjemahkan dari tulisan asli dalam bahasa Inggris. Peraturan Presiden (PP) RI Nomor 75 Tahun 2006 tentang Komisi Penanggulangan AIDS Nasional ditandatangani oleh Bapak Presiden pada 13 Juli 2006. Antara yang lain, PP ini menetapkan Dr. Nafsiah Ben Mboi sebagai Sekretaris. Situs web Spiritia bangkit kembali pada Juni. di antara fitur yang pada awal tersedia adalah akses pada berbagai dokumen Spiritia (termasuk semua Lembaran Informasi), statistik Depkes dari 1995, dan informasi mengenai kelompok dukungan sebaya dalam jaringan se-Indonesia.
Pada Agustus diluncurkan situs web www.aids-ina.org yang merupakan langkah awal dari beberapa aktivis dan pemerhati untuk melengkapi forum milis aids-ina. Diharapkan situs web ini bisa menjadi pusat informasi terhadap isu HIV-AIDS di Indonesia. Juga pada Agustus, diumumkan bahwa penyebaran HIV/AIDS di Tanah Papua diperkirakan telah memasuki kelompok masyarakat umum (generalized epidemic). Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat/Ketua Komisi Penanggulangan AIDS Nasional pada acara penyerahan AIDS Award 2006 di Hotel Nikko di September. AIDS Award event di anugerahkan kepada 19 perusahaan yang telah menunjukkan prestasi dalam melaksanakan program penanggulangan AIDS di tempat kerja. AIDS Award Event 2006 diselenggarakan oleh KPA Nasional. Ada pertemuan antara Panglima TNI Marsekal Djoko Suyanto dengan sekretaris KPA Nasional Dr. Nafsiah Mboi, SpA, MPH di Markas Besar TNI Cilangkap pada Oktober. Panglima TNI Marsekal Djoko Suyanto mengatakan bahwa upaya pencegahan penularan HIV di lingkungan TNI sangat penting untuk segera ditingkatkan pelaksanaannya di semua jajaran TNI termasuk di komando utama (KOTAMA). Tema Hari AIDS Sedunia 2006 ditetapkan oleh Departemen Kesehatan sebagai ‘STOP AIDS – Tepati Janji’, dengan fokus pada akuntabilitas. Tema internasional tetap ‘Stop AIDS. Keep the Promise’, sama seperti tahun sebelumnya.
Sejarah 2007
Buku Suzana Murni, ‘Lilin Membakar Dirinya’, biografi Suzana oleh Putu Oka Sukanta, diluncurkan pada Januari. Pada Februari, PB IDI (Bidang Penyakit Menular) bersama ASHM (Australasian Society HIV Medicine) mengadakan Kursus Nasional tentang Koinfeksi HIV-Hepatitis Virus selama dua hari yang merupakan kegiatan penting Pra-Pertemuan Nasional HIV/AIDS ke-3. Pertemuan Nasional HIV & AIDS ke-3 dilakukan di Surabaya pada Februari dengan tema “Menyatukan Langkah untuk Memperluas Respons”. Antara lain, Strategi Nasional Penanggulangan AIDS 2007-2010 diluncurkan di pertemuan ini. Bantuan Dana Global Fund untuk penanggulangan AIDS, TB, dan Malaria untuk Indonesia dihentikan sementara mulai pertengahan bulan Maret. Alasan utama penghentian aliran dana untuk tiga penyakit menular tersebut karena ditemukan “mismanagement” dalam pengelolaan dana tersebut. Pada Juli, diketahui bahwa Komisi E DPR Provinsi Papua, dalam Rancangan Perdasi (Peraturan Daerah Provinsi) terkait penanggulangan HIV dan AIDS di Papua mengusulkan pemasangan microchip dan anjuran pemeriksaan wajib HIV bagi setiap warga Papua, didorong oleh anggota Dr. John Manangsang. Spiritia melaksanakan Kongres Nasional Odha dan Ohidha ke-II Peningkatan Pemberdayaan dan Keterampilan dalam Menghadapi HIV dan AIDS di Lido 29 Juli-1 Agustus 2007 dengan tema ”Peduli AIDS – Jangan Hanya Slogan”. Pada Agustus, di International Congress on AIDS in Asia and the Pacific (ICAAP) ke-8 di Colombo, Sri Lanka, diumumkan bahwa Indonesia akan menjadi tuan rumah untuk ICAAP ke-9 di Bali pada 2009. Dana Global Fund, yang dibekukan pada Maret 2007, dicairkan lagi pada Oktober. Tema Hari AIDS Sedunia 2007 ditetapkan oleh BKKBN sebagai ‘STOP AIDS – Tepati Janji’, dengan fokus pada kepemimpinan. Tema internasional tetap ‘Stop AIDS. Keep the Promise’, sama seperti dua tahun sebelumnya. Di antara kegiatan terkait dengan Hari AIDS, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melakukan pertemuan di Istana Negara. Puncak acara adalah dialog langsung Presiden SBY dengan Odha dan keluarganya. Dalam dialog yang dipandu langsung oleh Aburizal Bakrie selaku ketua KPA Nasional ini, Presiden berkesempatan mendengarkan langsung hal yang dialami oleh Odha. Tanggapan dan jawaban yang diberikan oleh Presiden dalam dialog tersebut secara nyata dirasakan langsung oleh peserta dialog. seperti yang disampaikan oleh Luh Putu Ikha, perwakilan dari Bali, bahwa peran Odha dalam penanggulangan HIV/AIDS di tanah air perlu didukung oleh pemerintah. Pekan Kondom Nasional (PKN) Pertama dilaksanakan 1-8 Desember 2007 dengan kegiatan yang mencakup pembagian materi edukasi ke berbagai pelosok daerah di Indonesia, pelatihan, talkshow, konser musik, dan lomba karya tulis dan fotografi bagi wartawan dan blogger. Akibat PKN ini, KPA Nasional didemo dua kali, dengan tuduhan “merusak moral bangsa”, dan mereka sama sekali tidak ma dengar penjelasan dari Ibu Nafsiah Mboi, Sekretaris KPA Nasional. Pada akhir 2007, dilaporkan 11.570 Odha pernah mulai ART, dengan 6.653 (58%) masih memakainya.
Sejarah 2008
Komunitas TNI mengumumkan pada Januari bahwa akan melaksanakan proyek percontohan untuk pelayanan terpadu HIV-AIDS di Jatim khususnya bagi masyarakat TNI. Penasihat Khusus Sekjen PBB dan utusan khusus untuk HIV dan AIDS di Asia Pasifik, Nafis Sadik, yang menunjungi Indonesia pada Februari, mengujar bahwa, “Targetnya MDG 2015 tidak akan tercapai, jika keadaan AIDS tidak dapat ditanggulangi secara baik.” Menurutnya, penyebaran epidemi HIV di Indonesia telah mengalami peningkatan. Pertambahan itu menurutnya banyak disebabkan oleh penularan infeksi melalui transmisi seksual.
Pertemuan Nasional Harm Reduction dilakukan di Makassar pada Juni. Pada pertemuan tersebut, Asisten Deputi Sekretaris KPA Nasional Inang Winarso mengatakan, dari 3.000 pasien yang mengikuti program Metadon di seluruh Indonesia, 20% di antaranya telah terbebas sebagai pengguna dan pecandu narkoba. Juga pada pertemuan itu, Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra) Aburizal Bakrie juga mengampanyekan penggunaan kondom di kalangan pengguna Napza. Dalam Kongres Anak Indonesia VII 2008, yang dilakukan pada Juli terkait dengan Hari Anak Indonesia (HAN) 2008 di Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta, peserta merumuskan “Suara Anak Indonesia.” Mereka bertekad meningkatkan pemahaman cara hidup sehat, hak kesehatan reproduksi, agar terhindari dari bahaya penyakit menular, HIV/AIDS serta penyalahgunaan narkotika. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memerintahkan jajaran menteri terkait menindaklanjuti hasil kongres tersebut. Melalui Musyawarah Nasional Orang Terinfeksi HIV yang dilakukan secara terbatas dan dihadiri oleh 124 orang terinfeksi HIV berasal dari 27 provinsi pada Juli, telah membentuk sebuah organisasi yang bernama Jaringan Orang Terinfeksi HIV (JOTHI). Dipilih Abdullah Denovan sebagai Koordinator Nasional dengan periode kerja dua tahun. Sekretaris Nasional Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Nasional Nafsiah Mboi memprediksi pada Juli bahwa jumlah kasus HIV dan AIDS pada 2020 akan melonjak menjadi 2 juta kasus. Sekitar 80% di antaranya menimpa kaum laki-laki. Pada pertemuan di IDI di Oktober, diumumkan bahwa estimasi jumlah orang terinfeksi HIV di Indonesia sudah menjadi 277.000. Masyarakat Peduli AIDS Nasional (Mapan) – yang menggabungkan antara lain Jaringan orang terinfeksi HIV (JOTHI) Jakarta, Persatuan korban Napza dan LBH Kesehatan sebagai pendamping – pada November melakukan aksi di depan Kantor Perwakilan PBB di Menara Thamrin, Jakarta. Mereka menuntut Koordinator UNAIDS Indonesia Nancy Fee dipecat dan keluar dari Indonesia. Salah satu yang disuarakan mereka, selama ini UNAIDS tidak memberikan kontribusi nyata bagi penanggulangan AIDS di Indonesia.
Akhirnya, pada Desember, pasal di Raperdasi Provinsi Papua mengenai microchip dibatalkan, setelah banyak advokasi oleh orang di seluruh Indonesia. Tema Hari AIDS Sedunia 2008 ditetapkan oleh ???? sebagai ‘Yang Muda Yang Membuat Perubahan’. Tema internasional tetap ‘Stop AIDS. Keep the Promise’ dengan fokus pada kepemimpinan, sama seperti dua tahun sebelumnya. KPAN, Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dan DKT Indonesia menggelar Pekan Kondom Nasional (PKN) ke-2 yang diadakan pada minggu pertama Desember. Kegiatan ini diawali dengan Konferensi Kondom pada 1 Desember 2008 yang dibuka Menkokesra Aburizal Bakrie. Namun kegiatan ini dilawan dengan Kampanye Antikondomisasi, dengan konferensi pers berjudul “Stop Kondomisasi untuk Penyebaran HIV/AIDS” oleh LSM Merc. Pada akhir 2008, dilaporkan 17.880 Odha pernah mulai ART, dengan 10.616 (59%) masih memakainya.
Dilihat dari sejarah AIDS itu sendiri di Indonesia sangatlah mempengaruhi kesehatan yang ada di Indonesia, oleh karena itu diskriminasi lingkungan untuk kaum AIDS harus segera dihilangkan dengan membimbing mereka dan menyayangi mereka agar tidak merasa terkucilkan








Lencir Kuning Posted By Lencir Kuning

All about environmental sanitation and public health article up to date contact me

Thank You


0 Responses So Far:

Post a Comment