Showing posts with label Kesehatan Lingkungan. Show all posts
Showing posts with label Kesehatan Lingkungan. Show all posts

Monday, November 19, 2012

Sanitasi Pemukiman Kumuh

Potret Lingkungan dan Pemukiman Kumuh

Perkembangan wilayah kota yang dinamis membawa berbagai macam dampak bagi pola kehidupan masyarakat kota itu sendiri. Perkembangan pusat kota yang merupakan sentra dari kegiatan ekonomi menjadi daya tarik bagi masyarakat yang dapat membawa pengaruh bagi tingginya arus tenaga kerja baik dari dalam kota itu sendiri maupun dari luar wilayah kota, sehingga menyebabkan pula tingginya arus urbanisasi. Urbanisasi telah menyebabkan ledakan jumlah penduduk kota yang sangat pesat, yang salah satu implikasinya adalah terjadinya penggumpalan tenaga kerja di kota-kota besar di Indonesia. Dampak lain dari tingginya arus urbanisasi kota adalah dalam hal permukiman kota. Namun urbanisasi yang terkonsentrasi seperti diuraikan di atas, disamping merugikan juga mempunyai keuntungan. Perlengkapan infrastruktur bagi modernisasi ongkosnya menjadi murah. Perkembangan ekonomi lebih cepat.


Tingginya jumlah penduduk di pusat kota mengharuskan terpenuhinya kebutuhan akan permukiman yang layak huni, khususnya untuk menampung kaum urbanis yang pekerjaannya terkonsentrasi pada sektor perdagangan dan jasa di kawasan komersial yang ada di pusat kota. Ketersediaan sarana dan prasarana yang lengkap di pusat kota ini menimbulkan daya tarik bagi masyarakat untuk bermukim di kawasan tersebut. Mereka membutuhkan tempat hunian lebih banyak berada di sekitar kawasan komersial kota, hal ini dimungkinkan juga karena mereka mendekati pusat perdagangan untuk membuka usaha dengan memanfaatkan keramaian dan padatnya pengunjung yang berdatangan ke pusatpusat perbelanjaan di kota. Selain itu alasan lain bagi masyarakat tertarik untuk bertempat tinggal di sekitar kawasan pusat kota karena lebih memudahkan jangkauan tempat kerja bagi mereka yang bekerja di pusat kota, serta memenuhi kebutuhan tempat tinggal masyarakat yang banyak bekerja di kawasan CBD kota. Ketersediaan sarana dan prasarana yang lengkap di pusat kota juga menjadi daya tarik masyarakat untuk tinggal di kawasan tersebut.

Kebanyakan kaum urbanis yang datang adalah mereka yang ingin berjualan di pasar dan sebagian besar mereka dari golongan ekonomi menengah ke bawah. Mereka mencari tempat tinggal di sekitar kawasan pusat perdagangan ini. Permukiman yang paling dekat dengan pusat perdagangan ini yaitu kawasan permukiman Pancuran. Dengan adanya pemusatan kegiatan perdagangan ini akan menyebabkan masalah bagi struktur perencanaan kota (Daljoeni 2003: 78). Selain itu perkembangan jumlah hunian di kawasan Pancuran ini kurang diimbangi oleh ketersediaan lahan, sehingga untuk menambah jumlah hunian mereka cenderung mengabaikan aturan-aturan dasar tentang pengadaan bangunan rumah seperti kualitas bahan, jenis ruang, garis sempadan jalan maupun jarak antar rumah. Bahkan mereka menggunakan sebagian badan jalan untuk didirikan bangunan untuk pengembangan tempat tinggal maupun usahanya yang menyebakan permukiman tersebut menjadi kumuh dan suasana yang tidak tertib yang berakibat pada berubahnya kualitas lingkungan fisik kawasan. Perubahan kualitas lingkungan fisik kawasan akibat aktivitas permukiman ini ditandai dengan terjadinya perusakan estetika lingkungan seperti ketidaksesuaian tampilan bangunan hunian yang semi permanen maupun tidak permanen dengan bangunan formal yang ada di sekitarnya, berkurangnya kenyamanan dan luasan sarana jalan karena sebagian badan jalan didirikan bangunan, tidak adanya penghijauan maupun ruang terbuka hijau pada halaman rumah karena masyarakat menggunakan halaman untuk pengembangan bangunan, serta tidak ada lagi lahan yang dapat digunakan untuk membangun sarana lainnya seperti sarana pendidikan ataupun keagamaan serta sarana bermain anak.

Selain itu banyak masyarakat kawasan tersebut yang melakukan usaha home industri yaitu pembuatan kerupuk gendar atau karak yang biasanya mereka memanfaatkan daerah sungai untuk menjemur kerupuk tersebut dan membuang limbah ke sungai yang mengakibatkan sungai tersebut menjadi kotor dan tercemar. Disamping itu kurang terpeliharanya kebersihan lingkungan kawasan menyebabkan kawasan terlihat kumuh, kotor, tidak sehat dan tidak nyaman lagi untuk dijadikan tempat hunian yang layak. Pada umumnya selain dampak fisik lingkungan, muncul pula beberapa dampak sosial yang dirasakan oleh masyarakat, khususnya yang tinggal di lingkungan permukiman padat tersebut antara lain kesehatan yang tidak terjamin, banyak terjadi kejahatan karena lingkungan yang tidak nyaman.




MEMPERCANTIK PEMBANGUNAN LINGKUNGAN

Penataan bangunan dan lingkungan  adalah kegiatan pembangunan untuk merencanakan, melaksanakan, memperbaiki, mengembangkan atau melestarikan bangunan dan lingkungan/ kawasan tertentu ang sesuai dengan prinsip pemanfaatan ruang dan pengendalian bangunan gedung dan lingkungan secara optimal yang terdiri atas proses perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi,  serta kegiatan pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran bangunan gedung dan lingkungan.

Hirarki tata ruang wilayah


Secara sistematis, konsep harus mencakup gagasan yang komprehensif dan terintegrasi terhadap komponen - komponen perancangan kawasan, yang meliputi kriteria :
    * Struktur peruntukan lahan;
    * Intensitas pemanfaatan lahan;
    * Tata bangunan;
    * Sistem sirkulasi dan jalur penghubung;
    * Sistem ruang terbuka dan tata hijau;
    * Tata kualitas lingkungan;
    * Sistem prasarana dan utilitas lingkungan;
    * Pelestarian bangunan dan lingkungan.
Struktur peruntukan lahan merupakan komponen rancang kawasan yang berperan penting dalam alokasi penggunaan dan penguasaanlahan / tata guna lahan yang telah ditetapkan dalam suatu kawasan perencanaan tertentu berdasarkan ketentuan dalam rencana tata ruang wilayah. Kriteria penataan,  memenuhi :
    * Keragaman tata guna yang seimbang dan terintegrasi
    * Penetapan jenis peruntukan lahan yang akan dikendalikan oleh pemda, diantaranya RTH, Damija, dll
    * Pengaturan kepadatan pengembangan kawasan dengan mempertimbangkan daya dukung dan karakter kawasan
    * Skala ruang yang manusiawi dan berorientasi pada pejalan kaki serta aktivitas yang diwadahi
Intensitas pemanfaatan lahan adalah tingkat alokasi dan distribusi luas lantai maksimum bangunan terhadap lahan/tapak peruntukannya untu kmencapai efisiensi dan efektivitas pemanfaatan yang adil Komponen Penataan :
    * Koefisien Dasar Bangunan (KDB), yaitu angka persentase perbandingan antara luas seluruh lantai dasar bangunan gedung yang dapat dibangun dan luas lahan/ tanah yang dikuasai.
    * Koefisien Lantai Bangunan (KLB), yaitu angka persentase perbanding anantara jumlah seluruh luas lantai seluruh bangunan yang dapat dibangun dan luas lahan / tanah yang dikuasai.
    * Koefisien Daerah Hijau (KDH), yaitu angka persentase perbandingan antara luas seluruh ruang terbuka diluar bangunan gedun yang diperuntukkan bagi pertamanan/penghijauan dan luas tanah dikuasai.
    * Koefisien Tapak Besmen (KTB), yaitu angka persentase perbandingan antara luas tapak besmen dan luas tanah perpetakan / daerah perencanaan yang dikuasai.
    * Sistem Insentif - Disinsentif Pengembangan, terdiri dari : (a) Insentif Luas Bangunan, yaitu insentif yang terkait dengan KLB dan diberikan apabila bangunan gedung terbangun memenuhi persyaratan peruntukan lantai dasar yang dianjurkan. Luas lantai bangunan yang ditempati oleh fungsi tersebut dipertimbangkan untuk tidak diperhitungkan dalam KLB.(b) Insentif Langsung,  yaitu insentif yang memungkinkan penambahan luas lantai maksimum bagi bangunan gedung yang  menyediakan fasilitas umum berupa sumbangan positif bagi lingkungan permukiman terpadu ; termasuk diantaranya jalur pejalan kaki, ruang terbuka umum, dan fasilitas umum.
    * Sistem Pengalihan Nilai Koefisien Lantai Bangunan (TDR = Transfer of Development Right), yaitu hak pemilik bangunan / pengembang yang dapat dialihkan kepada pihak atau lahan lain, yang  dihitung berdasarkan pengalihan nilai KLB, yaitu selisih antara KLB aturan dan KLB terbangun. Maksimum KLB yang dapat dialihkan pada umumnya sebesar10% dari nilai KLB yang ditetapkan. Pengalihan nilai KLB hanya dimungkinkan bila terletak dalam satu daerah perencanaan yang sama dan terpadu, serta yang bersangkutan telah memanfaatkan minimal 60% KLB-nya dari KLB yang sudah ditetapkan pada daerah perencanaan. Pengalihan ini terdiri atas : hak pembangunan bawah tanah dan hak pembangunan layang
Tata bangunan adalah kegiatan penataan bangunan gedung beserta lingkungannya sebagai wujud pemanfaatan ruang, meliputi berbagai aspek termasuk pembentukan citra/karakter fisik lingkungan, besaran, dan konfigurasi dari elemen-elemen: blok, kaveling/petaklahan, bangunan, serta ketinggian dan elevasi lantai bangunan, yang dapat menciptakan dan mendefinisikan berbagai kualitas ruang kota yang akomodatif terhadap keragaman kegiatan yang ada,terutama yang berlangsung dalam ruang-ruang publik.

KomponenPenataan
Pengaturan Blok Lingkungan dan kaveling, yaitu perencanaan pembagian lahan dalam kawasan menjadi blok dan jalan, dimana blok terdiri atas petaklahan / kaveling dengan konfigurasi tertentu. Pengaturan ini terdiri :(a) Bentuk dan Ukuran Blok atau kaveling; (b) Pengelompokan dan Konfigurasi Blok atau kaveling ; (c) Ruang terbuka dan tatahijau.
Pengaturan Bangunan, yaitu perencanaan pengaturan massa bangunan dalam blok/kaveling. Pengaturan ini terdiri:(a) Pengelompokan Bangunan;(b) Letak dan OrientasiBangunan;(c) Sosok Massa Bangunan;(d) Ekspresi Arsitektur Bangunan.
Pengaturan Ketinggian Lantai Bangunan, yaitu perencanaan pengaturan ketinggian bangunan baik pada skala bangunan tunggal maupun kelompok bangunan pada lingkungan yang lebih makro (blok/kawasan). Pengaturan terdiri (a) Ketinggian Bangunan;(b) Komposisi Garis Langit Bangunan;(c) Ketinggian Lantai Bangunan.

Sistem sirkulasi dan penghubung
Sistem sirkulasi dan jalur penghubung terdiri dari jaringan jalan dan pergerakan, sirkulasi kendaraan umum, sirkulasi kendaraan pribadi, sirkulasi kendaraan informal setempat dan sepeda, sirkulasi pejalan kaki (termasuk masyarakat penyandang cacatdan lanjutusia), sistem dan sarana transit, sistem parkir, perencanaan jalur pelayanan lingkungan, dan sistem jaringan penghubung.

Sistem ruang terbuka dan tata hijau
Sistem Ruang Terbuka dan Tata Hijau merupakan komponen rancang kawasan, yang tidak sekadar terbentuk sebagai elemen tambahan ataupun elemen sisa setelah proses rancang arsitektural diselesaikan, melainkan juga diciptakan sebagai bagian integral dari suatu lingkungan yang lebih luas.Penataan sistem ruang terbuka diatur melalui pendekatan desain tata hijau yang membentuk karakter lingkungan serta memiliki peran penting baik secara ekologis, rekreatif dan estetis bagi lingkungan sekitarnya, dan memiliki karakter terbuka sehingga mudah diakses sebesar-besarnya oleh publik.

Komponen Penataan
    * Sistem Ruang Terbuka Umum (kepemilikan publik aksesibilitas publik), yaitu ruang yang karakter fisiknya terbuka, bebas dan mudah diakses publik karena bukan milik pihak tertentu.
    * Sistem Ruang Terbuka Pribadi (kepemilikan pribadi aksesibilitas pribadi), yaitu ruang yang karakter fisiknya terbuka tapi terbatas, yang hanya dapat diakses oleh pemilik, pengguna atau pihak tertentu.
    * Sistem Ruang Terbuka Privat yang dapat diakses oleh Umum (kepemilikan pribadi aksesibilitas publik), yaitu ruang yang karakter fisiknya terbuka, serta bebas dan mudah diakses oleh publik meskipun milik pihak tertentu,  karena telah didedikasikan untuk kepentingan publik sebagai hasil kesepakatan antara pemilik dan pihak pengelola/pemerintah daerah setempat, dimana pihak pemilik mengizinkan lahannya digunakan untuk kepentingan publik, dengan mendapatkan kompensasi berupa insentif/disinsentif tertentu, tanpa mengubah status kepemilikannya.
    * Sistem Pepohonan dan Tata Hijau, yaitu pola penanaman pohon yang disebar pada ruang terbuka publik.
    * Bentang Alam, yaitu ruang yang karakter fisiknya terbuka dan terkait dengan area yang dipergunakan sebesar besarnya untuk kepentingan publik, dan pemanfaatannya sebagai bagian dari alam yang  dilindungi. Misal: daerah pantai, sungai, lereng bukit, puncak bukit
    * Area Jalur Hijau, yaitu salah satu ruang terbuka hijau yang berfungsi sebagai area preservasi da n tidak dapat dibangun. Pengaturan ini untuk kawasan: damija, bantaran sungai, kanan kiri rel KA, bawah sutet, taman/hutan kota

Tata kualitas lingkungan
Penataan Kualitas Lingkungan merujuk pada upaya rekayasa elemen-elemen kawasan yang sedemikian rupa sehingga tercipta suatu kawasan atau subarea dengan sistem lingkungan Yang informatif, berkarakter khas, dan memiliki orientasi tertentu.
Komponen Penataan terdiri dari :
(1) Konsep Identitas Lingkungan, yaitu perancangan karakter (jati diri) suatu lingkungan yang dapat diwujudkan melalui pengaturan dan perancangan elemen fisik dan nonfisik lingkungan atau sub area tertentu.
(2) Wajah Jalan, yaitu perancangan elemen fisik dan nonfisik guna membentuk lingkungan berskala manusia pemakainya, pada suatu ruang publik berupa ruas jalan yang akan memperkuat karakter suatu blok perancangan yang lebih besar. Pengaturan ini terdiriatas :
    * Wajah penampang jalan dan bangunan;
    * Perabot jalan (street furniture);
    * Jalur dan ruang bagi pejalan kaki (pedestrian);
    * Tata hijau pada penampang jalan;
    * Elemen tata informasi dan rambu pengarah pada penampang jalan;
    * Elemen papan reklame komersial pada penampang jalan;

Prasarana dan Utilitas Lingkungan
Sistem prasarana dan utilitas lingkungan adalah kelengkapan dasar fisik suatu lingkungan yang pengadaannya memungkinkan suatu lingkungan dapat beroperasi dan berfungsi sebagaimana semestinya. Sistem prasarana dan utilitas lingkungan mencakup jaringan air bersihdan air limbah, jaringan drainase, jaringan persampahan, jaringan gas dan listrik, serta jaringan telepon, sistem jaringan pengamanan kebakaran, dan sistem jaringan jalur penyelamatan atau evakuasi.

Komponen Penataan
    * Sistem jaringan air bersih, yaitu sistem jaringan dan distribusi pelayanan penyediaan air yang memenuhi persyaratan bagi operasionalisasi bangunan dan terintegrasi dengan jaringan air bersih secara makro
    * Sistem jaringan air limbah dan air kotor, yaitu sistem jaringan dan distribusi pelayanan pembuangan/pengolahan air buangan yang berasal dari manusia, binatang atau tumbuh-tumbuhan, untuk diolah dan kemudian dibuang dengan cara-cara sedemikian rupa sehingga aman bagi lingkungan, termasuk didalamnya buangan industri dan buangan kimia.
    * Sistem jaringan drainase, yaitu sistem jaringan dan distribusi drainase suatu lingkungan yang berfungsi sebagai pematus bagi lingkungan, yang terintegrasi dengan sistem jaringan drainase makro
    * Sistem jaringan persampahan,  yaitu sistem jaringan dan distribusi pelayanan pembuangan/pengolahan sampah yang terintegrasi dengan sistem jaringan pembuangan sampah makro
    * Sistem jaringan listrik dan telepon, yaitu sistem jaringan dan distribusi daya listrik/telepon dan jaringan sambungan listrik/telepon memenuhi persyaratan bagi operasionalisasi bangunan.
    * Sistem jaringan pengamanan kebakaran,  yaitu sistem jaringan pengamanan lingkungan/kawasan untuk memperingatkan penduduk terhadap keadaan darurat,penyediaan tempat penyelamatan, membatasi penyebaran kebakaran, dan/atau pemadaman kebakaran.
    * Sistem jaringan jalur penyelamatan atau evakuasi, yaitu jalur perjalanan yang menerus(termasukjalan keluar, koridor/selasar umum dan sejenis) dari setiap bagian bangunan gedung termasuk didalam unit hunian tunggal ketempataman, yang disediakan bagi suatu lingkungan/kawasan sebagai tempat penyelamatan atau evakuasi.








SEMUA MAKHLUK HIDUP SAHABAT LINGKUNGAN

Kebersihan bukan lagi suatu hal yang asing bagi masyarakat diseluruh dunia, karena kebersihan merupakan hal penting yang selalu diperhatikan setiap hari baik dirumah, ataupun dilingkungan sekitar. Kebersihan adalah keadaan bebas dari kotoran, termasuk di antaranya, debu, sampah, dan bau, karena proses penularan penyakit disebabkan oleh mikroba, kebersihan juga berarti bebas dari virus, bakteri patogen, dan bahan kimia berbahaya.
Tingkat Kebersihan berbeda‐beda menurut tempat dan kegiatan yang dilakukan manusia. Kondisi kebersihan air dan lingkungan menjadi masalah yang sulit dibenahi, di sebagian besar daerah di Indonesia masih sangat buruk. Situasi ini menyebabkan tingginya kerawanan anak terhadap penyakit yang ditularkan lewat air. Secara praktis masalah kebersihan menjadi tidak kondusif karena masyarakat memang selalu tidak sadar akan hal tersebut. Tempat pembuangan kotoran tidak dipergunakan dan dijaga dengan baik. Akibatnya masalah diare, penyakit kulit, penyakit usus dan penyakit lain yang disebabkan air sering menyerang golongan keluarga ekonomi lemah. Upaya mengembangkan kesehatan anak secara umum pun menjadi terhambat. Selain itu, kurangya tingkat kesadaran masyarakat tentang kebersihan dan peduli lingkungan sehat. Masih banyaknya masyarakat yang membuang sampah di sungai, atau selokan yang bisa menyebabkan meluapnya air atau banjir yang tidak terduga. Atau bahkan banyak berdirinya bangunan yang tidak memikirkan saluran air pembuangan sehingga air tidak mengalir normal atau sistem drainase yang tidak berjalan karena banyaknya peyumbatan.
Menjaga kebersihan dapat ditempuh dangan cara : mencuci tangan, mencuci alat makan, mencuci kaki, dan membersihkan lingkungan tempat tinggal dari kotoran dan sampah. Dengan menjaga kebersihan, lingkungan akan menjadi lebih sehat dan akan lebih nyaman untuk berkarya. Pemerintah dan masyarakat diharapkan mampu untuk bekerja sama dalam hal menjaga kebersihan lingkungan.
Jika pemerintah melaksanakan tugas dengan baik dalam menjaga kebersihan dan masyarakat ikut memelihara kebersihan lingkungannya, alangkah indahnya kondisi lingkungan tempat melaksanakan aktivitas sehari‐hari. Oleh karena itu, memulai dari hal terkecil dan harus mulai dari lingkungan terdekat dalam upaya menjaga kelestarian lingkungan. Permasalahan kebersihan dan lingkungan bersih harus mendapat perhatian khusus dari semua pihak. Terlebih di lingkungan sekolah dan rumah yang harus dijadikan motivasi bagi anak‐anak sebagai generasi penerus yang harus selalu meningkatkan kepedulian terhadap kebersihan lingkungan. Untuk itu jadikanlah lingkungan bersih itu sahabat, agar sebagai manusia yang bermasyarakat peduli lingkungan bersih bisa menciptakan suasana yang nyaman terhindar dari berbagai dampak lingkungan yang kotor.
Tanpa disadari manusia dan lingkungan punya ikatan yang sangat kuat, karena manusia tanpa lingkungan yang sehat dan bersih tidak akan tercipta manusia yang sehat dan mempunyai pola hidup bersih, meskipun upaya yang harus dilakukan baik oleh pemerintah ataupun masyarakat yang peduli lingkungan harus bekerja keras untuk terus meningkatkan kesadaran masyarakat akan kebersihan begitu pun dampak dari pencemaran lingkungan harus diantisipasi sejak dini.
Begitu juga dengan makhluk hidup yang lain selain manusia, mereka semua mempunyai ikatan dengan lingkungan yang sangat kuat. Oleh karena itu janganlah kita merusak ataupun memporak pondakan sesuatu lingkungan yang indah dan beserta isinya di Alam ini.





Sunday, November 18, 2012

Masa Depan Kesehatan Lingkungan

Tantangan dan Peluang Kesehatan Lingkungan di Indonesia

Berikut beberapa catatan terkait tantangan dan peluang program kesehatan lingkungan di Indonesia, sebagai berikut:

Tantangan dan Peluang
A.    Tantangan Situasional
  1. Globalisasi
  2. Nasional (program pembangunan)
  3. Otonomi Daerah
  4. Konsumen
  5. Tuntutan Standar Operasional Institusi Pendidikan (Otonomi, akuntabilitas, jaminan mutu dan trasparan)
  6. Tuntutan Pertumbuhan dan Perkembangan Kelembagaan Pendidikan/ Ketenagaan Kesehatan Lingkungan, antara lain a. Pengembangan Keilmuan dan b. Pertumbuhan dan perkembangan kelembagaan
B.    Peluang
  1. Essensi Pelayanan Kesehatan Lingkungan sebagai Upaya Preventif dan Promotif
  2. Pendayagunaan Tenaga Kesehatan Lingkungan
  3. Pelayanan Kesehatan Lingkungan/Sanitasi Lingkungan yang Mandiri (Klinik Sanitasi)

Pendekatan Pemecahan Masalah Pelayanan Kesehatan Lingkungan
A.    Pendekatan Sistem
B.    Pendekatan Paradigma Kesehatan dan Paradigma Kesehatan Lingkungan
C.    Pendekatan Epidemiologi
D.    Pendekatan Ekologi

Program-Program Pembangunan Kesehatan Lingkungan
A.    Program Pembangunan Pelayanan Kesehatan Lingkungan
B.    Program Pembangunan Pelayanan Kesehatan Lingkungan yang terkait

Prospek Tenaga Kesehatan Lingkungan Pada Masa Depan
A.    Prospek pada Pelayanan Kesehatan Lingkungan Pemerintah
B.    Prospek pada Pelayanan Kesehatan Lingkungan di Swasta
1.    Kawasan Industri
2.    Kawasan Transportasi
3.    Kawasan Perumahan
4.    Kawasan Tempat-Tempat Umum

Tatangan Global Kesehatan Lingkungan:

Adanya perobahan pada suatu belahan dunia akan memberi pengaruh pada belahan dunia lainnya. Demikian pula halnya pelaksanaan pembangunan yang dilaksanakan yang titik akhirnya akan dipengaruhi oleh perkembangan di dunia perdagangan. Perdagangan global seperti kerjasama eknomi Asia Pasifik (APEC), AFTA, WTO, wilayah regional (ASEAN), wilayah bilateral (MALINDO), semuanya bermuara kearah pasar bebas.

Hal ini menuntut adanya regulasi dan deregulasi dalam upaya memberi keamanan kepada para investor, konsumen, upah buruh dan perlindungan lingkungan (ISO 9000, ISO 14000 dan lain-lain)

2.    Nasional (program pembangunan)
Kebijakan nasional tertuang di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah dan Jangka Panjang.
Tantangan ini tertuang dalam program-program pembangunan tahunan
Program-Program Pembangunan Kesehatan Lingkungan dan Program Kesehatan Lingkungan terkait meliputi sbb.;

a.    Program Kesehatan Lingkungan meliputi sebagai berikut ;
Program Lingkungan Sehat, dengan Kegiatan Pokok meliputi.:
1)    Penyediaan sarana air bersih dan sanitasi dasar
2)    Pemeliharaan dan pengawasan kalitas lingkungan
3)    Pengendalian dampak risiko pencemaran lingkungan; dan
4)    Pengembangan wilayah sehat

Program Kesehatan Lingkungan terkait meliputi sbb.;
1)    Program Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat
Kegiatan Pokok terkait dengan Kesehatan Lingkungan meliputi sbb.:
a)    Pemngembangan Media promosi kesehatan dan teknologi komunikasi, informasi dan edukasi (KIE)
b)    Pengembangan upaya kesehatan bersumber masyarakat seperti Posyandu , UKS dan generasi muda
c)    Peningkatan pendidikan kesehatan kepada masyarakat (dalam hal KL)

2)    Program-Program Upaya Kesehatan Masyarakat
Kegiatan Pokok terkait dengan KL meliputi sbb.;
a)    Pelayanan kesehatan penduduk miskin di Puskesmas dan jaringannya
b)    Pengadaan, peningkatan dan perbaikan sarana dan prasarana Puskesmas dan jaringannya
c)    Pengadaan peralatan dan perbekalan kesehatan termasuk obat generic essensial
d)    Peningkatan pelayanan kesehatan termasuk kesehatan lingkungan
e)    Penyediaan biaya operasional dan pemelihraan

3)    Program Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit
Kegiatan pokok terkait dengan KL meliputi sbb.:
a)    Pencegahan dan penanggulangan factor risiko
b)    Penemuan dan tatalaksana penderita
c)    Peningkatan surveilans epidemiologi dan penanggulangan wabah
d)    Peningkatan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) pencegahan dan pemberantasan penyakit

4)    Sumber Daya Kesehatan
Kegiatan pokok meliputi sbb.:
a)    Perencanaan kebutuhan tenaga kesehatan (KL)
b)    Peningkatan ketterampilan dan profesionalisme tenaga kesehatan mellaui pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan
c)    Pemenuhan kebutuhan tenaga kesehatan di Puskesmas dan jaringannya serta rumah sakit
d)    Pembinaan tenaga kesehatan
e)    Penyusunan standar kompetensi dan regulasi profesi kesehatan (KL)

5)    Program Kebijakan dan Manajemen Pembangunan Kesehatan
Kegiatan pokok meliputi sbb.:
a)    Pengkajian dan penyusunan kebijakan
b)    Pengembangan system perencanaan dan penganggaran, pelaksanaan dan pengen-dalian, pengawasan dan penyempurnaan administrasi keuangan, serta hukum Kes.
c)    Pengembangan system informasi Kes.
d)    Pengembangan system kesehatan daerah, dan
e)    Peningkatan jaminan pembiayaan kesehat-an masyarakat secara kapitasi dan pra upaya terutama bagi penduduk miskin yang berkelanjutan

6)    Program Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kegiatan Pokok meliputi sbb.:
a)    Penelitian dan pengembangan
b)    Pengembangan tenaga peneliti, sarana dan prasarana penelitian dan
c)    Penyebarluasan dan Pemeliharaan hasil penelitian dan pengembangan kesehatan

3.    Otonomi Daerah
Amanat UU Dasar th.1945 Pasal 18, diikuti dengan UU No.1 Th.1945, UU No.22 th. 1948, UU. No.1 th. 1957, Pempres No.6 th. 1969, Penpres No.5 th. 1960,
UU. No.18 th. 1965 dan 1974 (UU.No.5) tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah. UU. No. 22 th. 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No.25 th. 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.

Pasal 11 (2) UU No.22 th.1999, dinyatakan bahwa Bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh Daerah Kabupaten dan Daerah Kota meliputi pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertanian, perhubungan, industri dan perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup, perumahan, koperasi, dan tenaga kerja.

Pelaksanaan otonomi daerah dipengaruhi oleh perkembangan lingkungan strategis, baik nasional maupun internasional, dan gerakannya sangat cepat dan sifatnya dinamis. Perkembangan ini membuka peluang secara terbuka kepada pelaksanaan Otonomi Daerah yang menetapkan bahwa reformasi merupakan momentum yang tepat bagi realisasi Otonomi Daerah, sehingga potensi sumber daya daerah akan terangkat di dalam era globalisasi. Namun kendala utamanya adalah krisis politik yang belum selesai sampai saat ini.

Titik berat Otonomi Daerah adalah Daerah Tingkat II yaitu Kab. dan Kota, sedang Propnsi merupakan wilayah administratif.  Dampak adalah makin besarnya urusan yang diserahkan kepada Daerah diperlukan tenaga profesional baik di propinsi, maupun daerah otonom

4.    Konsumen

Batasan konsumen bukan saja pada masyarakat umum, tetapi juga masyarakat khusus seperti industri jasa (transportasi, tempat-tempat umum), industri produksi dan manufaktur, instansi pemerintah, dan lainnya.

Untuk itu diperlukan teknologi produktif, yang berorientasi pada lingkungan dan kesehatan masyarakat, maka dikembangkan Bapedal, Meneg PPLH, Komosi-komisi AMDAL dan berbagai upaya swasta yang memberi perhatian pada masalah dampak terhadap lingkungan.

5.    Tuntutan Standar Operasional Institusi Pendidikan (Standar Pendidikan Nasional)

Suka tidak suka, mau tidak mau, maka setiap unit pndidikan harus menjalankan Standar Pendidikan Nasional (SPN) meliputi otonomi, akuntabilitas, jaminan mutu dan evaluasi yang transparan.

Terkait dengan jaminan mutu maka unit pelaksana pendidikan harus selalu melakukan perobahan mengikuti kebutuhan para stakeholder (mahasiswa, orang tua, pemerintah dan para dosen) maka pengelola unit pendidikan harus menlaksanakannya,

Peningkatan mutu harus selalu disesuaikan dan berkelanjutan (”continous improvement”) dan sesuai dengan SPN

6. Tuntutan Pertumbuhan dan Perkembangan Kelembagaan Pendidikan/Ketenagaan Kesehatan Lingkungan

a.    Pengembangan Keilmuan
Bila dibandingkan dengan ilmu dan teknologi kesehatan masyarakat, kesehatan lingkungan memang lebih khusus. Namun bila ditinjau dari aspek-aspek dan komponen-komponennya, kesehatan lingkungan ini sendiri masih bersifat umum dan sudah saatnya untuk dikembangkan lebi tajam kearah konsentrasi-konsentrasi yang lebi tajam.

Demikian halnya perbedaan antara pendidikan akdemik dan pendidikan keahlian. Semakin tinggi pendidikan akademik, semakin luas wawasan ilmiahnya. Sedang pendidikan keahlian semakin tinggi semakin khusus bidang keahliannya.

Departemen Kesehatan juga mengembangkan dua hal meliputi; 1) ketenagaan (APK menjadi AKL, bergabung dalam Politenik Kesehatan menjadi Jurusan Kesehatan Lingkungan Diploma III, selanjutnya dikembangan Program Diploma IV sejak th. 2008) dan 2) pengembangan program (dikembangan Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan sejak tahun 1993)

Tuntutan Standar Operasional Pelayanan, di mana selama ini upaya kesehatan lingkungan dilaksanakan oleh tenaga lulusan D1, D3, S1 dan S2, mereka terdistribusi pada tugas-tugas perencanaan (S1 dan S2) dan tugas-tugas operasional (D1 dan D3). Bila dicermati perkembangan tuntutan di atas maka kualifikasi jajaran opersional perlu ditingkatkan. Tuntutan kualitas dan kuantitas semakin hari semakin meningkat.

Kualifikasi yang dituntut bukan saja kemampuan, tetapi juga jenjangnya. Upaya peningkatan kemampuan dan jenjang mutlak diperlukan dalam rangka menghadapi era persaingan bebas yang sudah sangat dekat.

Upaya kesehatan lingkungan bukan hanya tanggung jawab Departemen Kesehatan RI, tetapi juga departemen lainnya seperti Departemen Perindustrian, Pariwisata, Pertanian dan sektor lainnya.

b.    Pertumbuhan dan perkembangan kelembagaan

Meantisipasi pelaksanaan pasar bebas Asean, APEC, maka pengembangan kelembagaan seperti Poltekkes Makassar Jurusan Kesehatan Lingkungan, dengan peningkatan spesialisasi dan jenjang ke Diploma-Empat dan bila memungkinkan dengan ketersediaan sumber daya diusulkan ke Spesialisasi Satu dengan konsentrasi-konsentrasi yang lebih tajam.

B.    Peluang

Visi, misi, sasaran dan arah kebijakan Departemen Kesehatan Visi;  Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan (2010-2014), Misi  (Depkes RI 2010-2014)
  1. Meningkatkan derjat kesehatan masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat termasuk swasta dan masyarakat madani
  2. Melindungi ksehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata, bermutu dan berkeadilan
  3. Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumberdaya kesehatan dan
  4. Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik

Salah satu strategi Depkes (2010-2014) adalah: Meningkatkan pengembangan dan pendayagunaan SDM kesehatan yang merata dan bermutu. Sementara sasaran utamanya adalah menurunkan angka kematian bayi dari 35 menjadi 26 per 1000 kelahiran hidup serta Arah kebijakan ditujukan pada peningkat kuantitas dan kualitas tenaga kesehatan dan sosialisasi kesehatan lingkungan dan pola hidup sehat di samping persyaratan dan peningkatan kualitas fasilitas kesehatan dasar

    Amanat UU No.36 tah. 2009 tentang Kesehatan, dengan beberapa perimbangannya:

  1. Kesehatan  adalah hak asasi manusia
  2. Prinsip non diskriminatif, partisipatif dan berkelanjutan
  3. gangguan kesehatan menimbulkan gangguan ekonomi
4)    setiap upaya pembangunan harus dilandasi dengan wawasan Kesehatan Lingkungan

Hal-hal yang perlu dicermati antara lain .:
  1. Pasal 1 (Sumber Daya Kesehatan, tenaga kesehatan)
  2. Pasal 16 (tanggung jawab pemerintah)
  3. Pasal 21 (perencanaan, pengadaan, pendayagunaan, pembinaan, dan pengawasan mutu tenaga kesehatan dan Pengaturan dengan UU Tenaga Kesehatan)
  4. Pasal 22 (Kualifikasi miminum)
  5. Pasal 23 (Izin bagi tenaga kesehatan)
  6. Pasal 24 (kode etik, standar profesi, hak pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan, dan standar prosedure operasional)
  7. Pasal 162 dan Pasal 163 (kesehatan lingkungan)

2.    Essensi Pelayanan Kesehatan Lingkungan sebagai Upaya Preventif dan Promotif

Konsep awal penyebab penyakit adalah lingkungan, dapat kita lihat konsep ”niasma theory” yang dikenal dengan ”ma area” atau udara buruk.

Hasil penyelidikan John Snow di Inggris menyimpulkan bahwa lingkunganlah sebagai mata rantai terjadinya penularan penyakit. Sehingga muncul semboyan ”Prevention is better than care”
yang ditopang dengan pemahaman mekanisme peranan lingkungan dalam konteks penularan penyakit.

Selanjutnya memunculkan batasan ”sanitation is the prevention of disease by eliminating or controlling the environmental factors which form links in the chain of transmission” (WHO)
(Sanitasi adalah tindakan pencegahan penyakit dengan memutus atau mengendalikan faktor lingkungan yang menjadi mata rantai penularan penyakit.

Perkembangan selanjutnya adalah dengan perkembangan IPTEK mendorong kerusakan lingkungan secara kuantitatif meningkat secara kualitatif secara kompleks. Terkait dengan masalah ini para ahli menyampaikan konsep baru tentang penyakit yaitu konsep kesehatan lingkungan.

3.    Pendayagunaan Tenaga Kesehatan Lingkungan.

Berkembangnya Desa Siaga yang memberi peluang di samping tenaga Bidan (menangani masalah kesehatan yang ringan), Gizi (melakukan deteksi dini terhadap maslah yang dihadapi masyarakat) dan tenaga Kesehatan Lingkungan (Sanitasi) yang diharapkan menangani segala faktor lingukungan yang memberi pengaruh pada masalah kesehatan dalam wilayah kerjanya.

4.    Rendahnya kondisi kesehatan lingkungan

Perilaku masyarakat yang kurang mendukung pada hidup bersih dan sehat

Rendahnya kondisi kesehatan  lingkungan: Info thn 2002 persentase masyarakat yang akses terhadap air bersih sekitar 50% rumah tangga dan sanitasi dasar sekitar 63,5%. Kesehatan lingkungan yang merupakan kgiatan lintas program dan lintas sektor belum dikelola dalam suatu sistem kesehatan kewilayahan
Sampai saat ini penyakit yang berbasis lingkungan masih menjadi masalah kesehatan masyarakat, seperti penyakit Demam Berdarah Dengue sekitar 0,019/1.000 penduduk, angka kematian pada kejadian luar biasa (KLB) 3/1.000 penduduk. Penyakit TB Paru, diperkirkan oleh WHO (th.1999) setiap tahun di Indonesia terjadi 583.000 kasus baru, kematian sekitar 140.000 orang, artinya setiap 100.000 penduduk terdapat 130 penderita TB Paru BTA positif.

Proporsi penderita Pneumonia Balita yang berobat ke Puskesmas sekitar 3/10.000 Balita (th.2002). Diare sesuai hasil survei Sub Direktorat Diare dan Penyakit Pencernaan ditemukan insiden Diare 374/1.000 penduduk (th.2003), Malaria dengan Annual Malaria Incidence (AMI) sekitar 22,27/1.000 pddk, yaitu kesakitan Malaria tanpa konfirmasi laboratorium dan Annual Parasite Incidence (API) yaitu angka kesakitan malaria dengan konfirmasi laboratorium sekitar 0,47/1.000 pddk (tahun 2002).
Masalah ini diketahui, terbanyak terdapat di wilayah kerja Puskesmas dan penyakit terbanyak adalah yang terkait dengan kesehatan lingkungan. Demikian pula upaya pengobatan penyakit dan upaya peningkatan dan perbaikan kualitas lingkungan dikerjakan tersendiri, tidak terintegrasi dengan upaya terkait lainnya.

Petugas medis dan atau paramedis melaksanakan upaya penyembuhan dan pengobatan tanpa memperdulikan kondisi lingkungan perumahan/permukiman si pasien. Di sisi lain petugas kesehatan lingkungan melakukan upaya kesehatan lingkungan  tanpa memperhatikan permasalahan penyakit dan atau kesehatan masyarakat di lokasi/kawasan tersebut.

Integrasi upaya kesehatan lingkungan dan upaya pemberantasan penyakit berbasis lingkungan semakin relevan dengan diterapkannya Paradigma Sehat untuk upaya-upaya kesehatan dimasa mendatang (Hasil Rapat Kerja Menteri Kesehatan RI dengan Komisi VI DPR-RI, tanggal 15 September 1998). Dengan paradigma ini maka pembangunan kesehatan lebih terfokus pada upaya promotif dan preventif dibanding upaya kuratif dan rehabilitatif.

5.    Pelayanan Kesehatan Lingkungan/Sanitasi Lingkungan yang Mandiri (Klinik Sanitasi)
Melalui Klinik Sanitasi diharapkan upaya pelayanan kesehatan promotif, preventif dan kuratif dilaksanakan secara terintegrasi melalui pelayanan kesehatan pemberantasan penyakit berbasis lingkungan di luar maupun di dalam gedung Puskesmas.
Puskesmas memiliki misi untuk menyelenggarakan upaya kesehatan esensial yang bermutu, merata, dan terjangkau sesuai dengan kebutuhan masyarakat, untuk meningkatkan status kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya. Untuk itu dilakukan dengan cara membina peran serta, upaya kesehatan inovatif, dan pemanfaatan teknologi tepat guna.
Bertitik tolak dari hal-hal di atas, maka lahir konsep Klinik Sanitasi sebagai suatu upaya terobosan yang memadukan ketiga jenis upaya pelayanan kesehatan dalam rangka peningkatan derajat kesehatan masyarakat secara terpadu, terarah dan berkesinambungan. Konsep ini pertamakali diperkenalkan dan dikembangkan oleh Puskesmas Wanasaba Kabupaten/Kota Lombok Timur Propinsi Nusa Tenggara Barat sejak Nopember 1995 dan selanjutnya kegiatan ini diikuti oleh beberapa Puskesmas yang ada di Propinsi Jawa Timur, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Sumatera Selatan dan Kalimantan Selatan. Saat ini (th. 2003) Klinik Sanitasi sudah dikembangkan lebih dari 1.000 Puskesmas di seluruh Propinsi di Indonesia. Dengan makin berkembangnya kegiatan Klinik Sanitasi maka kepada mahasiswa khususnya yang bergerak dibidang kesehatan lingkungan dan atau sanitasi, perlu disosialisasikan agar pengembangannya jauh lebih baik dan lebih berkembang kearah yang positif dan menguntungkan semua pihak.
II.    Pendekatan Pemecahan Masalah Pelayanan Kesehatan Lingkungan

A.    Pendekatan Sistem

Sistem merupakan suatu tatanan dari hal-hal yang saling berkaitan dan berhubungan sehingga membentuk satu kesatuan dan keseluruhan.
Sistem Kesehatan Nasional adalah suatu tatanan yang mencerminkan upaya Bangsa Indonesia untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal sebagai perwujudan kesejahteraan umum seperti dimaksud dalam Pembukaan UUD 1945

Sistem merupakan kumpulan unsur-unsur yang saling berinterkasi, berhubungan dan bergantungan untuk menuju tujuan bersama .

Sistem adalah suatu tatanan yang terdiri dari bahagian-bahagian, unsur-unsur atau proses-proses yang kait mengkait saling bergantungan dan saling berhubunganyang secara bersama melakukan beberapa fungsi untuk menyelesaikan suatu atau kumpulan tujuan Sistem merupakan suatu tatanan di mana terjadi suatu kesatuan usaha dari berbagai unsur yang saling berkaitan secara teratur menuju pencapaian tujuan dalam suatu batas lingkungan tertentu.

Analisis sistem sebagai salah satu metode ilmiah dengan ciri sebagaimana di bawah ini.
  1. logis, artinya masuk akal yaitu sesuai hukum ilmiah.
  2. obyektif, artinya sesuai dengan fakta, untuk itu perlu mencari data.
  3. sistematis, artinya memiliki keteraturan internal tidak semrawut
  4. andal, artinya dapat diuji dan diuji kembali secara terbuka
  5. dirancang dan
  6. direncanakan serta
  7. kumulatif, artinya sebagai acuan penting bagi kegiatan ilmiah selanjutnya dalam upaya pengembangan ilmu.

Dengan demikian maka dalam upaya pemecahan masalah kesehatan lingkungan perlu dilakukan melalui pendekatan sistem, dengan harapan semua mitra kerja terkait bekerja sama untuk menyusun rencana secara terpadu dalam penanganan upaya kesehatan lingkungan.



Thursday, November 15, 2012

Sumber Air Limbah


Asal Sumber Air Limbah

Data mengenai sumber air limbah dapat dipergunakan untuk memperkirakan jumlah rata - rata aliran air limbah dari berbagai jenis perumahan, industri dan aliran air tanah yang ada disekitarnya. Kesemuanya ini harus dihitung perkembangannya atau pertumbuhannya sebelum membuat suatu bangunan pengolah air limbah serta merencanakan pemasangan saluran pembawanya.

Air Limbah Rumahtangga

Sumber utama air limbah rumah tangga dari masyarakat adalah berasal dari perumahan dan daerah perdagangan. Adapun sumber lainnya yang tidak kalah pentingnya adalah daerah perkantoran atau lembaga serta daerah fasilitas rekreasi. Untuk daerah tertentu banyaknya air limbah dapat diukur secara langsung. Daerah perumahan dan perdagangan merupakan salah satunya yang mengakibatkan terjadinya pencemaran air limbah dikarenakan disana terdapat banyak sekali air limbah yang belum bisa dikoordinir dengan baik.

Air Limbah Rembesan dan Tambahan

Apabila turun hujan di suatu daerah, maka air yang turun secara cepat akan mengalir ke dalam saluran pengering atau saluran air hujan. Apabila saluran ini tidak mampu menampungnya, maka limpahan air hujan akan digabung dengan saluran air limbah, dengan demikian akan merupakan tambahan yang sangat besar. Oleh karena itu, perlu diketahui curah hujan yang ada sehingga banyaknya air yang akan ditampung melalui saluran air hujan atau saluran pengering dan saluran air limbah dapat diperhitungkan.



Selain air yang masuk limpahan, maka terdapat air hujan yang menguap, diserap oleh tumbuh - tumbuhan dan ada pula yang merembes ke dalam tanah. Air yang merembes ini akan masuk ke dalam tanah yang akhirnya menjadi air tanah. Apabila permukaan air tanah bertemu dengan saluran air limbah, maka bukanlah tidak mungkin akan terjadi penyusupan air tanah tersebut ke saluran air limbah melalui sambungan - sambungan pipa atau melalui celah - celah yang ada karena rusaknya pipa saluran. Besarnya aliran ini diperkirakan sebesar 0,0094 sampai 0,94 m3 setiap diameter (mm) setiap km. Dengan demikian banyaknya air yang masuk ke dalam aliran air limbah sebanyak 0,0094 - 0,94 dikalikan dengan diameter pipa (mm) dikalikan lagi dengan panjangnya pipa (km) akan dihasilkan jumlah air limbah dalam satuan m3.



Wednesday, November 14, 2012

Psikologi Lingkungan

Psikologi Lingkungan dan Perilaku

Pendekatan psikologi lingkungan muncul sebagai protes terhadap pendekatan yang hanya memperhatikan faktor - faktor individual sebagai penyebab dari munculnya masalah - masalah sosial. Selama tahun 1970-an dan awal tahun 1980-an, kontekstualisme makin diperhatikan di beberapa bidang penelitian psikologi. Para psikolog di semua bidang pemusatan utama psikologi melihat adanya kelemahan dari penelitian-penelitian yang tidak memperhatikan konteks, dan menyerukan perlunya perilaku yang lebih menggunakan pendekatan yang holistik dan memakai dasar ekologis (Stokols, 1987 dalam Stokols dan Altman, 1987).

Psikologi lingkungan adalah bidang psikologi yang menggabung - gabungkan dan menganalis transaksi serta tata hubungan dari pengalaman serta tindakan manusia dengan aspek-aspek dari lingkungan sosiofisiknya yang terkait. Salah stu contoh Penanggulangan Sampah Perkotaan sebagai Objek Psikologi Lingkungan. Kebersihan lingkungan merupakan salah satu tolok ukur kualitas hidup masyarakat. Masyarakat yang telah mementingkan kebersihan lingkungan dipandang sebagai masyarakat yang kualitas hidupnya lebih tinggi dibandingkan masyarakat yang belum mementingkan kebersihan. Salah satu aspek yang dapat dijadikan indikator kebersihan lingkungan kota adalah sampah. Bersih atau kotornya suatu lingkungan tercipta melalui tindakantindakan manusia dalam mengelola dan menanggulangi sampah yang mereka hasilkan.

Perilaku manusia yang tidak bertanggung jawab terhadap sampah dapat menyebabkan munculnya masalah dan kerusakan lingkungan. Bila perilaku manusia semata - mata mengarah lebih pada kepentingan pribadinya, dan kurang atau tidak mempertimbangkan kepentingan umum/kepentingan bersama, maka dapat diprediksi bahwa daya dukung lingkungan alam semakin terkuras habis dan akibatnya kerugian dan kerusakan lingkungan tak dapat dihindarkan lagi. Oleh karena itu, sampah dan benda-benda buangan yang banyak terdapat di lingkungan kehidupan kita perlu ditanggapi secara serius dan perlu dicari cara yang tepat untuk menanggulanginya.Terkait dengan pendekatan Psikologi Lingkungan yang menganalisis perilaku manusia dengan aspek-aspek lingkungan sosiofisiknya, maka untuk keperluan di atas psikologi lingkungan merupakan pendekatan yang paling tepat dalam menjelaskan dan menganalisis gejala hubungan/ keterkaitan antara manusia dan masalah lingkungan yang ditimbulkannya.


Perilaku Kebersihan. Perilaku kebersihan yang diteliti adalah berupa rangkaian dari berbagai wujud perilaku/tindakan yang dilakukan orang terhadap sampah, mencakup perilaku yang bertanggung jawab terhadap lingkungan seperti tindakan mengotori lingkungan hingga tindakan-tindakan yang bertanggung jawab seperti tindakan-tindakan memelihara dan membersihkan lingkungan. Hines, Hungerford dan Tomera (1986) melakukan meta analisis terhadap penelitian-penelitian yang berkenaan dengan perilaku yang bertanggung jawab terhadap lingkungan, mendapatkan sejumlah variabel yang berasosiasi dengan perilaku yang dimaksud, yaitu pengetahuan tentang issues, pengetahuan tentang strategi tindakan, locus of control, sikap, komitmen verbal dan rasa tanggung jawab yang dimiliki seseorang.

Menurut model tersebut intensi untuk bertindak ditentukan oleh faktor-faktor internal pelaku. Di lain pihak, perilaku yang bertanggung jawab terhadap lingkungan selain ditentukan oleh faktor-faktor internal, juga tidak terlepas dari faktor situasional (faktor eksternal). Perilaku tidak terbentuk dengan sendirinya tapi terbentuk melalui proses pembelajaran. Sebagai contoh, untuk menyapu jalanan diperlukan keterampilan menyapu dan pengetahuan tentang kebersihan. Pengetahuan tentang masalah lingkungan dan pengetahuan tentang berbagai tindakan yang tepat untuk mengatasinya menjadi salah satu prasyarat bagi perilaku bertanggungjawab. Memiliki pengetahuan dan kemampuan saja tidak cukup, perlu disertai hasrat atau keinginan untuk mewujudkan perbuatan yang dimaksud. Hasrat atau keinginan seseorang itu sendiri sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor kepribadian, yaitu sikap, locus of control dan rasa tanggung jawab.

Masih menurut model di atas, individu yang memiliki pengetahuan dan keterampilan dan mempunyai sikap positif terhadap lingkungan serta terhadap perilaku prolingkungan, biasanya memiliki intensi untuk mewujudkan tindakan-tindakan perilaku bertanggung jawab. Namun faktor-faktor situasional, seperti keadaan ekonomi, tekanan sosial dan peluang yang tersedia, dapat menghambat atau memperkuat kemungkinan munculnya perilaku yang dimaksud. Perilaku bertanggungjawab merupakan hasil dari transaksi terusmenerus antara faktor internal individu dengan faktor situasional.

Sampah sebagai stimulus (S) akan menimbulkan respon/ perilaku (R). Hubungan langsung antara S dan R, dapat digunakan untuk menjelaskan terbentuknya kebiasaan – kebiasaan perilaku sehari-hari. Misalnya, sejak kecil seorang anak dilatih membuang benda-benda sisa ke keranjang sampah oleh orang tuanya. Pengalaman ini terjadi berulang-ulang, sehingga menjadi kebiasaan yang melekat setelah ia dewasa. Hubungan langsung antara S-R tidak selalu terjadi dan berlaku respon subjek pada setiap orang. Manusia (O) berada dalam posisi berhadapan dengan lingkungan, dan dalam posisi itu (S) dan (O) berinteraksi. Interaksi dilakukan manusia pertama kali melalui penginderaannya. Setelah itu apa yang diinderakan (persepsi) akan diproses lebih lanjut dalam alam kesadaran (kognisi) dan di sini ikut berpengaruh berbagai faktor yang terdapat dalam kognisi itu seperti ingatan (memori), minat, sikap, motivasi dan inteligensi dari (O). Jadi yang dimaksud sebagai stimulus (S) adalah obyek benda-benda di lingkungan sebagaimana dipersepsi oleh (O). Pengalaman seseorang akan berbentuk penilaian terhadap apa yang diinderakan tadi dan atas dasar penilaian itulah muncul suatu perilaku. Sebagai stimulus, kantung plastik bekas bungkus menimbulkan respon (R) berlainan. Ada yang langsung membuangnya (tindakan O.1); ada yang menyimpannya untuk dimanfaatkan kembali (oleh O.2); dan ada yang mengumpulkan untuk kemudian dijual (oleh O.3). Tampak dalam hal ini berbagai faktor (O) memegang peranan penting dalam hubungan S-R. Dalam faktor (O) berlangsung proses kognisi antara lain kognisi, motivasi, sikap, nilai, emosi dan rasio. Orang dalam hal ini dipandang sebagai mahluk yang bernalar, memiliki alasan-alasan tertentu sebelum bertindak .

orang yang sama akan membuang tissue serupa dariPerbuatan seseorang dalam lingkungan fisik tertentu, merupakan proses yang saling terkait dan saling pengaruh-mempengaruhi antara 1) (O) sebagai pelaku, 2) wujud perilaku/perbuatan itu sendiri (R), dan 3) lingkungan. Transaksi terjadi antara makna yang diberikan (O) terhadap lingkungan. Pada hakekatnya, makna ini ditentukan pula oleh niat atau maksud (O). Transaksi antara (O) dan (R) serta (S) dalam suatu lingkungan yang berlangsung terus menerus dapat menjelaskan mengapa terdapat tindakan-tindakan khusus pada tempat dan waktu khusus pula. Tindakan tersebut berhubungan dengan berbagai wujud dan bentuk yang terdapat di lingkungan, dan dengan makna yang diberikan oleh orang yang bersangkutan (O) terhadap wujud dan bentuk itu. Makna itu sendiri bergantung pada pengalaman (O) mengenai suatu situasi/suasana lingkungan. Demikian pula kelayakan suatu lokasi menjadi tempat sampah tergantung dari norma yang diterima dan berlaku di sana. Tindakan terhadap sampah bervariasi antar individu dan tergantung pada tempat dan situasi. Secara psikologis, orang-orang, benda-benda, serta kejadian-kejadian bermakna yang terdapat di sekitar individu membangun suasana atau situasi lingkungan di suatu tempat. Dibandingkan karakteristik individual, maka situasi lingkungan yang dialami langsung lebih berperan menentukan wujud perilaku/tindakan seseorang (Wicker, 1987). Artinya, ada kemungkinan bila berada di rumahnya sendiri seseorang akan membuang tissue bekas pakai pada tempat sampah yang telah tersedia namun dalam situasi lain (misalnya dalam perjalanan), mobil ke jalan raya.

Hingga di sini dapat dimengerti mengapa seseorang ketika di Jakarta sering membuang sampah sembarangan, namun ketika ia berada di Singapura perbuatannya terhadap sampah berbeda sekali. Secara keseluruhan, gambaran perilaku kebersihan yang ditampilkan orang dalam kehidupan keseharian di perkotaan merupakan hubungan yang saling terkait antara makna subjektif pelaku dengan situasi lingkungan di sekitarnya (Wibowo, 1993). Melalui pengamatan di wilayah perkotaan maupun kampung-kampung di pedesaan, kita dengan mudah mendapatkan lokasi-lokasi yang bersih walau memiliki sarana kebersihan yang minim atau seadanya. Sebaliknya, tidak jarang pula ditemui tempat yang kotor walaupun telah tersedia sarana kebersihan yang memadai. Dapat dinyatakan bahwa peran perilaku jauh lebih penting dalam memelihara kebersihan lingkungan dibanding persoalan kelengkapan sarana. Tanpa tindakan nyata, sarana selengkap apa pun tidak akan mampu berfungsi untuk mewujudkan kebersihan lingkungan.

Masalah-masalah di sekitar perilaku kebersihan bersifat kompleks dan berlangsung dalam berbagai situasi di wilayah perkotaan, di daerah permukiman, di kawasan industri dan perkantoran serta di tempat-tempat umum, sehingga pantas diakui sebagai masalah bersama atau tanggung jawab setiap orang/penghuni kota. Hal itu merupakan kombinasi dari bermacam-macam faktor dari berbagai unsur yang terkait. Keterkaitan hubungan antara berbagai unsur memang menentukan pola perilaku kebersihan mereka.