Showing posts with label Sanitasi Lingkungan. Show all posts
Showing posts with label Sanitasi Lingkungan. Show all posts

Saturday, December 15, 2012

Sanitasi Makanan dan Faktor yang Mempengaruhinya

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Sanitasi pada Makanan

Makanan merupakan kebutuhan dasar manusia untuk melanjutkan kehidupan. Makanan yang dibutuhkan harus sehat dalam arti memiliki nilai gizi yang optimal seperti : vitamin, mineral, hidrat arang, lemak dan lainnya. Makanan harus murni dan utuh dalam arti tidak mengandung bahan pencemar serta harus higiene. Bila salah satu faktor tersebut terganggu makanan yang dihasilkan akan menimbulkan gangguan kesehatan dan penyakit bahkan keracunan makanan.

Masalah sanitasi makanan sangat penting, terutama ditempat-tempat umum yang erat kaitannya dengan pelayanan untuk orang banyak. Rumah sakit merupakan salah satu tempat umum yang memberikan pelayanan kesehatan masyarakat dengan inti pelayanan medis. Agar dapat menunjang kegiatan pelayanan medis diperlukan tempat pengolahan makanan yang kegiatannya berada di instalasi gizi rumah sakit. Untuk mendapatkan makanan yang bermanfaat dan tidak membahayakan bagi yang memakannya perlu adanya suatu usaha penyehatan makanan dan minuman, yaitu upaya pengendalian faktor yang memungkinkan terjadinya kontaminasi yang akan mempengaruhi pertumbuhan kuman dan bertambahnya bahan aditif pada makanan dan minuman yang berasal dari proses pengolahan makanan dan minuman yang disajikan di rumah sakit agar tidak menjadi mata rantai penularan penyakit dan gangguan kesehatan.

Diketahui 64 % karyawan pengolahan makanan berpendidikan SD,2,3,4 masih tingginya tingkat kontaminasi bakteri makanan yang disajikan di tempat pengolahan makanan (TPM), 3 rendahnya kondisi sanitasi dapur dengan pendidikan penjamah SD. Kejadian luar biasa (KLB) diare masih tinggi 116.075 kasus dan keracunan makanan 31.919 kasus pada tahun 1995.5 Penjamah makanan memegang peranan penting dalam melindungi kesehatan penderita/ pasien di rumah sakit dari penyakit akibat kontaminasi makanan, untuk itu perlu diperhatikan 6 prinsip upaya sanitasi oleh penjamah makanan dan minuman di rumah sakit, yaitu pengawasan bahan makanan, penyimpanan bahan makanan, pengolahan bahan makanan, penyimpanan makanan matang dan penyajian makanan. Bakteri yang sering mencemari makanan dan minuman adalah E. Coli, Stapylococus sp, Pseudomonas sp, Klebsiella sp dan Proteus sp.


Makanan yang sehat dan aman merupakan faktor yang sangat penting dalam meningkatkan kesehatan masyarakat. Kesehatan masyarakat apalagi terhadap pasien di rumah sakit yang sangat memerlukan perhatian khusus baik dari segi kualitas makanan secara bakteriologis atau pun fisik, dapat di bagi menjadi 3 bagian :

1. Pendidikan

Pendidikan menunjukkan bahwa penjamah makanan dan minuman yang ada di beberapa instalasi gizi rumah sakit dapat dianggap cukup. Untuk menjalankan pengolahan makanan di instalasi gizi dengan pendidikan SLTP dan SLTA tentu sudah bisa, oleh karena itu pengetahuannya perlu di tambah dengan memberikan kursus tentang higiene sanitasi.

Bakteri yang sering mencemari makanan dan minuman adalah E. Coli, Sapylocoecus, Pseudomonas sp, dan lain-lain. E. Coli merupakan indikator bahwa makanan tersebut telah tercemar kotoran manusia, oleh ka-rena itu upaya higiene sanitasi makanan di rumah sakit harus dilaksanakan dengan baik sebagai upa-ya preventif agar kualitas makanan dan minuman yang dihasilkan memenuhi syarat kesehatan.

2. Pengetahuan

Bahwa pengetahuan tenaga penjamah makanan dapat dikatakan cukup karena memiliki pengetahuan yang dapat diandalkan, sedangkan yang memiliki pengetahuan sedang. Hal ini disebabkan sebagian besar pendidikan penjamah tamat SLTA, sebagai penjamah tidak diperlukan seorang sarjana. Penambahan pengetahuan bisa melalui kursus, pelatihan, penyegaran tentang sanitasi dan higiene perorangan, karena yang diperlukan adalah keterampilan.

3. Perilaku.

Perilaku manusia mempunyai pengaruh yang besar dalam peningkatan derajat kesehatan manusia. Perilaku manusia adalah refleksi dari pada berbagai gejala kejiwaan seperti keinginan, minat, kehendak, pengetahuan, emosi, berfikir, sikap, motivasi, reaksi. Bahwa perilaku penjamah makanan terhadap pemeriksaan kesehatan berkala tergolong baik, 80% menyatakan pernah di periksa kesehatan secara berkala 43,3% lebih dari 2 kali dalam 1 tahun. Dari hasil observasi perilaku penjamah pada beberapa rumah sakit dapat dilihat bahwa seluruh tenaga penjamah makanan memakai penutup kepala, celemek dan tidak merokok, kuku penjamah semua pendek, tidak berbicara saat kerja, tenaga penjamah pria berambut pendek, semua penjamah makanan mencuci tangan tanpa memakai sabun.

Untuk mencegah terjadinya penularan penyakit yang disebabkan oleh penjamah makanan dan minuman, maka perlu adanya pengawasan dan pembinaan yang baik, meskipun sudah menjadi keharusan bagi tiap penjamah untuk menjaga kesehatan dan kebersihannya, tetap harus ada pengawasan untuk memastikan seorang penjamah makanan dalam keadaan sehat ketika sedang bekerja.



Friday, December 14, 2012

Sanitasi Pengolahan Makanan

Sanitasi Industri Pengolahan Makanan

Higiene adalah Definisi higiene pangan menurut Codex Alimentarius Commission (CAC) adalah semua kondisi dan tindakan yang diperlukan untuk menjamin keamanan dan kelayakan makanan pada semua tahap dalam rantai makanan. Sedangkan Sanitasi adalah perilaku disengaja dalam pembudayaan hidup bersih dengan maksud mencegah manusia bersentuhan langsung dengan kotoran dan bahan buangan berbahaya lainnya dengan harapan usaha ini akan menjaga dan meningkatkan kesehatan manusia. Sanitasi (sanitasi Ruang Produksi)/Ruang Pengolahan Makanan

Ruang Produksi/ruang pengolahan makanan/dapur juga berperan penting dalam menentukan berhasil tidaknya upaya sanitasi makanan secara keseluruhan. Dapur yang bersih dan dipelihara dengan baik akan merupakan tempat yang higienis sekaligus menyenangkan sebagai tempat kerja. Dapur seperti itu juga dapat menimbulkan citra (image) yang baik bagi institusi yang bersangkutan. Dua hal yang menentukan dalam menciptakan dapur yang saniter adalah konstruksi dapur dan tata letak (layout)

Dalam ruang pengolahan makanan harus ada pemisahan fisik antara ruang bersih dan ruangan kotor, lokasi tidak dekat dengan pemukiman padat, tidak di tengah sawah, tidak di daerah banjir/tergenang. Hal utama yang perlu diperhatikan dalam merencanakan dapur yang baik, adalah konstruksi bangunan yang anti tikus (rodentproof). Tikus merupakan pembawa (carrier) mikrobia patogen, serta merusak bahan makanan selama penyimpanan. Lubang-lubang yang ada di dalam dapur yang dapat menjadi pintu keluar masuk tikus harus ditutup dengan kawat kasa.
 
Konstruksi Ruang Produksi: 
Kontruksi bangunan ruang produksi/dapur meliputi dinding, lantai, langit-langit, ventilasi, dan pencahayaan.

Dinding: a. Letak-Min. 20 cm diatas dan dibawah permukaan lantai. b. Bahan - Tahan lama, kedap air, bagian dalam halus, rata, tidak berlubang, berwarna terang, tidak mudah terkelupas, mudah dibersihkan Apabila digunakan pelapis dinding, bahannya harus tidak beracun (nontonic)

Lantai - Dari bahan yang kedap air, keras dan padat, tahan air, garam, asam dan basa serta bahan kimia lainnya. Sedangkan kondisi permukaan lantai rata dan mudah mengalirkan air pencucian atau pembuangan, lantai juga dapat dibuat miring kearah area pembuangan air, untuk mencegah adanya genangan air dalam dapur halus, tidak licin dan mudah dibersihkan, pertemuaan lantai dan dinding tidak boleh bersudut mati (harus lengkung), kedap air. Pemakaian karpet sebagai penutup lantai harus dari bahan yang mudah dibersihkan. Karpet tidak boleh digunakan pada area preparasi makanan, ruang penyimpanan, dan area pencucian peralatan karena akan terekspos air atau minyak (Cichy, 1984).

Langit-Langit: a. bahan - Tahan lama dan mudah dibersihkan. b. letak - Min. 2,5 m diatas lantai dan disesuaikan dengan peralatan, c. kondisi - Langit-langit tidak bebas dari kemungkinan catnya rontok /jatuh atau dalam keadaan kotor dan tidak terawat, tidak rata, retak atau berlubang.

Ventilasi: a. kondisi - Sirkulasi udara di ruang proses produksi baik (tidak pengap), lubang-lubang harus mencegah masuknya serangga, hama, dan mencegah menumpuknya debu atau kotoran, mudah dibersihkan. b. bahan- Dapat menghilangkan kondesat uap asap, bau, debu dan panas, mudah dibersihkan dengan demikian, dapur memerlukan alat penghisap (exhaust fan), atau paling tidak dilengkapi dengan cerobong dengan sungkup asap (Anonim, 1996)

Pencahayaan
Pencahayaan yang memadai sangat penting untuk menjamin bahwa semua peralatan yang digunakan di dapur dan ruang penyajian dalam keadaan bersih. Selain itu pencahayaan yang memadai juga sangat penting untuk menjamin keberhasilan pekerjaan preparasi, pengolahan, penyajian, dan penyimpanan makanan. a. letak - Lampu yang dipasang di atas area prosesing tidak boleh merubah warna. b. kondisi - Cukup mendapat cahaya, terang sesuai dengan keperluan dan persyaratan kesehatan. Lampu dilengkapi dengan screen sehingga aman bila jatuh dan bebas serangga

Tata Letak Dapur
Tata letak peralatan dapur yang baik pada dasarnya harus memenuhi 2 tuntutan yaitu :
  • memungkinkan dilakukannya pekerjaan pengolahan makanan secara runtut dan efisien;
  • terhindarnya kontaminasi silang produk makanan dari bahan mentah, peralatan kotor, dan limbah pengolahan.
Penataan alat pengolah dan fasilitas penunjang mengikuti urutan pekerjaan yang harus dilalui, dari bahan mentah sampai makanan siap disajikan, yaitu mulai preparasi, pengolahan atau pemasakan, dan penyajian. Kontaminasi silang produk makanan dari bahan mentah dapat dihindari apabila jalur yang ditempuh produk makan terpisah dari jalur bahan mentah. Penanganan peralatan kotor harus menggunakan fasilitas penampungan air yang berbeda dengan yang akan digunakan untuk pengolahan. Fasilitas penyimpanan utnuk makanan masak dipisahkan dari makanan mentah. Letak kontainer limbah atau sampah dijauhkan dari produk makanan, dan dalam keadaan tertutup rapat.


Sanitasi Sarana/Peralatan
Peralatan dalam industri pangan merupakan alat yang bersentuhan langsung dengan bahan, untuk menghindari terjadinya kontaminasi maka peralatan yang digunakan untuk mengolah dan menyajikan makanan harus sesuai dengan peruntukannya dan memenuhi persyaratan hygiene sanitasi.

Peralatan harus segera dibersihkan dan disanitasi/didesifeksi untuk mencegah kontaminasi silang pada makanan, baik pada tahap persiapan, pengolahan, penyimpanan sementara. Peralatan pengolahan seperti alat pemotong, papan pemotong (talenan), bak-bak pencucian/penampungan, alat pengaduk, alat penyaring, alat memasak merupakan sumber kontaminan potensial bagi pangan.

Frekuensi pencucian dari alat tersebut tergantung pada jenis alat yang digunakan. Peralatan harus dicuci, dibilas, dan disanitasi segera setelah digunakan. Permukaan peralatan yang secara langsung kontak dengan makanan, seperti pemanggang atau oven (oven listrik, gas, kompor, maupun microwave), dibersihkan paling sedikit satu kali sehari. Peralatan bantu yang tidak secara langsung bersentuhan dengan makanan harus dibersihkan sesuai kebutuhan untuk mencegah terjadinya akumulasi debu, serpihan bahan atau produk makanan, serta kotoran lain.

Kadang-kadang untuk membantu proses pembersihan peralatan diperlukan bantuan kain lap/serbet. Serbet dan kain yang digunakan harus bersih, kering, dan tidak digunakan untuk keperluan lain. Serbet atau spon yang digunakan untuk melap peralatan yang secara langsung bersentuhan dengan pangan, harus bersih dan sering dicuci serta disanitasi dengan bahan sanitaiser yang sesuai. Serbet atau spon tersebut tidak boleh digunakan untuk keperluan lainnya.

Kain basah atau spon yang digunakan untuk membersihkan permukaan benda-benda yang tidak kontak langsung dengan makanan, seperti meja kerja, meja saji, rak-rak penyimpan, harus selalu bersih dan segera dibilas setelah digunakan. Kain basah atau spon tersebut harus diletakkan/direndam dalam larutan bahan sanitaiser apabila tidak sedang digunakan.

Pencucian dan sanitasi peralatan dapat dilakukan secara manual maupun secara mekanis dengan menggunakan mesin. Pencucian manual diperlukan pada peralatan besar seperti oven, pemanggang, panci perebus. Pencucian manual juga diterapkan pada panci, pan, kom adonan, serta pisau.

Prosedur pembersihannya adalah sebagai berikut :
  1. Pre Rinse/ tahap awal: Tujuan : menghilangkan tanah & sisa makanan dengan cara dibilas atau disemprot dengan air mengalir.
  2. Pencucian Pencucian dilakukan dalam bak pertama yang berisi larutan deterjen hangat. Suhu yang digunakan berkisar anatar 43 – 49oC (Gislen, 1983). Pada tahap ini diperlukan alat bantu sikat atau spon untuk membersihkan semua kotoran sisa makanan atau lemak. Hal yang penting untuk diperhatikan pada tahap ini adalah dosis penggunaan deterjen, untuk mencegah pemborosan dan terdapatnya residu deterjen pada peralatan akibat penggunaan deterjen yang berlebihan.
  3. Pembilasan: Tujuan menghilangkan sisa kotoran setelah proses pembersihan. Pembilasan dilakukan dalam bak kedua dengan menggunakan air hangat. Pembilasan dimaksudkan untuk menghilangkan sisa detejen dan kotoran. Air bilasan harus sering diganti. Akan lebih baik jika digunakan air mengalir.
  4. Sanitasi atau Desinfeksi: Tujuan untuk menghlangkan bakteri sanitasi atau desinteksi peralatan setelah pembilasan dapat dilakukan dengan beberapa metode. Metode pertama adalah meletakkan alat pada suatu keranjang, kemudian merendamnya dalam bak ketiga yang berisi air panas bersuhu 77oC, selama paling sedikit 30 detik. Cara lainnya adalah dengan menggunakan bahan sanitaiser seperti klorin dengan dosis 50 ppm dalam air bersuhu kamar (24oC) selama paling sedikit 1 menit. Bahan sanitaiser lain yang dapat digunakan adalah larutan iodin dengan konsentrasi 12,5 ppm dalam air bersuhu 24oC, selama 1 menit atau lebih. Disarankan untuki sering mengganti air atau cairan pada ketiga bak yang digunakan. Disamping itu suhu air juga harus dicek dengan thermometer yang akurat untuk menjamin efektivitas proses pencuciannya.
  5. Drying/Penirisan dan Pengeringan: Tujuan supaya tidak ada genangan air yg menjadi tempat pertumbuhan mikroorganisme. Pengeringan bisa dilakukan evaporator/menggunakan lap bersih. Peralatan yang sudah disanitasi juga tidak boleh dipegang sebelum siap digunakan. Apabila cemaran yang terdapat pada peralatan terlalu berat, misalnya kerak gosong pada ketel, wajan, atau pan, atau jenis cemaran dari lemak atau gemuk, maka diperlukan tahap lain, yaitu perendaman. Tahap ini mendahului tahap-tahap lainnya, dengan tujuan melunkkan cemaran, sehingga mudah dilepaskan dari pelaratan.

Beberapa sanitizer yang dapat digunakan antara lain :
  1. Sanitizer panas : menggunakan panas kering, uap panas, air panas
  2. Sinar Ultra Violet : utk ruangan
  3. Bahan Kimia / desinfektan: utk sanitasi pekerja & peralatan
Pemakaian sanitizer akan efektif tergantung pada :
  1. Jenis & konsentrasi
  2. Lama kontak
  3. Suhu
  4. pH
Higiene Personel

Karyawan atau personel yang langsung menangani pengolahan pangan dapat mencemari bahan pangan atau pangan tersebut, baik berupa cemaran fisik, kimia maupun biologis. Oleh karena itu, kebersihan karyawan dan higiene karyawan merupakan salah satu hal yang penting yang harus diperhatikan oleh industri pangan agar produk panganya bermutu dan aman untuk dikonsumsi. Upaya yang dapat dilakukan adalah memupuk kebiasaan karyawan yang baik dan melatih karyawan untuk meninggalkan kebiasaan karyawan yang buruk

Kebiasaan karyawan yang baik
  • Selalu membersihkan diri (mencukur rambut, kumis atau jenggot, mandi, gosok gigi) sebelum bekerja
  • Selalu bekerja dengan penuh perhatian (tidak berbicara dan tidak mengunyah makanan atau merokok saat bekerja
  • Selalu menjaga lingkungan kerjanya tetap bersih
  • Selalu memakai pakaian kerja termasuk penutup kepala, penutup hidung dan mulut serta sarung tangan (jika perlu) dan memakai alas kaki yang bersih.
Kebiasaan karyawan yang buruk
  • Meludah di mana saja (ludah merupakan sumber mikroba yang dapat mencemari pangan).
  • Berbicara sambil bekerja (disamping dapat mengganggu pekerjaan, berbicara juga dapat mencemari pangan)
  • Bersin dan batuk di depan pangan (semburan bersin atau batuk yang penuh mikroba dapat mencemari pangan)
  • Mengunyah pangan atau merokok saat bekerja
  • Memakai perhiasan pada saat sedang bekerja dengan pangan
Cara yang baik untuk mencegah pencemaran dari karyawan
  • Rawatlah rambut, kumis dan jenggot agar tetap pendek dan bersih
  • Rawatlah kuku jari tangan agar selalu pendek dan bersih
  • Lepas semua perhiasan dan jam tangan dari tubuh sebelum mulai bekerja
  • Cucilah tangan sebersih-bersihnya dengan air dan sabun: a. Sebelum mulai bekerja  b. Sesudah memegang benda-benda yang kotor, dan/atau   c. Sesudah kembali dari toilet atau WC
  • Pakailah baju kerja dan penutup kepala yang bersih
  • Gunakan sarung tangan atau cukup kantong plastik yang bersih saat memegang pangan, terutama pangan yang sudah diolah
  • Jangan bekerja menangani pangan jika sedang sakit atau baru sembuh dari suatu Penyakit
  • Bekerjalah serius, tidak berbicara, tidak mengunyah pangan dan tidak merokok pada saat sedang bekerja
  • Jauhi pangan jika mau bersin atau batuk



Wednesday, November 21, 2012

Aspek Sanitasi Lingkungan

Pengertian dan Aspek Sanitasi Lingkungan

Para profesional telah setuju bahwa sanitasi merupakan hal luas yang meliputi:
  • Pengumpulan, penyimpanan, pengolahan dan pembuangan / reuse / daur ulang yang aman dari feses dan urin manusia.
  • Managemen / reuse / daur ulang dari sampah padat.
  • Penyaluran dan pembuangan / reuse / daur ulang air limbah rumah tangga.
  • Penyaluran air hujan.
  • Pengolahan dan pembuangan / reuse / daur ulang efluen air limbah.
  • Pengumpulan dan managemen sampah industri.
  • Managemen sampah B3 (bahan beracun dan berbahaya) termasuk di dalamnya sampah medis rumah sakit, bahan kimia / radio aktif dan bahan berbahaya lain.
Untuk negara – negara dengan akses sanitasi yang sangat rendah, meningkatkan efektivitas managemen feses pada level rumah tangga membawa dampak yang sangat besar dan merupakan tantangan besar. Diperlukan usaha dari keras dari komunitas itu sendiri dan juga pemerintah untuk mewujudkan hal tersebut.

Pentingnta Sanitasi.
Dimanapun orang berkumpul maka sampah yang dihasilkan akan terakumulasi. Peningkatan sanitasi dan higienitas akan sangat berpengaruh pada kesehatan, tetapi banyak orang yang tidak peduli dengan cara pembuangan sampah tersebut. Jika dibiarkan maka akan menimbulkan gangguan, meningkatkan resiko penyakit dan kematian.

Pembuangan air limbah dan feses ke lingkungan akan mempengaruhi kesehatan manusia dengan beberapa cara:
  • Kontaminasi air minum dan sumbernya.
  • Masuk ke dalam rantai makanan misal dari buah, sayuran, ikan atau kerang yang dikonsumsi.
  • Air mandi atau air fasilitas rekreasi yang terkontaminasi.
  • Area yang merupakan tempat berkembang biak lalat atau serangga penyebar penyebab penyakit.

Problem sanitasi itu

Pada tahun 2004 hanya 54% dari penduduk dunia yang mempunyai akses terhadap fasilitas sanitasi. Atau dengan kata lain 4 dari 10 orang di seluruh dunia tidak mempunyai akses terhadap sanitasi. Mereka membuang air di ruang terbuka atau pada fasilitas sanitasi yang tidak memadai dengan resiko terjadinya penyebaran penyakit. Angka tersebut telah meningkat dibanding pada tahun 1990 yang hanya mencapai 49%. Diperlukan usaha yang keras untuk mencapai target MDG (Millenium Development Goal) sebesar 75%.

Penyakit yang disebabkan oleh buruknya sanitasi

Feses manusia berdampak pada penyebaran banyak penyakit termasuk kolera, tipus, hepatitis, polio dan cacingan. WHO (2004) memperkirakan 1,8 juta orang meninggal setiap tahun karena diare, dimana 90% adalah anak-anak usia kurang dari 5 tahun, dan sebagian besar kasus terdapat di negara sedang berkembang. Sanitasi yang buruk memberikan kondisi ideal penyebarannya yaitu dari sampah dan feses tempat berkembang biaknya lalat serta dari air minum, air cuci tangan atau air kolam renang yang terkontaminasi.

Peranan Sanitasi dalam Mencegah penyakit.
Dengan sanitasi yang baik maka proteksi kesehatan secara individu, komunitas dan masyarakat dapat terjaga dengan cara:
  • Mengisolasi feses yang dibuang agar tidak mengontaminasi lingkungan.
  • Mencegah organisme pengganggu seperti lalat dapat kontak dengan feses.
  • Melakukan desinfeksi patogen sebelum dibuang ke lingkungan atau mencegah feses dibuang secara langsung ke lingkungan.
Mengendalikan Ekskreta/Tinja

Dilakukan dengan dua cara yaitu on-site dan off-site. Sistem on-site adalah menyimpan atau mengolah feses di lokasi pembuangannya misalnya dengan menggunakan tanki septik yang umumnya dimiliki oleh sebagian besar WC (water closet) di Indonesia. Tangki septik yang telah penuh harus dikuras lumpurnya untuk diolah ke instalasi pengolah limbah tinja (IPLT). Sistem off-site adalah menyalurkan feses ke lokasi berbeda menuju tempat pengolahan, pembuangan atau reuse. Sistem off-site lebih mahal 70 kali lipat dari sistem on-site karena diperlukan sistem perpipaan yang panjang dan kompleks serta IPLT sebagai pengolah akhir.




Aspek Biaya Sanitasi

Tidak adanya sanitasi yang baik mengakibatkan biaya kesehatan yang harus ditanggung karena penyakit yang diderita meningkat dan income yang berkurang karena sakit. Sanitasi yang buruk juga menyebabkan kualitas air menurun dan berkurangnya pendapatan dari pariwisata (karena resiko kontaminasi yang tinggi). Pencapaian MDG dari sanitasi akan menghasilkan USD 66 milyar karena produktivitas yang meningkat dan  terhindarnya dari sakit dan kematian. Juga akan meningkatkan angka harapan hidup dan menyumbang 0,3 – 0,4% peningkatan perkembangan ekonomi setiap tahun.

Pengaruh Sanitasi pada Lingkungan

Pada daerah yang sebagian besar penduduknya tidak mempunyai akses air bersih yang cukup, sanitasi yang buruk, air limbah yang yang langsung dibuang ke saluran air dan sungai akan menyebabkan banyak anak-anak menderita penyakit. Khususnya pada daerah dimana urbanisasi tinggi, pembuangan air limbah domestik dan sampah yang tidak terurus akan memberikan kontribusi  pada polusi air, tanah dan udara.

Mengapa  sanitasi lambat diperbaiki atau ditingkatkan?

Banyak orang yang tidak sadar bahwa kesehatan dan ekonomi seseorang dan komunitas dapat ditingkatkan dengan meningkatkan sanitasi. Biaya yang tinggi seringkali merupakan faktor penghambat dari proyek-proyek sanitasi. Pemerintah lebih mementingkan proyek pertanian, pendidikan, kesehatan daripada sanitasi. Selain itu perbedaan respon sosial budaya juga merupakan faktor penghambat.

Cara Pencapaian Target Sanitasi

Untuk mencapai target sanitasi, maka harus dilakukan tindakan perbaikan sekarang Rumah tangga, komunitas, pemerintah daerah dan pemerintah pusat serta industri harus bekerja sama. Media dapat mendorong terjadinya percepatan dan penggalangan opini yang baik untuk meningkatkan sanitasi. Melakukan komitmen politik, pembuatan peraturan untuk meningkatkan akses dan kualitas sanitasi, edukasi masyarakat dan institusi, pemilihan teknologi yang sesuai serta ramah lingkungan, persamaan gender merupakan aksi yang dapat dilakukan segera.



Tuesday, November 20, 2012

Sanitasi Tempat Kerja

Komponen Sanitasi Lingkungan Kerja


Berikut beberapa aspek dank komponen sanitasi lingkungan kerja:

Beberapa Jenis Fasilitas sanitasi pada lingkungan kerja, antara lain :
  1. Toilet
  2. Fasilitas untuk BAK (urinal)
  3. Wastafel (tempat cuci tangan)
  4. Kamar mandi
  5. Ruang ganti
  6. Ruang istirahat
  7. Tempat cuci peralatan

Sedangkan beberapa ketentuan Umum, terkait fasilitas diatas antara lain :
  1. Fasilitas sanitasi harus mudah dijangkau dan tidak jauh dari area pekerja (accessible)
  2. Letak toilet tidak lebih dari satu lantai di atas atau di bawah dari area kerja reguler
  3. Jumlah fasilitas harus sesuai dengan jumlah pekerja
  4. Luas area sanitasi harus memenuhi minimal kriteria
  5. Fasilitas sanitasi khusus harus tersedia untuk pekerja dengan kondisi tertentu (ex: hamil)
  6. Fasilitas sanitasi untuk pria dan wanita harus terpisah dan dibedakan
  7. Terdapat petugas yang bertugas untuk membersihkan dan menjaga kondisi fasilitas yang ada
Detail standar yang dipersyaratkan pada sanitasi lingkungan kerja sebagai berikut ;

Retiring Room and Dressing Facilities For Women

1. Lokasi dan Persyaratan Umum

a) Jika terdapat 5 (lima) atau lebih pekerja wanita maka harus disediakan minimal 1(satu) ruang istirahat khusus wanita

b) Ruang istirahat harus nyaman, dan ditempatkan pada area yang mudah dijangkau setiap saat. Di dalam ruang istirahat sebaiknya dipisah antara toilet dan ruang ganti.

2. Luas lantai
  • a) Jika terdapat 5-10 pekerja wanita pada saat yang sama, maka luas lantai untuk ruang istirahat tidak kurang dari 60 square feet. Setiap penambahan 1 orang sampai dengan 100 orang atau lebih, minimal luas lantai ditambahkan 1,5 square feet per orang. Sebaiknya luas lantai retiring room berdasarkan jumlah maksimum pekerja wanita.
  • b) Jika di dalam ruangan terdapat bangku atau tempat tidur, maka luas lantai ruangan dikurangi 30 square feet untuk setiap bangku atau tempat tidur. Dan jika loker pakaian dan tempat gantungan pakaian berada di ruang terpisah, maka luas ruang istirahat dikurangi setengahnya (50%)
  • c) Jika tempat cuci tangan terdapat di dalam ruang istirahat, maka luas lantai ditambah 5 square feet untuk setiap unit fasilitas

3. Konstruksi, Suhu, dan Penerangan

  • a) Dinding partisi ruang istirahat harus padat dan kokoh dan tingginya minimal 7 feet. Kondisi ruang istirahat harus baik dan terawat sehingga memberikan jaminan privacy
  • b) Ruang istirahat harus mempunyai suhu yang baik dan tidak boleh kurang dari 68oF dan mempunyai penerangan yang cukup sehingga semua bagian dalam ruangan dapat terlihat dengan mudah. Jika tidak terdapat cahaya matahari, gunakan lampu sebagai alat penerangan saat menggunakan ruangan

4. Tanda (Sex Designation)

Pintu masuk ruang istirahat untuk wanita harus diberi tanda. Laki-laki tidak diizinkan masuk atau menggunakan selama masih terdapat pekerja wanita

5. Fasilitas Ganti Pakaian

Fasilitas untuk ganti pakaian seperti loker atau rak dengan hanger atau gantungan yang terpisah untuk setiap orang harus tersedia. Fasilitas ini harus berada di dalam ruang istirahat atau diruang lain yang memadai.

6. Bangku, Balai-Balai, dan Tempat Tidur

Jika terdapat 5 sampai 100 pekerja wanita, harus terdapat satu bangku, balai-balai, atau tempat tidur. Jika jumlah pekerja antara 100-250 harus terdapat 2 unit Dan ditambah 1 unit untuk setiap penambahan 250 pekerja wanita.

Toilet Rooms, Water Closets, and Urinals

1. Lokasi dan Persyaratan Umum
  • a) Harus tersedia toilet yang bisa digunakan oleh pekerja
  • b) Toilet untuk pria dan wanita harus terpisah
Terdapat tanda yang jelas Pekerja dilarang keras menggunakan toliet yang bukan untuk jenis kelamin yang bersangkutan

2. Konstruksi
  • a) Lokasi, Letak toilet tidak lebih dari satu lantai di atas atau di bawah dari area kerja reguler, kecuali ruang kerja tersedia lift atau elevator yang memudahkan pekerja untuk menuju toilet. Toilet tidak boleh kontak langsung dengan ruang lain seperti dapur, atau ruang penyimpan makanan yang tidak dibungkus, kecuali ada pintu pembatas. Pintu pembatas harus mempunyai sistem tertutup secara otomatis.
  • b) Toilet pria dan wanita harus dipisahkan dengan konstruksi yang permanen. (soundproof, material tidak transparan) Perlu dicantumkan tanda “ Jangan Dibuka”
  • c) Dinding dan plafon yang digunakan sebaiknya dari bahan yang mudah dibersihkan
  • d) Pintu toilet sebaiknya tertutup rapat dan dilengkapi dengan alat yang membuat pintu bisa tertutup sendiri
  • e) Toilet harus mempunyai penerangan yang memadai
  • f) Toilet harus dilengkapi dengan exhaust fan, dan terdapat ventilasi untuk masuknya cahaya.

3. Maintenance
  • a) Didalam toilet terdapat poster atau himbauan kepada pengguna agar menjaga kebersihan dan tidak melakukan tindakan yang dapat merusak fasilitas toilet
  • b) Tersedia kertas tisu atau toilet paper
  • c) Dinding, partisi dan bagian lain dari ruang toilet harus bersih dan bebas dari kotoran atau coretan-coretan
  • d) Sebaiknya toilet pria dibersihkan oleh petugas pria dan toilet wanita oleh petugas wanita, kecuali pada waktu di luar jam kerja
  • e) Ruang khusus wanita di dalam toilet wanita harus mempunyai penutup

Water Closet (WC)


1. Jumlah
  • a) Jumlah WC yang tersedia untuk setiap jenis kelamin harus berdasarkan jumlah maksimal pekerja untuk setiap jenis kelamin
  • b) Jika terdapat urinals, maka jumlah WC harus dikurangi sejumlah urinals yang tersedia, dan jumlah WC tidak boleh kurang dari 2/3 dari jumlah yang dipersyaratkan
2. Konstruksi
  • a) Harus terdapat keran atau alat pengatur supply air dari pipa penyalur.
  • b) WC sebaiknya dilengkap dengan saluran buangan dan penyaring pasir atau kotoran
  • c) Dilengkapi dengan tangki penampungan air untuk melakukan penyiraman untuk setiap unit
  • d) Dilengkapi dengan keran untuk penyiraman. Ukuran pipa untuk penyiraman mempunyai diameter yang tidak boleh kurang dari 1¼ inch.
  • e) Pintu dilengkapi dengan kunci. Tinggi pintu minimal 60 inch dari lantai dan jika pintu tidak menyentuh tanah maka jarak maksimal adalah pintu dari lantai 12 inch.
Urinals

1. Jumlah

Jika jumlah pekerja pria kurang dari 30 orang, maka sebaiknya tersedia 1 urinal. Jika jumlah pekerja pria 30 sampai 80 harus terdapat 2 urinal, dan setiap penambahan 80 orang atau kelipatannya ditambahkan 1 unit urinal

2. Kontruksi
  • a) Ukuran urinal minimal 2 feet dan terbuat dari marmer/porcelain
  • b) Mempunyai tinggi dari lantai tidak kurang dari 15 inch diukur dari ujung bagian bawah urinal
  • c) Urinal sebaiknya diletakkan di dalam ruang toilet dan untuk setiap urinal dibatasi oleh partisi.
  • d) Urinal harus terhubung saluran pembuangannya denga saluran limbah cair yang lain
  • e) Dilengkapi dengan keran untuk menyiram. Ukuran diameter pipa untuk flushing/menyiram tidak kurang dari ½ inch.

PRIVIES (Pembuangan)

1. Izin instalasi
  • a) Lokasi tempat pembuangan tidak boleh disembarang tempat, mempunyai izin, dan jauh dari sumber air minum
  • b) Jika saluran dan tempat pembuangan air limbah berdekatan dengan sumber atau saluran air minum, maka saluran pembuangan harus dilengkapi dengan bahan yang kedap air seperti logam atau beton.

2. Konstruksi
  • a) Semua lubang penampungan dibangun dan dipelihara agar selalu dalam kondisi baik, tidak retak/pecah, atau terbuka.
  • b) Tiap lubang harus dilengkapi dengan pintu atau lobang khusus
  • c) Terdapat ventilasi udara yang ditutup dengan kasa untuk mencegah masuknya lalat

3. Pemeliharaan

  • a) Kondisi lubang pembuangan harus selalu terjaga sanitasinya
  • b) Pada saat melakukan pengerukan dan pembuangan lumpur, sebaiknya perhatikan prosedur penanganannya

Washing Facilities
  1. Jumlah fasilitas untuk mencuci (tangan) yang disediakan
  2. Setiap penambahan 25 orang pekerja atau kelipatannya tempat cuci tangan di tambah 1 unit
  3. Tempat cuci tangan terusan yang berbentuk lingkaran dan terdapat air mancur dianggap inchi 1 unit jika panjang lingkarannya minimal 20 inchi.
  4. Tempat cuci tangan dilengkapi dengan sabun atau bahan lain yang berguna untuk membersihkan kotoran yang menempel pada tangan
  5. Penerangan di ruang atau area tempat dipasangnya washing facilities harus memadai
  6. Tersedia kertas tissue, handuk (individual), kain lap di area wastafel. Jangan menggunakan handuk secara bersama-sama. Sebaiknya tersedia pengering (air dryers).

Shower Bath
  1. Jumlah, Di semua industri (kecuali pada industri yang mempunyai kamar mandi yang luas), jika pekerja terpajan oleh panas, kelembaban, atau debu, harus disediakan minimal 1 (satu) kamar mandi untuk setiap 50 orang pekerja yang dilengkapi dengan keran air dingin dan air panas Untuk setiap penambahan 50 orang pekerja, ditambahkan 1 kamar mandi
  2. Perlengkapan, kamar mandi dilengkapi dengan sabun, spon, atau peralatan lain yang memudahkan pekerja untuk membersihkan badan.

Dressing Facilities for Men
  1. Tempat atau ruang dimana pekerja pria bisa berganti pakaian seharusnya disediakan.
  2. Ruang tempat ganti pakaian sebaiknya berdekatan dengan area kerja, khususnya pada tempat kerja yang memungkinkan untuk pekerja menjadi kotor, lelah, dsb.
  3. Tersedia lemari atau loker untuk menyimpan pakaian. Minimal tersedia gantungan baju (hanger) dan tempat gantungan untuk menjaga agar pakaian pekerja tertata dengan baik dan tidak kotor.

Drinking Water
  1. Tersedia supply air minum yang memenuhi syarat kesehatan
  2. Jangan menggunakan gelas untuk minum secara bersama-sama
  3. Harus tersedia gelas atau cup untuk setiap pekerja
  4. Sebaiknya menggunakan keran air minum sehingga setiap pekerja tidak mengkontaminasi pekerja lain. Kondisi keran harus dijaga kondisi sanitasinya.
  5. Jika disediakan kertas tissu dan drinking cups, sebaiknya juga disediakan kotak untuk tempat penampungan sampah bekas tissu atau cup yang sudah dipakai





Ketentuan Khusus Untuk Fasilitas yang Sudah Terpasang

1. Retiring rooms for women


Retiring rooms sebaiknya mempunyai ventilasi seperti jendela dan celah tempat masukknya cahaya matahari langsung. Jendela atau celah cahaya matahari harus bisa dibuka atau ditutup dengan mudah. Jika tidak ada jendela atau celah tempat masukknya cahaya matahari, maka sebaiknya dibuat konstruksi agar terjadi pertukaran udara dengan memberikan jarak antara plafon dengan bagian atas dinding minimal 2 feet dan minimal pada dua sisi agar terjadi aliran udara.

2. Toilet rooms
  • a) Jika pada toilet wanita dan pria mempunyai bagian yang menyatu, maka sebaiknya diberikan pembatas mulai dari lantai sampai plafon. Jika plafon ruangan sangat tinggi, maka minimal tinggi pembatas adalah 9 feet dari lantai
  • b) Jika di ruangan toilet atau washrooms yang ada tidak terdapat jendela untuk pertukaran udara, maka sebaiknya di pasang ventilasi buatan.

3. WC
  • a) Jumlah WC yang ada minimal 1 untuk setiap 25 pekerja dan kelipatannya serta tersedia untuk wanita dan pria
  • b) Jika terdapat WC yang sudah rusak sebaiknya diganti dengan WC baru

4. Location of washing facilities

Minimal terdapat satu tempat cuci tangan pada setiap toilet, jika tidak memungkinkan dipasang dalam toilet, maka dapat dipasang di area yang dilalui oleh pekerja pria maupun wanita saat menuju toilet untuk digunakan bersama.

Ketentuan Khusus Untuk Pemasangan Baru

1. Retiring rooms for women
  • a) Jika akan dibangun lebih dari satu retiring room, maka minimal ½ dari retiring room yang akan dibangun mempunyai jendela dan celah cahaya matahari sehingga udara luar bisa masuk. Jika hanya akan membangun 1 retiring room sebaiknya mempunyai jendela dan celah tempat cahaya matahari masuk. Jika tidak memungkinkan gunakan cara dengan memberi celah antara bagian atas dinding dengan plafon sebesar 2 feet untuk sirkulasi udara
  • b) Sebaiknya pada setiap bangunan tersedia minimal 1 retiring rooms

2. Toilet rooms
  • a) Lantai dan tinggi pijakan dalam toilet minimal 6 inch untuk menjamin bahwa lantai selalu kering.
  • b) Pintu masuk toilet untuk pria maupun wanita masing-masing harus dilengkapi pintu yang bisa menutup sendiri
  • c) Pembatas antara toilet pria dan wanita harus baik mulai dari lantai sampai plafon dan tidak ada celah untuk berkomunikasi kecuali lewat pintu.
  • d) Toilet rooms dan washrooms harus mempunyai jendela dan celah untuk cahaya matahari atau dilengkapi dengan fasilitas ventilasi buatan.

3. WC
  • a) Jumlah WC yang harus disediakan untuk setiap jenis kelamin.
  • b) Tambahkan minimal 1 WC untuk setiap penambahan 25 pekerja
  • c) WC sebaiknya dipasang di dalam toilet rooms
  • d) Jangan menggunakan WC yang terbuat dari bahan yang menyerap air karena akan menimbulkan kelembaban
  • e) Sebaiknya terdapat penampungan air untuk membilas
  • f) Jangan menggunakan WC yang terbuat dari besi atau logam

4. Urinals
  • a) Urinals harus terbuat dari bahan yang halus/licin, tidak mudah lembab dan jangan menggunakan bahan besi atau logam.
  • b) Ruang dalam urinals mempunyai volume minimal 90 feet

5. Washing facilities
Minimal terdapat 1 (satu) tempat cuci tangan untuk setiap toilet atau 1 (satu) di tempat yang berhubungan dengan toilet pria maupun wanita untuk digunakan bersama